Konten Media Partner

Nikah KUA: Idaman Gen Z, Kerap Ditolak Orang Tua

9 Maret 2024 10:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasangan usai memikah di KUA. Melangsungkan akad nikah di KUA kini menjadi tren di Gen Z, mesikipun kerap ditentang orang tua. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pasangan usai memikah di KUA. Melangsungkan akad nikah di KUA kini menjadi tren di Gen Z, mesikipun kerap ditentang orang tua. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Hi!Pontianak - Meski berangkat dari tren, menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) kini sudah menjadi idaman mayoritas Generasi Z, 8 dari 10 orang Gen-Z baik pria dan wanita justru lebih memilih melangsungkan pernikahan di KUA dibanding menggelar pesta pernikahan meriah. Namun, kenyataannya pilihan tersebut kerap menimbulkan penolakan bahkan perseteruan antar orang tua dengan beragam alasan.
ADVERTISEMENT
Generasi Z atau Zoomers memang dikenal sebagai kelompok yang tidak mau repot, memiliki pandangan sendiri terhadap suatu hal, bahkan berani melawan arus kebiasaan apabila yang dianggapnya tidak efisien.
Saat ditanya mengenai fenomena menikah di KUA yang menjadi idaman Gen-Z, jawaban mereka cenderung seragam seolah satu pemikiran. Gen-Z merasa tidak perlu menutup mata dan telinga saat mengetahui ada banyak keuntungan apabila melangsungkan pernikahan di KUA.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2014 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), menikah di KUA tidak dipungut biaya alias gratis asal dilaksanakan pada hari kerja dan jam operasional KUA, yakni Senin sampai Jumat pukul 8 pagi hingga 4 sore. Namun, apabila pernikahan digelar di luar waktu operasional KUA maka dikenakan biaya senilai Rp 600 ribu.
Pasangan sedang melangsungkan pernikahan di KUA. Foto: Dok. Istimewa
“Nggak repot persiapannya, bisa gratis pula,” kira-kira jawaban ini menjadi kalimat pembuka para Gen-Z menjelaskan alasannya memilih menikah di KUA. Bukan pelit merayakan hari bahagia, namun mereka para Gen-Z cenderung berpikir panjang atas segala risiko di waktu yang akan datang.
ADVERTISEMENT
“Pernikahan itu bukan cuma satu hari, tidak ada masalah dengan perayaan, tapi perayaan bisa dibuat dengan banyak cara. Aku lebih memikirkan hari-hari berikutnya bagaimana, apalagi perihal uang yang aku anggap ‘banyak’ itu bisa dipakai di hari-hari selanjutnya saat berumah tangga,” ungkap K.
Kemudahan menikah di KUA tanpa dipungut biaya sepeser pun masih menjadi alasan teratas para Gen-Z tetap pada keputusannya.
“Bisa gratis hemat uang, makanya pilih KUA aja,” kata Rizky.
“Nikah KUA gratis, uangnya bisa ditabung beli rumah,” ujar Diva.
“KUA bisa nikah gratis jadi uangnya bisa ditabung,” timpal Iqbal.
“Nikah KUA aja sih, nggak mahal jadi uangnya disimpen untuk keperluan lain,” kata Melly.
Respon lain ada yang diluar dugaan, tidak masalah terhadap biaya pernikahan ternyata Gen-Z yang menyadari dirinya bertipe kepribadian introvert juga lebih memilih cukup melangsungkan pernikahan di KUA dibanding menggelar resepsi pernikahan.
ADVERTISEMENT
Aulia dan Syifa misalnya, dua wanita itu menyadari energinya seolah terkuras habis lantaran cenderung introvert dan bising dengan keramaian yang terpusat kepada dirinya. Tidak melulu mempermasalahkan biaya, mereka justru menolak jika harus berinteraksi basa-basi dengan para tamu undangan yang jumlahnya tidak sedikit.
“Aku ansos, malas berinteraksi basa-basi sama tamu. Pesta pernikahan megah mungkin bisa jadi bahan omongan, syukuran kecil-kecilan juga apalagi. Jadi mending diam-diam di KUA aja kelar, biar jadi doa daripada omongan,” kata Syifa.
Meski mengidamkan menikah di KUA, bukan berarti Gen-Z tak ingin ada perayaan di kabar bahagianya. Mereka mengaku tetap ingin adanya acara kecil-kecilan entah berupa syukuran, pengajian atau berkumpul bersama keluarga dan teman dekat agar momen bahagia tidak lewat begitu saja. Tak perlu lama, dua hingga tiga jam dirasa cukup, tidak perlu mewah sederhana juga tidak masalah yang penting sudah sah.
ADVERTISEMENT
Menikah di KUA terdengar lebih khidmat, intim sesama keluarga dan orang terdekat namun lagi-lagi tetap menjadi bahan perseteruan orang tua. Mayoritas Generasi Z dituntut untuk merayakan momen bahagia sekali seumur hidup ini dengan meriah. Para orang tua merasa pernikahan harus dirayakan secara totalitas.
“Kita berharapnya ini sekali seumur hidup jadi harus meriah dong,” ujar orang tua salah satu informan.
Bahkan apabila alasan menikah di KUA karena masalah biaya, para orang tua cenderung meminta anak mereka untuk menunda pernikahan sembari mencari biaya tambahan, lagi-lagi alasannya: “sayang, momen sekali seumur hidup”.
Alasan lain dari sisi orang tua adalah mereka memiliki sederet relasi yang perlu diundang sebagai ajang silaturahmi katanya. Sehingga tak heran apabila pesta pernikahan anak menjadi momen yang ditunggu-tunggu untuk bertemu relasi dan teman lama.
ADVERTISEMENT
“Harus resepsi apalagi kalau anak pertama, cucu pertama, cicit pertama artinya orang pertama di generasi keluarga yang acaranya harus pesta karena ditunggu-tunggu pasti,” tambahnya.
Di atas merupakan alasan terakhir orang tua berpegang teguh dengan keputusannya menolak menikah di KUA. Para orang tua merasa kabar bahagia khususnya pernikahan harus dirayakan dan disiarkan dengan meriah. Perihal biaya atau kedok berhemat bukan alasan yang sepenuhnya dapat diterima karena bagi mereka itu adalah risiko yang sudah harus dipikirkan matang-matang bagi calon pasangan.