Konten dari Pengguna

Childfree: Bagaimana Feminisme dan Islam Memandang

Hesty Nuraini
Lulusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Surabaya, bekerja sebagai staff Pusat Bahasa UMSurabaya
20 Mei 2024 9:34 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hesty Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
childfree
zoom-in-whitePerbesar
childfree
ADVERTISEMENT
Ramai dibicarakan tentang childfree, bahwa mengacu pada individu dewasa atau pasangan yang memilih untuk tidak mau memiliki anak, baik secara biologis maupun melalui proses adopsi. Menjalani hidup secara childfree ini tidak ada kaitannya dengan kesehatan fertilitas seseorang, tetapi murni karena pilihan hidup. Banyak masyarakat childfree yang beranggapan bahwa ada harga mahal yang harus dibayar, serta banyak Istilah childfree sering dikaitkan dengan isu feminisme, dimana perempuan yang tidak mengurus anak, memiliki kesempatan besar untuk mengeksplorasi peran sosial di luar keluarga seperti karir dan pendidikan. Menurut Doyle et al, “Berkembangnya jumlah perempuan yang memilih childfree dipicu oleh penemuan alat kontrasepsi yang aman, meningkatnya kesempatan pendidikan, serta merebaknya advokasi kesetaraan gender”. Selain itu, Crawford dan Solliday berpendapat bahwa “Orientasi homoseksual juga memengaruhi keputusan untuk hidup childfree. aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi yang harus dikorbankan dalam parenting”.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari isu feminisme, childfree di Indonesia itu memang lebih mudah digambarkan melalui statistik fertilitas perempuan, yaitu jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan semasa hidupnya. Sejauh ini, belum ada statistik fertilitas laki-laki yang mampu menangkap fenomena tersebut secara reguler. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih dalam dengan melihat kondisi sosial dan dari beberapa sudut pandang.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 1971 Hasil Sensus Penduduk menunjukkan bahwa Total Fertility Rate (TFR) Indonesia terus menurun. TFR merupakan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya, yaitu perempuan dalam rentang usia 15-49 tahun. Artinya, seiring berjalannya waktu, semakin sedikit anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan semasa hidupnya. Selain keputusan untuk memiliki lebih sedikit anak, tren penurunan TFR juga mengindikasikan semakin banyak perempuan yang menunda untuk memiliki buah hati dan bahkan sebagian diantaranya memilih untuk childfree.
ADVERTISEMENT
Dalam datanya, BPS lebih lanjut menerangkan bahwa persentase perempuan childfree di Indonesia cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir. Meskipun prevalensinya sedikit tertekan di awal pandemi Covid-19, namun persentasenya kembali menanjak di tahun-tahun berikutnya. Kebijakan Work From Home (WFH), nampaknya cukup memengaruhi keputusan seseorang untuk memiliki anak. Namun dengan tren kenaikan yang ada, fenomena childfree memang berkontribusi signifikan terhadap penurunan TFR di Indonesia.
Di tahun 2022 saja, ada sekitar 8 orang diketahui memilih hidup childfree diantara 100 perempuan usia produktif yang pernah kawin, namun belum pernah memiliki anak serta tidak sedang menggunakan alat KB. Jumlah ini setara dengan 0,1% perempuan berusia 15-49 tahun. Artinya, dari 1000 perempuan dewasa di Indonesia, satu diantaranya telah memutuskan untuk childfree.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, konsep childfree memang belum sepenuhnya disambut baik oleh masyarakat. Melalui beberapa media sosial, sebagian besar masyarakat memberikan tanggapan negatif tentang pandangan hidup childfree. Opini bernada netral juga tidak kalah signifikan karena masyarakat berpikir bahwa apapun pilihan hidup seeorang harus dihormati, tidak boleh diganggu, apalagi diintervensi. Hanya 8% masyarakat yang memberikan apresiasi positif terhadap paradigma baru ini.
Childfree cenderung dihubungkan dengan norma agama. Masyarakat menunjukkan dengan sangat jelas bahwa mereka sampai menyertakan kata “Tuhan”, “Agama”, “Allah”, dan “egois” dalam pembahasan terkait childfree di media sosial. Secara umum, pengguna media sosial tersebut menganggap bahwa prinsip childfree sangat bertentangan dengan kodrat manusia yang sudah Tuhan tetapkan. Selain itu, penganut childfree adalah orang-orang egois yang hanya memikirkan diri sendiri. Masyarakat yang mendukung childfree pun memiliki pandangan yang cukup masuk akal. Kata “beban” dan “takut” merujuk kepada mereka yang beranggapan bahwa anak dapat menjadi beban ekonomi dan finansial keluarga. Oleh karena itu, masyarakat yang takut tidak mampu membiayai kehidupan atau mengurus anak dengan baik, cenderung memilih untuk childfree.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan dari data BPS, pola kenaikan jumlah perempuan childfree dalam empat tahun terakhir memberikan indikasi bahwa angka ini kemungkinan akan naik di tahun berikutnya. Jika tren ini berlanjut terus menerus, maka Indonesia beresiko kehilangan segmen generasi tertentu dalam piramida penduduk. Dalam jangka pendek, perempuan childfree dapat dikatakan meringankan beban anggaran pemerintah karena subsidi pendidikan dan kesehatan untuk anak menjadi berkurang. Namun dalam jangka panjang, perempuan childfree ini akan menua tanpa keluarga. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah cukup siap memberikan jaminan sosial yang comprehensif untuk mereka.
Dalam pandangan syariat Islam sangat menekankan pentingnya upaya memelihara dan melestarikan sistem perlindungan silsilah (al-nasab dan al-nasl). Beberapa hal urgen dalam pemeliharaan ini adalah pertama, pernikahan dengan persyaratannya. Persatuan umat manusia (lelaki dan perempuan) melalui pernikahan sangat dianjurkan dalam iman Islam. Karena hubungan intim di luar pernikahan tidak diizinkan. Pernikahan adalah satu-satunya cara yang sah bagi seseorang untuk mencari pemenuhan seksual dan juga untuk memiliki anak.
ADVERTISEMENT
Pernikahan adalah landasan utama bagi setiap masyarakat di mana keluarga dibangun dan anak-anak dilahirkan ke dunia. Dengan syarat-syarat terkait, seperti adanya wali bagi mempelai wanita, mahar, kehadiran dua orang saksi laki-laki, dan pengumuman publik.
Kedua, mengakui dan menghormati dari mana seseorang berasal dianggap sangat penting dalam Islam. Pengakuan dan penghormatan ini tampak jelas dan bahkan memiliki implikasi terkait pernikahan, adopsi, dan bagi mereka yang ingin menerima Islam. Tujuannya menjaga garis keluarga tetap jelas dan dengan demikian akan terjauh dari segala fitnah. Implikasi hukum lain adalah bahwa seorang anak yang secara biologis tidak memiliki hubungan darah, maka tidak mendapat bagian dalam warisan dan juga dia tidak otomatis menjadi salah satu mahram anda.
ADVERTISEMENT
Dari penjelasan menurut agama Islam, maka childfree ini perkara yang harus ditinggalkan, karena tidak selaras dengan perintah Allah SWT dan teladan dari Rasulullah SAW. Yang mana harus terus memelihara dan melestarikan sanad keturunan. Dan adanya manusia dibumi secara fitrah sudah mengemban amanah sebagai pemimpin (khalifah), beribadah atau menyembah sang Khaliq dan melestarikan alam seisinya. Jika beberapa orang yang memilih untuk childfree maka kita harus memberikan edukasi, saling menghargai dan menghormati atas pemikiran dan pilihan jalan hidupnya.