Konten dari Pengguna

Menimbang UU Keterbukaan Informasi Publik dalam Kontroversi Ijazah Jokowi

Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator
Ketua Dewas YLBH Catur Bhakti KBPII / Pemerhati GRC / Profesional Mediator / Penulis / Waka KI Pusat RI 2017-2022
21 April 2025 11:37 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Ijazah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Ijazah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Disclaimer: Seluruh analisis dalam tulisan ini murni disusun berdasarkan kerangka hukum keterbukaan informasi publik dan tidak dimaksudkan untuk membela atau menyerang individu atau pihak mana pun.
ADVERTISEMENT
Entah kenapa, saat ini masih ada sekelompok orang yang mempersoalkan keaslian ijazah S1 mantan Presiden Jokowi.
Tulisan ini membahas perihal tersebut dari perspektif rezim keterbukaan informasi publik yang dianut oleh Indonesia sekarang.
Rezim keterbukaan informasi berlaku sejak disahkannya Pasal 28F Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) pada tahun 2000. Dan berlaku secara operasional sejak Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) diundangkan tanggal 30 April 2008.

Informasi Sebagai HAM, Hak Konstitusional, dan Hak Hukum Warga Negara

Pertama. Informasi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM)
Secara internasional, hak atas informasi diatur dalam Pasal 19 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan diterima oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas." (Website Komnas HAM RI).
Norma ini memberi landasan kuat bahwa hak atas informasi merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Artinya hak atas informasi merupakan hak yang dimiliki oleh seseorang karena kelahirannya, sehingga tidak boleh dilanggar sedikit pun oleh siapa pun, bahkan atas nama Undang-Undang dan Konstitusi sekalipun.
Kedua. Informasi sebagai Hak Konstitusional Warga Negara
Pasal 28F UUD NRI 1945 sebagai payung konstitusional keterbukaan informasi publik berbunyi:
"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
ADVERTISEMENT
Hal ini menegaskan bahwa hak atas informasi juga merupakan hak konstitusional yang dilindungi oleh UUD NRI 1945.
Implikasinya adalah tidak dibenarkan ada norma hukum di bawah Konstitusi yang boleh mengurangi, apalagi menghilangkan, hak atas informasi.
Pengecualian hanya dapat dilakukan jika demi melindungi kepentingan warga negara yang lebih besar, dengan syarat mutlak informasi yang dikecualikan itu tetap dapat diuji oleh warga negara melalui lembaga peradilan.
Ketentuan norma Konstitusi di atas, pada saat bersamaan, sekaligus memberi kewajiban konstitusional kepada negara dan penyelenggara negara untuk mengelola informasi publik agar sesuai dengan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik dan pelayanan atas hak konstitusional warga negara.
Ketiga. Informasi Sebagai Hak Hukum Warga Negara
Menindaklanjuti norma Pasal 28F UUD NRI 1945, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan dan mengundangkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta aturan turunannya.
ADVERTISEMENT
UU KIP tersebut menjadi landasan yuridis tentang hak hukum warga negara Indonesia atas informasi publik. Dan melalui UU yang sama, Komisi Informasi diberi tugas dan wewenang untuk menjalankannya.

Makna Hak Publik atas Informasi Publik Menurut Rezim Keterbukaan Informasi Publik

Jika sebelumnya rezim pengelolaan informasi publik adalah segala informasi bersifat tertutup kecuali yang dikecualikan dari tertutup, maka rezim saat ini adalah segala informasi bersifat terbuka dan dapat diakses publik seluas-luasnya kecuali yang dinyatakan dengan tegas dikecualikan dari terbuka.
Selain itu, UU KIP juga telah mendefinisikan dengan jelas siapa itu publik, apa itu informasi publik, di mana informasi publik itu terdapat, apa itu Badan Publik, bagaimana publik bisa mendapatkan informasi publik, dan dalam wujud seperti apa informasi publik diperoleh publik.
ADVERTISEMENT
Pertama. Siapa Publik.
UU KIP mendefinisikan publik sebagai orang per orang warga negara Indonesia, atau sekelompok warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia, atau Badan Publik menurut UU KIP (Pasal 1 Angka 10 dan 12 UU KIP).
Mereka inilah yang memiliki hak hukum untuk mengakses informasi publik yang berada dalam penguasaan Badan Publik.
Kedua. Informasi Publik dan Di mana Informasi Publik Terdapat.
Pasal 1 Angka 2 UU KIP mendefinisikan Informasi Publik sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan UU ini serta informasi lain yang berhubungan dengan kepentingan publik.
ADVERTISEMENT
Kata kunci dari ketentuan ini adalah informasi yang berada dalam penguasaan Badan Publik, bukan informasi yang berada dalam penguasaan dan milik perorangan.
Ketiga. Badan Publik.
Pasal 1 Angka 3 UU KIP mendefinisikan Badan Publik sebagai lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri. Sementara Pasal 14 dan 15 menyatakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Partai Politik termasuk dalam kategori Badan Publik .
Bagaimana dengan Presiden? Menurut hukum, Presiden tidak saja merujuk kepada orang yang menjabat sebagai Presiden namun juga merujuk kepada Lembaga Kepresidenan sebagai bagian cabang kekuasaan eksekutif. Sehingga dengan demikian Presiden yang sedang menjabat melekat pada dirinya status sebagai Badan Publik.
ADVERTISEMENT
Namun tidak ada ketentuan dalam UU KIP maupun UU lain, bahkan UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa para mantan Presiden masih terikat dengan lembaga Kepresidenan. Hal ini menegaskan bahwa setelah seseorang melepas jabatan sebagai Presiden maka yang melekat padanya hanya status sebagai warga negara biasa dengan segala implikasi hukumnya.
Salah satu implikasi hukum itu adalah mantan Presiden tidak bisa lagi dikualifikasikan sebagai Badan Publik menurut rezim keterbukaan informasi publik.
Keempat. Bagaimana Publik mendapatkan Informasi Publik.
Publik hanya bisa mendapatkan informasi publik yang ada di Badan Publik melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Badan Publik tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki SLIP) dan Perki tentang Penyelesaian Sengketa Informasi.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa mekanisme untuk mendapatkan informasi publik:
1. Mengakses melalui media Badan Publik.
Informasi yang diklasifikasikan sebagai informasi berkala dan serta merta, maka publik dapat mengaksesnya kapan saja melalui media yang disediakan Badan Publik, seperti website, media sosial, dan sebagainya.
2. Mengajukan Permohonan Melalui PPID Badan Publik
Pengajuan permohonan informasi publik melalui PPID Badan Publik dilakukan terhadap informasi yang belum diklasifikasikan oleh PPID Badan Publik, Informasi Tersedia Setiap Saat, dan Informasi Dikecualikan.
Jika permohonan tidak dikabulkan PPID atau dikabulkan namun pemohon tidak puas maka pemohon dapat mengajukan keberatan kepada Atasan PPID Badan Publik.
Jika tidak dikabulkan juga oleh Atasan PPID, maka pemohon informasi dapat mengajukan Sengketa Informasi kepada Komisi Informasi pada semua tingkatan sesuai kewenangan relatif masing-masing Komisi Informasi.
ADVERTISEMENT
Begitu seterusnya, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengajukan Gugatan Keberatan atas Putusan Komisi Informasi, bahkan bisa sampai Kasasi ke Mahkamah Agung yang putusannya bersifat final, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang wajib dilaksanakan oleh Badan Publik.
Penolakan melaksanakan Putusan inkrah akan berimplikasi pidana dan perdata terhadap pejabat Badan Publik tersebut sebagai delik aduan.
Sebagai catatan, Komisi Informasi tidak memiliki kewenangan hukum untuk memeriksa dan memutus sengketa informasi jika Termohonnya bukan Badan Publik, semisal perorangan.
Kelima. Bentuk Informasi yang Diperoleh Pemohon
Bentuk informasi yang akan diperoleh pemohon sepenuhnya tergantung kebijakan Badan Publik atau tergantung amar putusan inkrah Sengketa Informasi, di antaranya:
1. Fotokopi. Pemohon mendapatkan salinan dokumen yang menyimpan informasi;
ADVERTISEMENT
2. Kutipan. Pemohon mendapat kutipan informasi yang dikutip dari aslinya dan diberi otorisasi oleh pejabat berwenang. Dokumen ini memiliki kekuatan pembuktian di pengadilan dan berstatus sebagai Akta Otentik yang dianggap benar isinya sampai dibuktikan sebaliknya melalui proses peradilan.
3. Hanya Memperlihatkan. Pemenuhan hak publik atas informasi juga dapat dilakukan dengan hanya memperlihatkan informasi yang dimohon. Seperti izin melihat informasi sensitif untuk kepentingan akademik.

Pemohon Informasi Bukanlah Penyelidik Apalagi Penyidik

Pemohon informasi bukanlah Penyelidik maupun Penyidik. Pemohon informasi tidak memiliki kewenangan hukum untuk menilai apakah informasi yang diberikan Badan Publik benar atau tidak benar lalu memprosesnya melalui mekanisme UU KIP.
Sepanjang Badan Publik sudah memberikan informasi, baik melalui permohonan biasa maupun melalui sengketa informasi, baik dengan memberikan salinan dan/atau kutipan yang telah diberi otorisasi maupun dengan memperlihatkan, maka informasi tersebut haruslah dipandang benar dan memiliki kekuatan pembuktian.
ADVERTISEMENT
Jika pemohon berpendapat bahwa informasi yang diberikan ternyata tidak benar maka hal demikian sudah masuk ranah pidana dan bukan lagi menjadi ranah rezim keterbukaan informasi publik untuk memprosesnya.

Informasi Keaslian Ijazah Presiden dan Mantan Presiden

Pertama. Ijazah Presiden

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, Presiden yang sedang menjabat merupakan penyelenggara negara dan pimpinan lembaga eksekutif. Presiden juga merupakan kelembagaan negara sehingga dan oleh karena itu merupakan Badan Publik.
Implikasi Presiden sebagai penyelenggara negara dan Badan Publik adalah informasi terkait keaslian ijazah Presiden yang sedang menjabat merupakan informasi publik dan merupakan objek sengketa informasi publik di Komisi Informasi.

Kedua. Ijazah Mantan Presiden

Setelah seseorang tidak lagi menjabat sebagai Presiden maka pada dirinya tidak lagi melekat institusi Kepresidenan dan dia kembali berstatus sebagai warga negara biasa, bukan lagi sebagai penyelenggara negara dan Badan Publik.
ADVERTISEMENT
Implikasinya, mantan Presiden tidak bisa sebagai tempat mengajukan permohonan informasi publik dan juga tidak punya legal standing sebagai Termohon dalam sengketa informasi publik.
Hak publik atas informasi terkait mantan Presiden hanya sebatas informasi yang sudah diserahkan mantan Presiden dan berada dalam penguasaan Badan Publik.

Informasi Keaslian Ijazah Mantan Presiden Jokowi

Jika menggunakan rezim keterbukaan informasi maka informasi keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi, di samping secara sukarela dibuka ke publik oleh yang bersangkutan, hanya dapat didapat publik melalui dua cara:

Pertama. Mengajukan Permohonan Informasi Kepada Badan Publik.

Badan publik yang dimaksud di sini setidaknya ada dua, yaitu:
1. PPID Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menerbitkan ijazah tersebut.
UGM memiliki kewenangan hukum untuk memberikan informasi apakah ijazah S1 yang dimiliki oleh mantan Presiden Jokowi benar diterbitkan oleh UGM atau tidak, karena UGM sudah dapat dipastikan menguasai informasi tersebut walaupun bukan dalam bentuk fisik ijazah asli.
ADVERTISEMENT
2.PPID Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya.
KPU pernah melakukan verifikasi keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi saat yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai Calon Presiden Republik Indonesia tahun 2014 dan 2019 dan Kepala Daerah.
Hal ini berakibat KPU memiliki informasi dan kewenangan untuk memberikan informasi apakah ijazah mantan Presiden Jokowi benar asli sesuai verifikasi tersebut atau tidak.
KPU sebagai lembaga vertikal dengan PPID terpusat maka informasi terkait verifikasi saat mantan Presiden Jokowi mengikuti kontestasi Pemilihan Kepala Daerah juga bisa diajukan melalui PPID KPU RI.

Kedua. Mengajukan Permohonan Sengketa Informasi Kepada Komisi Informasi

Baik UGM maupun KPU adalah Badan Publik karena keduanya merupakan lembaga eksekutif sehingga keduanya juga memiliki legal standing sebagai Termohon dalam sengketa informasi di Komisi Informasi.
Jika UGM dan KPU tidak bersedia memberikan jawaban yang memuaskan maka publik dapat mengajukan sengketa informasi kepada Komisi Informasi terkait informasi keaslian ijazah S1 mantan Presiden Jokowi tersebut.
ADVERTISEMENT
Apa pun putusan inkrah terkait sengketa informasi tersebut, semua pihak wajib tunduk dan menjalankannya, baik memberikan informasi atau menutup informasi.

Bentuk Informasi yang Dapat Diberikan UGM dan KPU

UGM dan KPU jelas tidak memiliki kewenangan untuk menunjukkan ijazah asli mantan Presiden Jokowi kepada publik, baik karena permohonan maupun karena sengketa informasi.
UGM dan KPU sebagai Badan Publik, saat ini, juga tidak memiliki kewenangan untuk menguji keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi secara proaktif karena itu adalah wewenangnya lembaga peradilan. Apalagi publik, jelas tidak punya kewenangan dan hak hukum sama sekali sepanjang menggunakan rezim keterbukaan informasi publik.
Namun UGM dapat memberikan informasi kepada publik berdasarkan dokumen yang dimiliki lembaga tersebut, seperti Surat Keputusan Rektor yang menjadi dasar penerbitan ijazah S1 mantan Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Sementara KPU dapat memberikan informasi berdasarkan Surat Keputusan KPU yang menetapkan hasil verifikasi keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi saat pencalonan, baik sebagai Capres maupun Calon Kepala Daerah.
Atas pemberian informasi itu, baik dengan memberikan salinan maupun kutipan yang telah diberi otorisasi oleh pejabat yang berwenang maka informasi itu harus dipandang benar sampai dapat dibuktikan sebaliknya melalui proses peradilan yang sah.
Tidak ada mekanisme dalam rezim keterbukaan informasi publik untuk mempertanyakan apalagi menolak kebenaran informasi yang diberikan UGM dan KPU setelah putusan inkrah sengketa informasi.
Jika tidak mempercayai kebenaran informasi yang diberikan UGM dan KPU maka mekanisme pengujiannya bukan lagi ranah keterbukaan informasi publik namun sudah di ranah hukum lain, misalnya ranah hukum pidana di peradilan umum.
ADVERTISEMENT

Kewajiban mantan Presiden Jokowi

Saat ini, setelah tidak lagi menjabat Presiden, tidak ada kewajiban hukum mantan Presiden Jokowi untuk memenuhi tuntutan publik terkait informasi keaslian ijazah S1 yang dimilikinya, termasuk sekadar menunjukkan ijazah aslinya sekalipun.
Kalaupun mantan Presiden Jokowi memilih untuk memperlihatkan ijazah aslinya, bahkan memilih untuk membolehkan keaslian ijazahnya diteliti, itu semata karena pertimbangan moral dan wisdom yang bersangkutan semata, bukan kewajiban hukum keterbukaan informasi publik.

Penutup

Pemenuhan hak asasi manusia, hak konstitusional warga negara, dan hak hukum warga negara atas informasi hanya bisa dipenuhi melalui permohonan informasi kepada Badan Publik yang menguasai informasi tersebut  atau melalui permohonan sengketa informasi kepada Komisi Informasi, tidak selain dari pada itu.
ADVERTISEMENT
Termasuk tidak dapat diajukan kepada pribadi mantan pejabat walaupun sebelumnya pada dirinya melekat status sebagai institusi kenegaraan sehingga berstatus Badan Publik, seperti jabatan Presiden.
Informasi keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi hanya dapat diajukan kepada Badan Publik yang menguasai informasi keaslian ijazah tersebut sesuai mekanisme yang diatur UU KIP beserta aturan turunannya, seperti kepada UGM dan KPU. Tidak bisa diajukan langsung kepada pribadi mantan Presiden Jokowi karena hal demikian juga bukan kewajiban hukumnya untuk menjawab sesuai UU KIP.
Ketentuan ini mutatis mutandis berlaku sama kepada semua orang yang pernah memegang jabatan publik kenegaraan setelah tidak lagi menjabat.
Demikian, semoga bermanfaat, terima kasih