Konten dari Pengguna

Travel Bag 'Pembawa Najis' Boleh Masuk Musala?

Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator
Ketua Dewas YLBH Catur Bhakti / Partner Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Waka KI Pusat RI 2017-2022 / Ketua Mapilu-PWI 2003-2013 / Waka Dept. KKU ICMI Pusat / Kabid Hukum PP KBPII 2019-2024 / Penulis / Profesional Mediator / Pemerhati GRC
13 Februari 2025 13:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendra J Kede, ST, SH, MH, GRCE, Mediator tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi koper/travel bag. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi koper/travel bag. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pada Senin, 10 Februari 2025 yang lalu saya agak terburu-buru mengejar seorang pria yang masuk musala khusus laki-laki di Bandara Syamsuddin Noor, Kalimantan Selatan. Pria itu tampaknya sama-sama hendak melaksanakan Salat Zuhur bersama saya setelah kami ambil wudhu.
ADVERTISEMENT
Sekitar seperempat lantai musala dilapisi karpet untuk alas salat, sedangkan sisanya hanya lantai saja tanpa karpet. Saat itu dua saf terdepan sedang dipakai Salat Zuhur berjemaah. Jika musala sedang penuh, posisi pintu masuk akan tepat berada di saf paling belakang.
Pria itu tergesa-gesa masuk, tampaknya ia ingin mengejar agar bisa ikut salat berjemaah. Saya jadi setengah berlari mengejar untuk memberitahu agar dia tidak mendorong travel bag-nya dengan empat roda aktif berjalan di atas lantai musala.
Tapi saya terlambat. Beliau sudah sampai di karpet paling belakang yang kosong jemaah. Menggelindinglah roda-roda travel bag itu di atas karpet alas salat setelah sebelumnya melaju bebas di lantai tak berkarpet.
Saya sampaikan ke beliau agar travel bag-nya diangkat saja, toh ukurannya kecil, hanya seukuran kabin pesawat. Travel bag itu bisa diletakkan di samping, di area yang kira-kira tidak akan dipakai salat.
ADVERTISEMENT
Beliau lalu bertanya, kenapa?
Nah, pertanyaan itulah yang kemudian menginspirasi saya untuk membuat rancangan awal tulisan ini dalam penerbangan Banjarmasin-Jakarta sepulang dari peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2025, tempat saya menjadi Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat dan Panitia Pelaksana Pusat HPN 2025.
Ilustrasi pria muslim sedang salat. Foto: Shutter Stock
Pemikiran saya sederhana saja: bukankah roda travel bag itu sudah menggelinding di atas apa saja bahkan semenjak sebelum masuk ke dalam musala? Bahkan mungkin juga pernah menggelinding di dalam kamar mandi saat bapak tersebut ke kamar mandi sebelum berwudhu.
Apa bedanya roda-roda itu dengan alas kaki berupa sepatu atau sandal yang kita pakai? Tidak ada bedanya secara prinsip menurut saya. Apa saja bisa melekat pada roda-roda itu sebagaimana apa saja bisa melekat pada telapak sandal atau sepatu yang dipakai.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi yang melekat itu sesuatu yang najis, sehingga akan mengotori kesucian tempat yang akan digunakan untuk bersujud kepada Allah SWT dalam salat. Bukankah salat itu harus di tempat yang suci dari najis?
Hal ini tidak hanya terjadi di musala bandara saja, tapi bisa juga di tempat lain yang menyediakan musala atau bahkan masjid. Angkasa Pura, sebagai pengelola bandara; atau pengelola stasiun kereta api dan pengelola terminal bus, bisa menjadikan ini sebagai referensi.
Kementerian Perhubungan sebagai regulator bisa mengeluarkan serangkaian aturan sederhana untuk menjamin kesucian musala sesuai standar syariah yang harus dipatuhi. Hal ini bisa diawali dengan berkonsultasi dulu dengan Kementerian Agama atau MUI.
Pengelola fasilitas-fasilitas publik yang menyediakan musala dan masjid seyogyanya juga memperhatikan hal ini. Toh ini adalah bagian dari kewajiban hukum juga sebagaimana diamanatkan UU Perlindungan Konsumen dan UU Ombudsman.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, edukasi kepada publik yang akan menggunakan musala di fasilitas publik termasuk bandara juga perlu diberikan meski dengan cara sederhana. Misalnya saja dengan menempelkan imbauan dan dalil yang dijadikan dasar travel bag perlu diangkat saat di dalam musala di dinding.
Semoga bermanfaat.