Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Teka-teki dan Teori Konspirasi Pembunuhan Ismail Haniyeh
5 Agustus 2024 8:15 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Hidayat Doe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kepala Biro Politik Hamas yang berkedudukan di Qatar, Ismail Haniyeh, tewas pada Rabu (31/07) sekitar pukul 02.00 waktu setempat, di Teheran, Iran. Eks pemimpin Hamas yang berkuasa di Gaza pada 2006-2017 itu berkunjung ke Teheran dalam rangka menghadiri acara pelantikan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, Selasa (30/07) sore di Gedung Majelis Permusyawaratan Islam Iran. Haniyeh kabarnya tiba di Iran pada hari itu juga, sebelum prosesi pelantikan presiden Iran dimulai.
ADVERTISEMENT
Nahas, Rabu dini hari, maut menjemputnya di wisma yang ditempati di kompleks Neshat, Teheran Utara. Namun, informasi kematiannya masih misterius. Di laporan awal yang bersumber dari pihak Iran dan dikonfirmasi oleh Hamas bahwa Ismail Haniyeh tewas ditembak dengan senjata jenis proyektil berpemandu udara atau rudal dari jarak yang belum jelas dari mana arahnya. Akibat serangan udara itu, kamar yang ditempatinya hancur dan dinding sebelah jendela bolong. Seorang pengawalnya juga tewas di tempat itu.
Informasi terbaru yang bersumber dari hasil investigasi The New York Times menyebutkan, Haniyeh mati bukan dihantam proyektil, tetapi diledakkan dari jarak jauh dengan bom yang sudah diselundupkan dan ditanam 2 bulan sebelumnya di kamar tidurnya tersebut. Kabar yang berbeda versi itu memunculkan teka teki, bagaimana sebenarnya penyebab kematian petinggi Hamas itu? Dan, siapa pelaku dan dalang utamanya?
Teka teki kematian Ismail Haniyeh ini seperti mengingatkan penulis dengan pro dan kontra peristiwa penabrakan menara kembar World Trade Center (WTC) di New York dan gedung Pentagon di Washington D.C, Amerika Serikat (AS), pada 11 September 2001. Peristiwa Nine Eleven (9/11) tersebut menghentak dunia. Waktu itu dilaporkan secara resmi bahwa WTC dan Pentagon dihancurkan dengan cara ditabrakkan pesawat komersial yang telah dibajak oleh para teroris. Kelompok teroris yang dituding Amerika Serikat saat itu adalah Al-Qaeda yang bermarkas di Afghanistan, dan dipimpin oleh Osama bin Laden.
ADVERTISEMENT
Laporan pembajakan pesawat oleh kelompok teroris tersebut memunculkan keraguan sekaligus tanda tanya atas kebenaran penyebab peristiwa itu. Beberapa pertanyaan menggelitik bermunculan, di antaranya, mengapa penabrakan menara kembar WTC itu bisa runtuh seperti diledakkan secara sengaja dengan bom? Mengapa puing atau bangkai pesawat komersial yang menabrak gedung WTC dan Pentagon tak ditemukan? Mengapa pula gedung di sebelah WTC yang menjadi kantor intelijen AS, Central Intelligence Agency (CIA), berlantai 47 (WTC-7) ikut runtuh padahal tidak ditabrak pesawat?
Bagaimana kelompok teroris bisa berhasil membajak pesawat komersial AS lalu menabrakannya ke gedung yang jadi simbol kebesaran ekonomi dan kekuatan pertahanan Amerika Serikat? Apakah tragedi sebesar itu bisa luput dari pantauan pemerintah AS? Lalu, di mana fungsi kontra intelijen CIA dan pertahanan Pentagon AS yang digdaya itu?
Meskipun pertanyaan-pertanyaan tersebut barangkali sudah dibantah, namun penyebab peristiwa itu masih menyisakan pertanyaan dan keraguan bagi segelintir orang sampai hari ini. Fenomena itu kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan istilah teori konspirasi, yakni suatu penjelasan yang diklaim bahwa sebuah peristiwa atau kejadian penting tertentu disebabkan oleh skenario atau rekayasa beberapa aktor yang bersifat rahasia. Teori konspirasi biasanya muncul dengan kecurigaan-kecurigaan atau tudingan kepada pihak tertentu sebagai pelaku atau paling tidak terlibat dalam peristiwa tersebut.
ADVERTISEMENT
Maka tak heran, jika dalam peristiwa 9/11 di atas memunculkan sebuah teori konspirasi yang berasumsi bahwa serangan terhadap WTC dan Pentagon tidak lepas dari peran pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden George W Bush (rezim Bush). Artinya, jika berdasarkan teori konspirasi tersebut, kelompok teroris yang dianggap sebagai pelaku penabrakan WTC dan Pentagon hanya kambing hitam di balik agenda politik keamanan rezim Bush untuk menginvasi Afghanistan dan Irak.
Teori konspirasi ini sebenarnya bukan teori yang baru muncul di Amerika Serikat di abad ke-21 ini. Sebelumnya, teori konspirasi sudah populer pada era pasca perang dunia kedua, utamanya ketika Presiden Amerika Serikat John F Kennedy tewas ditembak saat melakukan semacam konvoi di atas mobil terbuka, di kota Dallas. Pelaku penembakan adalah bekas anggota Marinir AS bernama Lee Harvey Oswald.
ADVERTISEMENT
Dia tidak sempat diadili, tetapi lebih dulu ditembak mati. Hasil temuan Komisi Penyelidikan Warren menyebutkan bahwa Oswald bertindak sendiri dalam penembakan tersebut. Laporan resmi itu dibantah oleh teori konspirasi bahwa Oswald tidak mungkin menjadi pelaku tunggul. Teori konspirasi yang berkembang saat itu menyebutkan bahwa CIA, mafia, dan pemerintah asing terlibat dalam upaya pembunuhan politik John F Kennedy.
Teori konspirasi tersebut menurut penulis bisa benar dan bisa salah, tergantung konteks dan bukti-bukti argumen yang dikemukakan oleh teori konspirasi itu dalam menjelaskan suatu peristiwa penting. Kekuatan teori ini terletak pada faktor bahwa sebuah kejadian selalu tidak berdiri sendiri, tetapi ada keterlibatan pihak, aktor, dan jaringan tertentu. Keterlibatan aktor dan pihak lain dalam suatu peristiwa memang tidak bisa dinafikan. Apalagi untuk suatu misi tertentu dalam dunia politik, jaringan itu menjadi semacam keharusan.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk misi rahasia memang mesti hati-hati dalam bekerja sama, sehingga hal itu tergantung aktor utamanya dengan siapa bekerja sama untuk menjalankan misi rahasia. Kelemahan teori ini terlalu bertendesi dan berapriori terhadap suatu peristiwa. Teori ini juga terkesan hendak menuding langsung pihak tertentu sebelum ada bukti kuat, khususnya kepada penguasa atau kekuatan dominan dalam konteks peristiwa itu.
Pembunuhan Ismail Haniyeh bisa dibaca dengan teori konspirasi. Apalagi peristiwa tersebut memunculkan dua laporan yang berbeda dan jadi teka teki mana yang benar dan salah. Karena itu, penjelasan pembunuhan Haniyeh tidak bisa dilepaskan dari teori konspirasi. Sebagaimana kejadian penabrakan gedung WTC/Pentagon dan pembunuhan John F Kennedy di atas, pembunuhan Ismail Haniyeh bisa saja ada konspirasi yang melibatkan beberapa aktor berbeda, semisal ada aktor utama, aktor menengah/penghubung, dan aktor lapangan. Hanya saja, sampai saat ini aktor di balik upaya pembunuhan itu masih seperti kotak pandora, belum terjawab secara pasti dan benar siapa dalang atau mastermind dari upaya pembunuhan politik itu.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, Iran dan Hamas telah menuding rezim Israel (Zionis) sebagai pelaku di balik serangan pembunuhan Ismail Haniyeh tersebut. Tudingan itu wajar dan rasional karena Israel adalah negara yang ingin membumi hanguskan Hamas, dan salah satu figur penting yang ada di tubuh Hamas adalah Ismail Haniyeh. Namun, apakah Israel adalah pelaku tunggal dari serangan misterius tersebut? Dan, bagaimana Israel menjalankan misi pembunuhan tersebut di “halaman rumah” Iran?
Jika merujuk pada informasi versi kedua bahwa pembunuhan Ismail Haniyeh terbunuh karena ledakan bom yang ditanam 2 bulan sebelumnya, seperti yang dilaporkan oleh The New York Times, maka ada dugaan upaya pembunuhan itu melibatkan jaringan aktor dalam, khususnya pihak Garda Revolusi Iran (IRGC). Keterlibatan orang dalam, bila didasarkan pada teori konspirasi, bisa masuk akal, karena kejadian pembunuhan itu terjadi di Wisma Neshat yang dikelola oleh Garda Revolusi Iran. Penyelundupan bom di Wisma Neshat yang dimaksudkan untuk membunuh Haniyeh hampir sulit jika tak melibatkan jaringan orang dalam. Sehingga, dalam menjalankan misinya, semisal Israel aktor utama, pihaknya merekrut aktor dalam tersebut.
ADVERTISEMENT
Semacam itulah teori konspirasi, yang berasumsi seperti tuduhan Iran atau Hamas, dalang utama pembunuhan Ismail Haniyeh adalah Israel, namun untuk menjalankan misinya, besar kemungkinan melibatkan orang dalam Iran itu sendiri yang telah direkrut atau ditundukkan oleh Israel.
Teori konspirasi ini bisa menguat menjadi kebenaran atau melemah hanya jadi desas desus atau tuduhan belaka, tergantung informasi yang berkembang nanti. Jika laporan pembunuhan Ismail Haniyeh versi The New York Times di atas dikuatkan oleh data-data terbaru, maka teori konspirasi itu makin kuat menemukan kebenarannya. Tapi bila sebaliknya, tidak ada data dan bukti yang mendukung, maka teori konspirasi tinggal tuduhan dan rumor belaka yang tidak relevan untuk menjelaskan peristiwa pembunuhan Ismail Haniyeh itu.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, berangkat dari teka teki awal yang mewarnai kasus ini, kehadiran teori konspirasi tidak bisa dinafikan. Konspirasi akan terus menyertai cerita pembunuhan Ismail Haniyeh, seperti peristiwa peledakan menara kembar WTC dan Pentagon sejak 23 tahun silam hingga sekarang.