Konten Media Partner

Mengenang Peristiwa Bom 9 yang Menghancurkan Sejumlah Kota di Kalbar

19 Desember 2019 13:20 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diorama Pontianak dibimbardir Nippon Taikoku, Jumat 19 Desember 1941. Foto: Dok. Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Diorama Pontianak dibimbardir Nippon Taikoku, Jumat 19 Desember 1941. Foto: Dok. Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Tanggal 19 Desember 1941, 78 tahun lalu, terjadi peristiwa pengeboman udara mengejutkan penduduk Pontianak, Jumat pada pukul 11.00 WIB. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Peristiwa Nahas Kapal Terbang Sembilan. Ada juga yang mengingatnya sebagai Peristiwa Bom Sembilan.
ADVERTISEMENT
Syafaruddin Usman, Sejarawan Kalimantan Barat, mengatakan pada 78 tahun silam, sembilan pesawat udara secara bertubi-tubi menjatuhkan bom api dan bom pencar di kota Pontianak dan beberapa kota di Kalimantan Barat.
“Memberondong pusat kota, menewaskan kira-kira 1.500 penduduk sipil dan melukai banyak orang lainnya. Diantara para korban terdapat anak-anak Tionghoa dari sebuah sekolah misionaris yang keluar kelas untuk menonton pesawat-pesawat itu, tanpa menyangka akan diserang. Pemboman berikutnya menimpa kota-kota lain, Singkawang, Mempawah dan kemudian juga lapangan terbang di Sanggau Ledo,” kata Syafaruddin, Kamis (19/12).
Pada saat itu, satu-satunya batalion tentara Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) Tentara Hindia Kerajaan Belanda dan pemerintah sipil sudah tidak mendapat dukungan sama sekali dari Belanda sejak pendudukan oleh Jerman pada Mei 1940. Para penduduk setempat tidak memberikan dukungan untuk melawan Jepang, kecuali sejumlah orang Tionghoa dan sebagian kecil lainnya. Banyak dari masyarakat yang memandang Jepang sebagai ‘Sang Pembebas’.
ADVERTISEMENT
Peristiwa kelam yang terjadi di Kalbar. Foto: Dok. Hi!Pontianak
“Dengan hancurnya lapangan terbang, Belanda tidak bisa lagi menghadang pesawat-pesawat musuh. Mereka cuma menggunakan taktik bumi hangus untuk menghindari penggunaan tempat-tempat dan perlengkapan yang penting secara strategis di Pontianak termasuk pabrik-pabrik dan rumah-rumah pengasapan karet, kendaraan bermotor dan bahkan beberapa pasar,” jelas Syafaruddin.
Hal tersebut dilakukan agar kota Pontianak tidak jatuh ke tangan Jepang. Surat tentang kebijakan terhadap orang Tionghoa, kira-kira tahun 1949, dimana Pontianak adalah kota pertama di Hindia yang dibom.
Diorama pembantaian Jepang di Kalimantan Barat. Foto: Dok Hi!Pontianak
Pada 28 Januari 1942 mereka angkat kaki, meninggalkan segala-galanya dalam keadaan hancur terbakar. Tentara Jepang bergerak ke arah Selatan di sepanjang pesisir pantai dan mengambil alih Pontianak pada 2 Februari 1942.
Syafaruddin mengungkapkan, Pontianak lah sesungguhnya sebagai kota paling awal di Indonesia yang diduduki militer Dai Nippon Jepang di masa Perang Dunia II. “Peristiwa nahas ini pun mencapai klimaksnya pada pembantaian satu generasi terbaik Kalimantan Barat, 28 Juni 1944, 3 tahun setelah Pontianak dibombardir. Masa itu dikenang sebagai Peristiwa Mandor dan diingatkan dalam Hari Berkabung Daerah,” tuturnya.
Pintu gerbang Makam Juang Mandor. Foto: Dok.Hi!Pontianak
Diorama perlakuan bala tentara fasis militer Jepang terhadap kaum wanita. Foto: DOk. Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT