Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Mumu, Tradisi Memasak dengan 'Oven' Tanah di Papua Nugini
12 Agustus 2019 1:26 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Horionsah Hasan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Tahukah anda, Papua Nugini merupakan negara yang memiliki ragam bahasa dan suku paling banyak di dunia? Negara yang berbatasan langsung dengan Propinsi Papua Barat ini memiliki sistem persaudaraan yang dikenal dengan istilah wantok. Setiap persaudaraan suku dibedakan berdasarkan bahasa yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Uniknya, Papua Nugini memiliki 871 bahasa atau sekitar 11% dari total ragam bahasa dunia. Menarik sekali bukan?
Ragam suku dan bahasa tersebut tentunya juga berpengaruh dalam keragaman budaya mulai dari musik, tari-tarian, upacara adat, hingga kuliner.
Nah, kali ini saya tidak akan bercerita banyak soal keragaman budaya Papua Nugini tersebut. Sebaliknya, saya akan mengajak anda untuk mengenal satu kuliner yang dikenal di seantero Papua Nugini, terlepas dari apapun suku dan bahasa yang digunakan penduduknya.
Pada saat saya sedang bertugas di KBRI Port Moresby di Papua Nugini, saya berkesempatan menghadiri peresmian Erima Youth Foundation (EYF). EYF merupakan yayasan sosial yang tugas utamanya adalah memberikan pelatihan bagi para alumni raskol (kelompok kriminal) yang ingin memperbaiki hidup.
ADVERTISEMENT
Raskol yang sebelumnya punya “pekerjaan” utama merampok, memperkosa, atau bahkan membunuh korbannya, akan diberi keterampilan untuk melanjutkan hidup. Selain menyediakan pelatihan montir, terdapat juga pelatihan membuat jaring ikan, menjahit, memasak, dan lain-lain.
Saya sengaja datang lebih awal ke acara pembukaan EYF tersebut agar bisa berkomunikasi dengan undangan dan masyarakat lokal serta menikmati berbagai sajian seni budaya, hal yang wajib ada di setiap acara di Papua Nugini.
Pada saat tampilan kelompok seni terakhir, panitia acara memutuskan acara diundur karena pejabat yang diharapkan meresmikan EYF belum tiba.
Mata saya tertuju pada sekelompok orang di samping salah satu rumah penduduk, tidak jauh dari lokasi acara. Orang-orang tersebut berkumpul mengitari gundukan tanah yang dari jauh terlihat mengeluarkan asap.
ADVERTISEMENT
Ternyata apa yang saya lihat dari kejauhan adalah tradisi Mumu, atau memasak di dalam tanah. Mumu hampir sama (atau bahkan sama) dengan tradisi Bakar Batu yang dikenal dengan istilah 'Gapiia' di Paniai, 'Kit Oba Isogoa' di Wamena, atau 'Barapen' di Jayawijaya.
Saya pernah lihat ulasan tentang tradisi Bakar Batu tersebut di Dian Rana di TVRI, acara favorit saya ketika duduk di bangku SMP dulu.
Rasa penasaran membuat saya mendekati kumpulan penduduk tersebut. Ternyata mereka sedang menyiapkan hidangan utama yang akan disajikan untuk acara peresmian EYF yang sedang saya hadiri.
Moale Kayo, seorang ibu tua yang ikut membantu proses Mumu, mengatakan Mumu dilakukan hanya pada acara spesial seperti ungkapan syukur atas pernikahan, kelahiran anak, penghormatan terakhir saat ada anggota penduduk yang meninggal, simbol perdamaian atau saling memaafkan setelah perang antarsuku, penyambutan tamu penting, hingga peresmian gedung.
ADVERTISEMENT
Terdapat tiga tahapan utama prosesi Mumu. Pertama, tahap persiapan. Kedua, proses memasak yang bisa makan waktu 10 jam. Ketiga, makan bersama.
Secara detil, prosesi Mumu akan dimulai dengan proses pengumpulan bahan makan yang akan dimasak termasuk babi, ayam, ikan, pisang, ubi, jagung, talas, dan berbagai jenis sayuran hijau.
Tahapan memasak terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Acara pembukaan EYF berlangsung dengan lancar. Para tamu undangan dipersilahkan menikmati mumu yang prosesnya sudah dilakukan dari pagi hari. Untuk para undangan yang tidak bisa mengonsumsi babi, tuan rumah juga menyediakan jenis makanan lainnya.
Sebagian besar penduduk Papua Nugini, khususnya yang tinggal di pelosok, masih menjalankan prosesi mumu. Apabila ada pembaca yang berkunjung ke Papua Nugini, tidak ada salahnya untuk mencoba kuliner unik ini.
Jangan khawatir apabila sedang tidak ada prosesi mumu di sekitar lokasi kunjungan anda. Mumu sudah masuk ke dalam menu beberapa hotel dan restoran ternama di Papua Nugini, dengan rasa yang bisa jadi sudah disesuaikan dengan selera pengunjung.
ADVERTISEMENT
Selamat mencoba!
Paus Fransiskus wafat di usia 88 tahun pada Senin pagi (21/4) akibat stroke dan gagal jantung. Vatikan menetapkan Sabtu (26/4) sebagai hari pemakaman, yang akan berlangsung di alun-alun Basilika Santo Petrus pukul 10.00 pagi waktu setempat.