Konten dari Pengguna

Kerja di Bawah Tekanan: Baik atau Buruk?

Hasna Salsabila
Mahasiswa S1 Ekonomi Islam Universitas Airlangga
28 Juni 2022 17:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hasna Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: www.canva.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: www.canva.com
ADVERTISEMENT
Setiap orang perlu untuk menyejahterakan hidupnya. Salah satu bentuknya adalah dengan bekerja. Dari hasil bekerja tersebut, orang akan mendapatkan penghasilan berupa uang atau materi lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Dengan bekerja pula, setiap orang akan meningkatkan produktivitas mereka dan mengembangkan bakat yang ada di dalam diri mereka. Menurut Singh (dalam Herudiati, 2013) mendefinisikan arti ‘kerja’ sebagai peresapan individu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dengan bekerja di lingkungan kerja. Oleh karena itu, bekerja dapat dikatakan sebagai salah satu kewajiban bagi setiap orang.
ADVERTISEMENT
Ketika bekerja, pekerja sering mendapat tekanan dari atasan maupun rekan kerja. Dalam keseharian, sering kali tekanan dalam dunia kerja dialami secara terus-menerus. Biasanya pekerja akan merasa seperti tidak menemukan jalan keluar dan masalah tidak bisa segera terselesaikan. Hal itu membuat pekerja merasakan stres yang merupakan salah satu respon tubuh dalam menghadapi tekanan. Jika stres dibiarkan, pekerja akan mengalami burn out. Burn out merupakan kondisi stres kronis di mana pekerja merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional akibat pekerjaan. Tentunya hal tersebut dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik para pekerja itu sendiri. Lama-kelamaan mereka akan merasa berat dalam menjalankan pekerjaan yang sama dalam tekanan itu setiap harinya, sedangkan kebutuhan sehari-hari tidak bisa ditunda. Nyatanya, keadaan tersebut memengaruhi aktivitas-aktivitas yang lain. Mereka akan merasa kehilangan semangat dan kelelahan dalam menjalankan aktivitas yang lain, seperti bersosialisasi atau bahkan mengurus diri-sendiri.
ADVERTISEMENT
Seperti dalam salah satu kasus yang dilansir dari sindonews.com pada tahun 2021, terdapat kasus pengemudi pajero yang menganiaya supir truk dan merusak truk kontainernya di kawasan Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Penyebab adanya hal ini karena sang pengemudi ternyata bukan hanya kesal diklakson saja, melainkan sang pengemudi memiliki latar belakang masalah pekerjaan, yakni target perusahaan dalam perekrutan karyawan belum mencapai target yang diinginkan sehingga melampiaskan amarahnya di jalan. Kasus tersebut karena sang pengemudi mengalami tekanan dalam pekerjaannya sehingga terbawa emosi.
Selain itu, tekanan dalam pekerjaan juga bisa berupa adanya budaya yang tidak sehat. seperti seorang pekerja bawahan yang harus menunggu atasan selesai lembur untuk bisa pulang walaupun pekerjaannya sudah selesai. Ada juga budaya saling menunjukkan kehebatan berupa pencapaian material yang membuat suasana kerja menjadi kompetitif dalam hal yang buruk. Budaya tersebut bisa mendorong adanya perilaku korupsi di lingkungan kerja.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, kerja di bawah tekanan itu nyatanya dapat menjadi skill penting yang diperlukan bagi suatu perusahaan. Kebanyakan dari para pewawancara kerja akan menanyakan kepada calon pekerja mengenai kesanggupan mereka dalam bekerja di bawah tekanan. Kerja di bawah tekanan dinilai dapat menguntungkan suatu perusahaan karena dari skill tersebut pekerja akan mampu untuk tetap tenang, berpikir logis dan bertindak dengan benar dalam keadaan terburuk sekalipun. Lantas, bagaimana cara menghadapi kerja di bawah tekanan?
Di dalam buku “Performing Under Pressure: The Science of Doing Your Best When It Matters Most”, Hendrie Weisinger and J.P. Pawliw-Fry membagikan banyak taktik dalam menangani tekanan dalam bekerja. ada dua taktik yang menarik untuk dicoba. Pertama, dengan merencanakan yang terburuk. Melalui proses membiarkan diri mempersiapkan skenario terburuk tersebut, Weisinger and Pawliw-Fry mengatakan, “You're able to brace yourself for them.” Setelah diterjemahkan berarti “Anda dapat menguatkan diri untuk skenario terburuk,” yang pastinya akan membuat diri menjadi lebih siap. Taktik berikutnya, mengingat kembali kesuksesan di masa lalu. "Mengingat kesuksesan masa lalu Anda memicu kepercayaan diri," tulis Weisinger dan Pawliw-Fry. "Kamu pernah melakukannya sebelumnya dan kamu bisa melakukannya lagi." Kutipan ini membuat keraguan berkurang sehingga membuat kepercayaan diri muncul untuk menyelesaikan pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tidak semua orang mampu bekerja di bawah tekanan. Kebanyakan dari mereka memaksakan keadaan dengan berkata kepada pewawancara bahwa mereka sanggup untuk bekerja di bawah tekanan demi mendapat pekerjaan tersebut. Tentunya, hal tersebut merupakan perilaku yang tidak baik bahkan untuk dirinya sendiri. Sebaiknya, sebelum pekerja menyatakan kesanggupan tersebut, mereka melakukan penilaian terhadap diri dengan melihat kemampuan yang ada di dalam dirinya selama ini. Sehingga mereka dapat mempertanggungjawabkan kesanggupan itu dengan baik dan benar sesuai dengan keadaan mereka sendiri. Ketika mereka memilih untuk sanggup dalam kerja di bawah tekanan, maka mereka sudah seharusnya sanggup menerima risikonya.
Ketika berada dalam keadaan tertekan, sebaiknya memiliki cara pandang atau mindset bahwa bekerja sebagai suatu hal yang dinikmati dan fokus terhadap apa yang bisa dikontrol seperti tugas yang diberikan dan bukan terhadap hasil akhir yang akan diselesaikan. Dengan begitu, kecemasan dan stres akan jauh berkurang. Selain itu, akan lebih baik jika pekerja dapat mengimbangi tekanan dengan kegiatan lain yang dapat meringankan beban pekerjaan. Sebagai contoh, dalam seminggu sebaiknya mereka melakukan kegiatan olahraga atau istirahat di akhir pekan. Hal tersebut dapat membantu untuk menjernihkan pikiran dan dapat mengembalikan energi dalam tubuh. Lalu, akan lebih baik juga jika diimbangi dengan kegiatan spiritual seperti rutin dalam melaksanakan ibadah sebagai bentuk penguatan karakter dalam diri.
ADVERTISEMENT
Jadi, kerja di bawah tekanan bisa menjadi baik ataupun buruk. Tergantung pada bagaimana pekerja memperhatikan dampaknya terhadap diri sendiri. Ada baiknya jika pekerja lebih mengutamakan kesehatan. Bagaimanapun, kesehatan memang paling penting karena dalam keadaan sehat bisa bekerja, sedangkan sakit akan membutuhkan biaya.