Waspada Puncak Hujan, Petani Perlu Mitigasi Risiko Asuransi Pertanian

Hety Sulistiyowati
ASN Kementerian Pertanian
Konten dari Pengguna
27 Desember 2022 15:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hety Sulistiyowati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi lahan sawah kebanjiran, foto: Ritthichai/iStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lahan sawah kebanjiran, foto: Ritthichai/iStock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini perubahan iklim merupakan hal yang tidak dapat dihindari akibat pemanasan global yang berdampak luas terhadap berbagai sendi kehidupan. Perubahan iklim global merupakan isu yang cukup menyita perhatian bagi masyarakat. Dimana dalam kehidupan saat sekarang, begitu nampak adanya perubahan cuaca yang sangat tidak menentu. Jika dikaitkan dengan skala yang lebih luas, perubahan iklim ini berpengaruh pada pergeseran musim di beberapa wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adanya perubahan iklim juga menjadi salah satu ancaman tersendiri bagi sektor kehidupan khususnya pada sektor pertanian, bahkan berpotensi mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan produksi pangan dan sistem produksi pertanian secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan keberhasilan para petani pada umumnya, bergantung pada kondisi cuaca serta kesesuaian iklim yang mendukung. Oleh karena itu, bilamana kondisi cuaca selalu berubah-ubah tanpa dapat diprediksi, kondisi ini tentu akan menghambat keberhasilan para petani dalam upaya menjaga kestabilan serta meningkatkan produksi pangan yang lebih maksimal.
Kondisi hujan yang terus-menerus mengguyur di beberapa wilayah Indonesia juga menuai dampak tersendiri pada sektor pertanian. Seperti yang dialami oleh petani di Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sawah yang sudah ditanami padi seluas 15 hektar rusak akibat diterjang luapan Sungai Cibuni. Kepala UPTD Cijati Pelayanan Pertanian Cijati, Kunkun Kurnia, mengatakan, akibat meluapnya Sungai Cibuni tersebut membuat area pesawahan di sejumlah titik terendam banjir sehingga tanaman padi yang baru berumur sekitar satu bulan dipastikan gagal panen, Rabu (9/11/2022). Kondisi serupa juga dialami oleh petani di Salu Battang, Kecamatan Tellu Wanua, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Senin (10/10/2022) pagi. Sedikitnya 300 hektar tanaman padi siap panen, mengalami kerusakan akibat terendam banjir luapan Sungai Salu Battang. Sebagian petani berupaya menyelamatkan tanaman padi mereka dengan menyiram agar tidak membusuk akibat rendaman lumpur, sementara sebagian masih menunggu air surut.
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim hujan pada tahun 2022/2023 akan datang lebih awal dibandingkan normalnya. Diprakirakan, awal musim hujan di Indonesia akan terjadi di bulan September hingga November 2022 dengan puncak musim penghujan diprakirakan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengimbau seluruh kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah dan stakeholder serta masyarakat untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan memasuki musim hujan lebih awal/maju dibanding normalnya dan wilayah yang diprakirakan akan mengalami musim hujan lebih basah dari normalnya. Utamanya terhadap kemungkinan dampak musim hujan dengan menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan terjadinya bencana, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana banjir.
Perkiraan ini hanyalah fenomena alam yang senantiasa berulang setiap tahunnya. Untuk itu pemerintah lebih waspada dalam melakukan mitigasi risiko berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Harus diakui bahwa perubahan iklim membawa dampak negatif yang semakin signifikan terkait dengan potensi kebencanaan yang semakin meningkat. Mengingat kondisi alam sulit dikendalikan, untuk itu perlu adanya mitigasi risiko bagi petani melalui produk asuransi pertanian.
ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk mitigasi risiko, pemerintah biasanya membentuk tim gugus tugas kendali/task force yang senantiasa siaga menghadapi bencana. Dengan pembentukan task force tersebut, pemerintah berharap agar tingkat kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu besar serta memengaruhi pencapaian target produksi padi maupun komoditas pertanian lainnya. Terkait dengan hal itu, pemerintah mengimbau petani untuk ikut serta dalam program asuransi pertanian yaitu Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) sebagai perlindungan terhadap risiko banjir, kekeringan dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Asuransi Pertanian sangat penting bagi para petani untuk melindungi usahataninya. Asuransi Pertanian merupakan pengalihan risiko yang dapat memberikan ganti rugi akibat kerugian usahatani sehingga keberlangsungan usahatani dapat terjamin. Asuransi Pertanian merupakan bentuk pengelolaan risiko (risk management) dimana kepesertaan petani dalam jumlah banyak menghasilkan dana yang banyak pula untuk cadangan pembayaran ganti-rugi bagi petani yang terkena bencana.
ADVERTISEMENT
Saat ini asuransi pertanian memberikan jaminan yang melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dampak perubahan iklim, dan jenis risiko-risiko lain diatur dengan Peraturan Menteri Pertanian. Hingga saat ini satu-satunya perusahaan asuransi umum yang ditunjuk menjadi penyelenggara asuransi pertanian oleh Kementerian Pertanian (Kementan) adalah PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo). Program AUTP ini dilaksanakan Kementan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Petani, yang telah ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri Pertanian No. 40 Tahun 2015 tentang Fasilitasi Asuransi Pertanian.
Dalam AUTP, petani padi hanya perlu membayar premi sebesar Rp. 36.000,- per ha/musim tanam, dengan subsidi pemerintah Rp. 144.000,- per ha/musim tanam. Jika mengalami musibah baik itu banjir atau kekeringan dan terkena hama penyakit, bisa mendapat penggantian berupa uang sebesar Rp. 6 juta per ha. Sejak pertama kali diluncurkan, AUTP kian mendapatkan tren positif. Mengulik tahun pertama diterbitkannya, realisasi tujuh tahun terakhir (2015 - 2021) menunjukkan tren positif dengan total lahan sawah yang diasuransikan mencapai 3 juta ha dari target 6,4 juta ha atau 48,19%. Hingga November 2022 realisasinya seluas 226.516,88 ha yang sudah terlindungi program AUTP dan Jasindo telah membayar klaim sebesar Rp 4,4 M dengan target lahan yang seluas 382.484,80 ha.
ADVERTISEMENT
Melalui upaya ini, petani dapat mengajukan klaim (tuntutan) untuk memperoleh ganti rugi sehingga mampu melakukan atau melanjutkan kegiatan berusahatani padi karena sudah memiliki modal kerja yang diperolehnya, yakni ganti rugi atas risiko usahatani yang dialaminya. Dengan memanfaatkan produk asuransi pertanian, tantangan kondisi alam dan risiko yang dihadapi petani dapat dimitigasi. Dimana dana klaim yang diterima petani menutupi biaya produksi usahatani dan mampu menyediakan modal untuk musim tanam berikutnya untuk pembelian sarana produksi. Dengan memberikan kepastian usaha kepada petani melalui asuransi pertanian, diharapkan kedaulatan pangan tercapai dan pendapatan petani lebih terjamin.