Lemahnya Respon Indonesia dalam Menanggapi Masalah HAM di Xinjiang

Herkendra Ghiffary S
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta
Konten dari Pengguna
9 Desember 2022 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Herkendra Ghiffary S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: Markus Spiske/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: Markus Spiske/Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada bulan Oktober 2022, Indonesia melalui delegasinya menolak untuk menyetujui usulan Amerika Serikat yang berencana untuk mengangkat masalah pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Cina terhadap etnis Uighur di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Penolakan Indonesia ini tentu merupakan suatu hal yang tidak biasa, karena sebelumnya Indonesia dikenal dalam pengambilan sikap tegasnya terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di dunia, seperti pada etnis Rohingya di Myanmar. Namun berbeda pada kasus Uighur, Indonesia cenderung lamban dalam mengambil sikap. Keputusan Indonesia ini juga bertolak belakang dengan sistem politik bebas-aktif yang sudah ditanamkan pada kebijakan luar negeri Indonesia sejak awal kemerdekaan. Lantas apa yang melatar belakangi Indonesia mengambil keputusan untuk tidak mencampuri urusan Cina pada kasus HAM di Uighur?
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, kasus hak asasi manusia terhadap etnis Uighur ini sudah terjadi sejak tahun 2014. Pemerintah Cina dituding melaksakan tindakan yang tidak berasas HAM pada kebijakan yang diterapkan pemerintahnya di Xinjiang. Kebijakan yang diterapkan pada awalnya bertujuan untuk membasmi paham ekstrimis dan separatisme yang berkembang di wilayah tersebut. Namun kenyataannya, pemerintah Cina tidak hanya melakukan pemberatasan ekstrimisme, tetapi juga pada penghapusan etnis Uighur yang dipaksa untuk menjalankan proses asimilasi kultural budaya Han Tiongkok. Pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh Cina ini sudah terlihat melalui banyaknya bukti-bukti dari citra satelit, dokumen-dokumen, dan adanya bukti kekerasan terhadap etnis uighur yang dilakukan oleh aparat keamanan Cina. Selain itu juga dibuktikan dengan adanya pendirian fasilitas-fasilitas pusat pelatihan yang dilindungi oleh undang-undang Cina yang cenderung diciptakan sebagai “kamp konsentrasi”.
ADVERTISEMENT
Dari banyaknya bukti yang tersebar, Indonesia masih belum menunjukkan sikap aktifnya terhadap kasus Uighur ini. Jika dibandingkan dengan masalah serupa yang terjadi di Myanmar, Indonesia dengan agresif mengecam pemerintahan negara tersebut dan berperan aktif pada proses resolusi konflik yang terjadi antara etnis Rohingya dengan pemerintahan Myanmar. Proses resolusi konflik oleh Indonesia ini dapat terlihat dari adanya upaya pemerintah Indonesia untuk mengadakan pertemuan diplomatik dengan pemerintah Myanmar dalam rangka mengungkapkan pentingnya menjaga stabilitas dan penerapan hak asasi manusia di lingkup kawasan. Selain dari usaha diplomatik, Indonesia juga turut andil dalam upaya pengangkatan masalah Rohingya pada forum internasional, serta adanya bantuan kemanusiaan seperti, pembangunan kamp pengungsian, kebutuhan akan kesehatan, dan bahkan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan yang terjadi pada kasus Uighur, Indonesia tidak terlihat melalukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan pada kasus Myanmar. Memang Indonesia mengecam dan melakukan upaya pertemuan diplomatik dengan pemerintah Cina, tetapi tidak menunjukkan adanya peranan aktif lain yang dilakukan. Latar belakang dari sikap tersebut disebabkan oleh keterbatasan Indonesia yang tidak memiliki kehendak untuk mencampuri urusan dalam negeri Cina. Kemudian terkait sikap Indonesia yang menolak untuk mengangkat kasus Uighur pada Dewan Hak Asasi Manusia, dilatar belakangi oleh Indonesia yang tidak ingin adanya politisasi dalam Dewan Hak Asasi Manusia yang dicampuri oleh tujuan yang bersifat rivalitas geopolitik. Jika memang hal tersebut merupakan latar belakang Indonesia untuk tidak melakukan intervensi pada urusan dalam negeri Cina, lalu mengapa pemerintah tidak melakukan hal yang sama terhadap masalah di Myanmar? Terlebih dalam lingkup ASEAN juga terdapat prinsip yang mengikat untuk tidak melakukan intervensi pada urusan dalam negeri para anggotanya.
ADVERTISEMENT
Sikap Indonesia tersebut juga kemudian menimbulkan spekulasi bahwa lambannya respon yang diberikan oleh negara ini dalam menyikapi masalah HAM di Uighur tidak lain disebabkan oleh adanya ketergantungan Indonesia dengan Cina. Kerjasama kedua negara ini juga tergolong sudah terbentuk cukup lama yaitu sudah lebih dari 70 tahun. Selama masa kepemimpinan Jokowi, Cina bahkan menjadi salah satu investor terbesar bagi Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok terhadap pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui program Belt and Road Initiatives-nya. Proyek infrastruktur yang didanai oleh Cina ini dapat dilihat pada beberapa pembangunan seperti, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, pembangunan Jalan Tol Cisundawu, pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Selain itu tidak hanya pada sektor investasi dan pembangunan, kerjasama ini juga terlihat pada sektor kesehatan. Pada masa Pandemi Covid-19, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang sangat bergantung oleh Cina. Ketergantungan Indonesia sangatlah krusial karena untuk memenuhi kebutuhan vaksin yang diproduksi oleh negara tersebut. Pemerintah Cina pun juga membalasnya dengan memberikan komitmen penuh untuk membantu memperkuat pemenuhan vaksin di Indonesia.
Dari beberapa spekulasi tersebut, dapat dilihat bahwa kepentingan Indonesia untuk tidak terlalu mencampuri masalah Uighur ini dikarenakan untuk menjaga hubungan baik dengan Cina yang sudah lama dikenal sebagai salah satu mitra terdekatnya. Akibatnya pemerintah Indonesia tidak bisa leluasa untuk mengecam tindakan Cina yang posisinya lebih berpengaruh untuk Indonesia dibandingkan Myanmar. Pada lingkup ASEAN, Indonesia memang memiliki posisi yang lebih superior sehingga mampu memberikan sikap yang agresif pada negara Myanmar terlepas dari prinsip non-intervensi ASEAN. Namun dalam lingkup Asia, Cina lah yang memegang kekusaan terbesar dibandingkan Indonesia.
ADVERTISEMENT