Post Election Syndrom dan Perawatan Kesehatan Mental Bagi Caleg Gagal

Helenerius Ajo Leda
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan, STPM Santa Ursula Ende
Konten dari Pengguna
18 Februari 2024 12:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helenerius Ajo Leda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penderita sakit jiwa. Sumber Gambar: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penderita sakit jiwa. Sumber Gambar: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pasca pemilu 14 Februari 2024, Kementrian Kesehatan Ri (Kemenkes) telah menyiapkan pertolongan luka psikologis bagi yang galeg gagal pemilu, berupa jasa konsultasi dan terapi psikologi. Sementara di beberapa daerah di Indonsia juga melakukan hal serupa, semisalnya di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi Makassar telah menyiapkan sebanyak hampir 100 kamar untuk menampung calon anggota legislatif yang gagal dalam kontestasi (kompas.com, 2024).
ADVERTISEMENT
Langkah Kemenkes dan Rumah Sakit ini, merupakan bentuk dari Preventive Maintenance (PM) untuk perawatan mental atau psikologi manusia, yang dalam ilmu psikologi disebut sebagai "Preventive Mental Health Care" atau perawatan kesehatan mental. Konsep ini menekankan pentingnya pemulihan kesehatan mental untuk mencegah masalah mental yang mungkin muncul di masa depan.
Dalam konteks pasca pemilu 2024 yang sengit dan penuh emosi serta menguras energi dan biaya, peserta pemilu (caleg) khususnya yang gagal meraup dukungan pemilih, sering kali mengalami masalah mental dan psikologis. Indikasi masalah mental dan psikologi caleg gagal berupa depresi, stres ringan, sters berat hingga ganguan jiwa, jatuh sakit mendadak, marah/emosional atau bersikap nyeleneh/irasional.
Dalam kajian psikologi politik, sejumlah indikasi masalah mental-psikologis para caleg gagal ini diistilahkan sebagai Post-Election Syndrom (PES) atau sindrom pasca pemilu. Istilah ini mengacu pada pola perilaku dan sikap (mental-psikologis) yang muncul setelah pemilu, di mana beberapa individu atau kelompok cenderung mengadopsi sikap reaktif dan terkadang radikal terhadap hasil pemilu. Pada intinya bahwa Post-Election Syndrom (PES) menggambarkan kondisi mental dan psikologis para caleg atau kandidat yang mengalami gangguan jiwa dan pikiran akibat tekanan politik akibat kekalahan yang dialaminya.
ADVERTISEMENT
Kategori Post-Election Syndrom (PES) atau sindrom pasca pemilu ditunjukkan dalam istilah yang beragam bentuk, diantaranya: Post-Election Stress (PES); Post-Election Depression (PED); Post-Election Stress Syndrome (PESS); Post-Election Loss Syndrome (PELS); Post-Election Depression Syndrome (PEDS); Post Election Traumatic Syndrome (PETS); Post-Election Selection Trauma (PEST); Post-Election Stress Disorder (PESD); Post-Election Stress Syndrome (PESS); Post Election Selection Syndrome (PESS); Post-Election Withdrawl Syndrome (PEWS); Post-Election Stress and Trauma Syndrom (PESTS); Post-Election Traumatic Stress Disorder (PETSD) (reginal.kompas.com).
Makna di Balik Post-Election Syndrom
Politik elektoral merupakan perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Di mata para politisi, kekuasaan adalah hal yang sangat berharga dan karena itu harus direbut dan dipertahankan. Namun demikian, dinamika politik dan pertarungan dalam politik elektoral tidak semudah yang dibayangkan.
ADVERTISEMENT
Setiap petarung akan berkonfrontasi dengan banyak lawan, yang adalah juga petarung yang berambisi menaklukan siapa pun untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan yang sama. Kekuasaan ibarat barang langka yang sangat bernilai, yang ingin selalu dicari, direbut, dan dipertahankan.
Penulis memaknai bahwa, dibalik Post-Election Syndrom (PES) dipahami sebagai kecenderungan untuk bertindak reaksional-emosional tanpa kontrol kesadaran atau rasionalitas, karena terlalu terobsesi untuk berkuasa (the will to power). Obsesi untuk berkuasa dengan menggebu-gebu dan terus menghantuinya, namun tidak berimbang dengan kemampuan untuk menerima kekalahan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, Post-Election Syndrom (PES) adalah penyakit psikologis bagi orang-orang yang haus akan kekuasaan, tetapi gagal menerima kenyataan ketika obsesi mereka terganjal kegagalan dalam pertarungan politik elektoral.
ADVERTISEMENT
Manajemen Psikologi Pasca Pemilu: Preventive Mental Health Care
Sudah sering terjadi, pasca pemilu dan pertarungan politik elektoral, tidak sedikit kandidat yang frustasi, tarumatik, gila, dan bahkan melakukan bunuh diri akibat terserang sindrom ini. Para konstetan politik (caleg) yang gagal, tak mampu menghindari tekanan emosi dan stres. Bahkan, terkanan tersebut dilampiaskan di arena publik dengan berbagai macam cara yang menggelikan dan memprihatinkan.
Untuk itu perlu langkah-langkah preventif dan positif, agar mental dan psikologi para caleg yang gagal tidak terjebak dalam kondisi frustasi, tarumatik, gila, atau melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini bisa dilakukan dengan manajemen psikologi yang biasa dilakukan dengan metode Preventive Mental Health Care.
Bagi caleg yang gagal dalam pemilu, metode ini bertujuan untuk mengatasi dampak psikologis dari kegagalan dan memfasilitasi pemulihan metal-psikis yang sehat dan konstruktif. Dengan dukungan publik, keluarga dan teman yang tepat, para caleg yang gagal dapat memperkuat ketahanan mental dan dapat mengambil tindakan konstruktif untuk mencegah timbulnya kondisi yang lebih serius.
ADVERTISEMENT
Menurut penulis, setidaknya medote ini dapat dilakukan dengan beberapa langkah yang dapat diambil, misalnya melakukan validasi emosi dan konseling, membangun pemahaman tentang kegagalan sebagai bagian dari proses politik, membangun refleksi dan pembelajaran, dukungan sosial dari masyarakat, keluarga atau teman, pengembangan strategi pengelolaan stres, dan evaluasi kesehatan mental secara teratur. Setidaknya langkah ini menjadi kunci dalam merawat kesehatan mental dan psikis.
Dengan demikian, melalui Preventive Mental Health Care bagi caleg yang gagal dalam pemilu sebagai pendekatan penting untuk membantu mereka mengatasi stres, kekecewaan, dan potensi masalah kesehatan mental lainnya yang dapat timbul akibat pengalaman kegagalan. Dengan dukungan yang tepat dan pendekatan yang baik, mereka dapat memperkuat ketahanan mental yang lebih baik.
ADVERTISEMENT