Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kisah Ibnu Hajar Al-Asqalani: Santri yang Tak Cukup Pandai Jadi Ulama Besar
19 Desember 2020 15:25 WIB
Tulisan dari Hijab Lifestyle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Madrasah, perpustakaan, dan halaqah ilmu memasuki masa kejayaan pada akhir abad kedelapan dan pertengahan abad kesembilan hijriah. Meskipun adanya guncangan sosial politik pada abad tersebut, para penguasa saat itu memberikan perhatian besar demi berkembangnya madrasah-madrasah dan perpustakaan. Tak lupa, mereka juga memberikan motivasi dan dukungan kepada para ulama dengan jabatan.
ADVERTISEMENT
Berkembangan madrasah pada saat itu pula, membuat nama seorang ulama Ibnu Hajar Al-Asqalani populer. Walaupun pada masa sekolahnya ia dikenal tidak cukup pandai. Akan tetapi, bakat dan kesungguhannya dalam belajar mampu membuat beliau menjadi ulama besar pada masanya.
Sebagaimana dilansir dari berbagai sumber, Ibnu Hajar Al-Asqalani memiliki nama lengkap Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Kinani Al-Asqalani.
Beliau lahir pada 12 Syaban tahun 773 hijriah. Mengenai tempat kelahirannya, ada banyak perbedana pendapat, seperti di Kota Asqalan, Palestina, dan Mesir. Ibnu Hajar Al-Asqalani tumbuh dan besar sebagai anak yatim piatu. Ayahnya sudah meninggal ketika ia berusia 4 tahun dan ibunya pada saat Ibnu Hajar Al-Asqalani balita. Sejak ditinggal kedua orangtuanya, beliau diasuh oleh kakak tertuanya, Az-Zaki Al-Kharubi.
ADVERTISEMENT
Meski tumbuh sebagai anak yatim piatu, Ibnu Hajar Al-Asqalani sukses dan populer sebagai seorang ulama. Karyanya yang berjudul Fath al-Bari atau Kemenangan Sang Pencipta merupakan syarah (penjelas atau komentar) atas kitab sahihnya Imam Bukhari. Bahkan banyak pula ulama yang sepakat sebagai kitab penjelasan yang paling detail yang pernah dibuat.
Ibnu Hajar telah banyak berkelana menimba banyak ilmu di berbagai tempat. Namun, ia belum pernah merasa cukup dengan ilmu yang diperoleh. Hingga pada akhirnya, ketika ia sudah mendapatkan berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dirasa cukup, Ibnu Hajar kembali ke Mesir dan menetap sampai akhir hayat.
Selama menetap di sana, Ibnu Hajar tercatat pernah menjadi qadi atau hakim yang menganut mazhab Syafii selama 21 tahun.
ADVERTISEMENT
Lalu, pada 852 hijriah tepatnya saat malam Sabtu 28 Zulhijjah, Allah SWT mengambil roh dari jasadnya. Para sahabat dan orang yang mengenal beliau merasakan kehilangan yang cukup dalam. Bahkan, mereka menganggap hari itu merupakan musibah besar.
Itulah sedikit kisah dari Ibnu Hajar Al-Asqalani yang tumbuh dan besar menjadi ulama terpandang meski saat jadi santri beliau tidak cukup pandai.