Komedi Politik

Helenerius Ajo Leda
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan, STPM Santa Ursula Ende
Konten dari Pengguna
9 Maret 2024 7:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helenerius Ajo Leda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tertawa karena mendengarkan humor. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tertawa karena mendengarkan humor. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Politik sering kali tak berbeda dengan panggung pertunjukan, tempat para politisi bermain peran dan menampilkan adegan kekuasaan. Seperti halnya dalam sebuah drama, panggung politik memiliki berbagai elemen seperti intrik, konflik, kompromi, kekonyolan dan olok-olok.
ADVERTISEMENT
Panggung pemilu 2024, penuh dengan dramatisasi dan kekonyolan, menawarkan gambaran yang jelas dari politik sebagai genre pentas komedi, yang diselimuti dengan drama dari yang lucu hingga absurd.
Model kelucuan tingkat dewa dalam panggung pemilu kali ini menjadi arena pertunjukan yang mengocok perut. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memilih Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden (cawapres), ketidaknetralan aparat, keberpihakan dan cawe-cawe sang bokap, serta strategi komedi dari capres tertentu yang berhasil menghibur dan memikat penonton.
Momen komedi awal adalah keputusan MK yang memilih Gibran Rakabuming sebagai cawapres. Meskipun banyak yang meragukan kecakapan politik Gibran, terutama karena hubungan anak-bapak dengan presiden Joko Widodo, keputusan MK ini dilihat sebagai dagelan politik.
ADVERTISEMENT
Gibran, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pengusaha muda daripada politikus berpengalaman, secara mengejutkan diberikan lampu hijau untuk berpartisipasi dalam pertarungan politik tingkat nasional.
Keputusan ini mengundang tawa dan kritik dari berbagai pihak, menunjukkan betapa panggung politik pemilu kali ini disesaki dengan unsur komedi yang menggelitik.
Komedi politik lain berupa ketidaknetralan pejabat negara dan keberpihakan terhadap salah satu kandidat. Pejabat negara yang seharusnya netral dalam proses pemilihan umum, ternyata terlihat memihak salah satu kandidat.
Tindakan-tindakan yang terkesan sebagai upaya untuk mendukung kandidat tertentu, baik secara terang-terangan maupun terselubung, menjadi bahan candaan dan sindiran dalam panggung politik ini.
Tidak ketinggalan, strategi komedi dari beberapa capres juga menjadi daya tarik tersendiri dalam pertunjukan politik ini. Salah satu strategi yang mencuri perhatian adalah joget gemoy, yang viral di media sosial.
ADVERTISEMENT
Strategi ini berhasil menghibur dan memikat penonton, meskipun pada saat yang sama perdebatan tentang substansi politik yang seharusnya menjadi fokus utama luput dari arena debat.
Melalui berbagai adegan dan peristiwa yang menggelitik, panggung pemilu 2024 memperlihatkan betapa politik menjadi genre komedi yang mengelikan, terutama kampanye hitam oleh buzzer politik.
Di platform-platform digital seperti Instagram, Twitter, dan YouTube, buzzer politik mengaburkan batas antara fakta dan fitnah, antara politik hiburan dan politik kambing hitam.
Skenario komedi kian dramatis pasca pilperes, polemik kotak angket. Saling jegal kotak angket menjadi babak seru dalam komedi politik Indonesia. Kerja sama antagonis antar partai dan anggota parlemen sebagai teater, demi karier politik, gengsi, dan rezeki.
Panggung drama politik yang menarik, menyulut gejolak politik yang kemudian residunya bertemu gejolak ekonomi di tengah krisis iklim yang memburuk, dan lonjakan harga beras serta kebutuhan pokok lainnya, luput dari perhatian dan debat politik.
ADVERTISEMENT
Berharap pada niat dan janji manis para "komedian politik", berbagai adegan dan peristiwa politik yang menggelitik tidaklah salah ucapan Marx, "sejarah selalu berulang pada dirinya sendiri, pertama sebagai tragedi, kemudian menjadi lelucon."
Demikian kata seorang profesor; "pemilihan umum akan membawa perubahan dalam karier politik pemenangnya, serta pengaruh terhadap gengsi, rezeki, gizi dan upeti bagi keluarga, teman, dan kerabat terdekatnya. Namun, bagi mayoritas warga, situasinya tetap sama seperti sebelumnya, tanpa perubahan signifikan yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari".
Bila yang terjadi hari ini adalah tragedi. Yang berikutnya, jika terulang lagi, adalah lelucon.