Naiknya Suhu Bumi, Naik Pula Harga Beras

Helenerius Ajo Leda
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan, STPM Santa Ursula Ende
Konten dari Pengguna
23 Februari 2024 13:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helenerius Ajo Leda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sawah kekeringan Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sawah kekeringan Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selama liburan semester ganjil pada periode Desember 2023 hingga Januari 2024, saya memilih untuk menghabiskan masa liburan dengan membantu Bapak di kampung menyemai pembenihan bibit padi. Meskipun bukan ahli ilmu pertanian, setidaknya saya sedikit memahami secuil taktik proses menyemai pembenihan bibit padi. Pasalnya, sebelum berkiprah di dunia "perkampusan" yang saya tekuni sekarang ini, lelah, letih, dan lesu bersawah dan berladang sudah saya rasakan.
ADVERTISEMENT
Proses menyemai pembenihan bibit padi setidaknya melibatkan berbagai tahapan, mulai dari persiapan lahan (untuk area pembibitan) hingga penanaman bibit-bibit padi area yang telah disiapkan. Kurang lebih seperti itu, yang saya coba susun kembali dari ingatan memori.
Namun, curah hujan yang rendah pada bulan Desember-Januari telah menjadi hambatan utama dalam proses ini. Dalam waktu satu bulan, hanya terjadi dua sampai tiga kali hujan, tentu curah hujan tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan optimal bibit tanaman padi.
Kondisi ini tidak hanya terjadi pada lahan kami, tetapi juga dirasakan oleh petani lain di kampung, bahkan menurut surat kabar, hampir sebagian besar di Indonesia, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalaminya.

Krisis Iklim Hingga Krisis Pangan

Suhu bumi mengalami kenaikan rat-rata mencapai 1,5 derajat Celsius. Proyeksi menunjukkan kemungkinan lonjakan suhu yang lebih tinggi dalam beberapa minggu atau bulan mendatang di tahun 2024 (Kompas, 2023). Ini berarti peningkatan suhu global menyebabkan terjadinya peristiwa cuaca ekstrem seperti kekeringan, akan lebih sering terjadi dan lebih intens ke depannya. Dampak dari perubahan iklim dirasakan secara langsung oleh petani.
ADVERTISEMENT
Naiknya suhu bumi mempengaruhi keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya alam yang menjadi dasar bagi produksi pangan. Perubahan suhu dan curah hujan yang ekstrem mengganggu pola musim tanam dan panen, menyebabkan ketidakpastian dalam produksi pangan.
Hal ini menyulitkan para petani untuk merencanakan tanamannya secara optimal dan mengakibatkan penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen. Hal ini tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi petani, tetapi juga berdampak pada ketersediaan beras di pasar.
Ketersediaan beras yang semakin berkurang, harga beras pun terus melambung. Di pasar, harga beras mencapai 15.000/kg, sulit dijangkau oleh masyarakat yang kurang mampu. Kenaikan harga beras ini juga kemudian berdampak pada krisis dan kerawanan pangan, terutama bagi mereka yang bergantung pada beras sebagai sumber utama karbohidrat.
ADVERTISEMENT

Langkah Adaptasi dan Perlindungan

Menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah adaptasi yang dapat dilakukan oleh petani dan pemerintah. Pertama, petani perlu meningkatkan kesiapan dalam menghadapi perubahan iklim. Hal ini bisa dilakukan melalui penerapan praktik-praktik pertanian berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan, seperti penggunaan varietas padi yang lebih tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan, serta pengelolaan air yang lebih efisien.
Kedua, pemerintah perlu memberikan dukungan yang lebih besar kepada petani dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Ini termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur irigasi yang memadai, akses terhadap teknologi pertanian yang inovatif, serta program bantuan subsidi untuk mengatasi kerugian akibat gagal panen.
Ketiga, pemerintah dan masyarakat perlu mendorong dan mengembangkan diversifikasi tanaman pangan, khususnya pangan lokal, sehingga petani tidak terlalu bergantung pada tanaman padi saja. Tanaman pangan lokal seperti ubi, jagung, sorgum dan kacang-kacangan memiliki kemampuan bertahan pada kondisi cuaca yang ekstrem. Selain itu, beragam jenis pangan lokal tersebut memiliki nilai nutrisi dan kandungan karbohidratnya justru lebih baik dibandingkan dengan beras (Kompas, 21 Februari 2024).
ADVERTISEMENT
Keempat, penanggulangan perubahan iklim juga memerlukan tindakan mitigasi yang lebih serius. Diperlukan upaya bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, yang menjadi salah satu penyebab utama dari perubahan iklim global. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, meningkatkan penggunaan energi terbarukan, serta melindungi dan mengembangkan hutan dan lahan basah sebagai penyerap karbon alami.
Dengan mengambil langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang tepat, diharapkan kita dapat mengurangi dampak perubahan iklim terhadap pertanian dan ketersediaan pangan. Hal ini akan membantu memastikan keberlanjutan sistem pangan dan kesejahteraan petani, serta menjaga harga beras tetap terjangkau bagi masyarakat.
Namun, upaya ini juga memerlukan komitmen bersama dari seluruh pihak, baik dari petani, pemerintah, maupun masyarakat luas. Karena, naiknya suhu bumi tidak hanya berdampak pada pertanian dan harga beras, tetapi juga pada masa depan kesejahteraan kita semua.
ADVERTISEMENT