Konten dari Pengguna

Blue Economy: Sumber Pertumbuhan Ekonomi Negara Maritim

Kementerian PPNBappenas
Akun resmi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
9 September 2021 14:36 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kementerian PPNBappenas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
zoom-in-whitePerbesar
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.

Sebagai negara maritim, Indonesia dikenal memiliki potensi dan keunggulan sumber daya laut yang sangat besar.

ADVERTISEMENT
Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 menegaskan laut yang sebelumnya menjadi pemisah antar pulau, kini menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Laut tanah air termasuk laut di sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia, yang menyatu menjadi kedaulatan wilayah Indonesia. Luasnya wilayah laut di Indonesia tersebut menjadi sumber pangan dan gizi bagi masyarakat Indonesia, serta memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan ekonomi berbasis kelautan, perikanan, hingga ekowisata.
ADVERTISEMENT
“Deklarasi Djuanda memberi isyarat bahwa membangun bangsa dan perekonomian Indonesia harus berbasis pada potensi dan kedaulatan negara kepulauan,” tutur Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi laut yang sangat besar. Potensi pembangunan ekonomi yang berdasarkan keunggulan komparatif (comparative advantage) dari kekayaan ekonomi laut Indonesia perlu dioptimalkan. Sektor kelautan Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PDB Nasional, yaitu sebesar USD 26,9 miliar atau sekitar 2,6 persen dari PDB. Angka tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Filipina dan Thailand yang kontribusinya masih kurang dari 1 persen.
Berbagai potensi ekonomi laut Indonesia antara lain adalah: perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan, bioteknologi, pertambangan dan energi laut, pariwisata berbasis maritim, pengelolaan sumber daya di pulau kecil, pengelolaan bakau, serta pengelolaan sumber daya lainnya yang nonkonvensional.
ADVERTISEMENT
Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Pusat Statistik mengungkapkan, potensi ekonomi kelautan Indonesia pada 2020 menyumbang sekitar USD 1,3 triliun dengan potensi kesempatan kerja sebanyak 45 juta orang. Dari sektor perikanan sendiri, ekspor perikanan pada 2019 diperkirakan mencapai USD 4,9 miliar dan menjadi sumber utama pendapatan nelayan dengan pendapatan rata-rata Rp 3,85 juta bagi tiap nelayan per bulannya.
Indonesia merupakan negara maritim dengan panjang pantai sekitar 95 ribu km, dan rasio garis pantai terhadap luas area sebesar 52,5 m/km2. Oleh sebab itu, secara geopolitik dan geostrategi, Blue Economy bagi Indonesia memiliki makna yang sangat penting, karena luasnya wilayah laut Indonesia memberikan posisi Indonesia sebagai negara strategis berbasis laut.
Berdasarkan laporan World Travel & Tourism Council pada 2020, potensi industri perikanan tangkap dan akuakultur di Indonesia juga berkontribusi sebesar USD 26 miliar terhadap Produk Domestik Bruto dan memperkerjakan 7 juta orang. Dengan sumber daya maritim yang potensial tersebut, laut Indonesia perlu dikelola dan dimanfaatkan secara baik dan berkelanjutan melalui penerapan Blue Economy di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, terdapat beberapa tantangan yang dapat melemahkan potensi laut Indonesia, dan bahkan membahayakan kesehatan manusia. Tingkat pencemaran laut Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan. Laut menjadi rentan terhadap pencemaran yang berasal dari limbah industri, limbah rumah tangga, tumpahan minyak, maupun limbah plastik. Selanjutnya, Indonesia termasuk salah satu negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah Tiongkok, dan sebagian dari sampah plastik tersebut terbawa ke laut.
“Indonesia saat ini memerlukan penerapan Blue Economy dengan strategi yang jelas dan terarah sehingga dapat memelihara laut sehat dan memaksimalkan potensi sektor kelautan Indonesia yang sangat melimpah. Di samping itu, Indonesia memerlukan strategi pemulihan ekonomi yang lebih berdaya tahan terhadap tantangan baru pasca perlambatan ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19,” ungkap Suharso.
ADVERTISEMENT
Bank Dunia mendefinisikan Blue Economy sebagai penggunaan sumber daya laut yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan mata pencaharian dan pekerjaan sambil menjaga kesehatan ekosistem laut. Blue Economy yang berkelanjutan akan dapat berkontribusi pada pendapatan yang lebih besar melalui kegiatan berbasis kelautan, peningkatan mata pencaharian masyarakat pesisir, serta ekosistem laut dan pesisir yang lebih sehat sehingga dapat menghasilkan jasa dan produk, dengan tetap melestarikan keanekaragaman hayati.
Blue Economy, bagi Indonesia, memiliki makna sangat penting karena luasnya wilayah laut Indonesia memberikan posisi Indonesia sebagai negara strategis berbasis laut. Blue Economy akan berdampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan secara multidimensi, termasuk Indonesia, jika diterapkan dengan strategi dan rencana aksi yang tepat,” imbuh Suharso.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Indonesia sudah mengatur pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut sejalan dengan pengelolaan potensi laut untuk kemakmuran rakyat, sesuai amanat Undang-Undang 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati laut yang tinggi, Indonesia perlu memastikan pembangunan dapat menyejahterakan masyarakat dan tetap menjaga sumber daya lautnya.
Dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan nasional, Blue Economy masuk ke dalam strategi Prioritas Nasional 1: Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan dan strategi Prioritas Nasional 6: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim yang diamanatkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Lanskap Geosite Piaynemo, Raja Ampat, Papua Barat. Foto: Syarifah Nur Aida/Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan Kementerian PPN/Bappenas.
Blue Economy dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
“Penerapan model Blue Economy dalam perencanaan pembangunan Indonesia akan membawa manfaat ekonomi bagi kelestarian sumber daya perikanan dan kelautan serta lingkungan, bahkan memperkuat Indonesia sebagai negara maritim,” kata Suharso. Selain itu, Blue Economy sangat sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), terlihat dari setidaknya tiga aspek utama.
ADVERTISEMENT
Pertama, aspek ekonomi, dengan meningkatkan keselamatan dan efisiensi aktivitas maritim melalui pengelolaan armada niaga dan nelayan, peningkatan perputaran kapal dan throughput di pelabuhan, serta peningkatan perdagangan global hingga peningkatan kinerja neraca pembayaran.
Pertumbuhan ekonomi dari Blue Economy dapat disumbang dari sejumlah bidang, terutama: perikanan, budidaya, budidaya laut, coastal tourism, bioteknologi kelautan, dan energi laut. Budidaya laut diproyeksikan akan terus berkembang pesat dan jika dilakukan secara berkelanjutan, dapat berfungsi sebagai sumber pangan utama dan basis bagi blue economy. Kemajuan dalam produksi rumput laut menjanjikan untuk menggantikan tepung ikan dan pakan ternak dengan bahan tanaman yang diproduksi secara ramah lingkungan.
Pariwisata, dan khususnya pariwisata berbasis alam, juga menyediakan jalur penting menuju pembangunan berkelanjutan ekosistem laut dan pesisir. Nilai pariwisata berbasis alam diperkirakan akan meningkat dari waktu ke waktu karena ketersediaan aset alam murni yang kian menurun sementara permintaan oleh turis meningkat seiring dengan meningkatnya PDB. Potensi pengembangan industri lanjutan juga besar, seperti pemanfaatan bioteknologi kelautan untuk mendukung sektor makanan dan farmasi, seperti budidaya rumput laut.
ADVERTISEMENT
Kedua, aspek sosial, mendorong mata pencaharian berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan melalui peluang pekerjaan bagi para nelayan dan yang lain di dalam industri perkapalan, pelabuhan, perikanan global, peningkatan keterlibatan perempuan di sektor maritim, peningkatan pendapatan devisa dari remittances nelayan di luar negeri, hingga peningkatan manfaat ekonomi yang terjadi di tingkat lokal, terutama bagi masyarakat pesisir/nelayan.
Ketiga, aspek lingkungan, dengan mewujudkan perairan dan pantai yang lebih bersih, pengurangan insiden spesies invasif yang merugikan, penurunan polusi udara dan emisi gas rumah kaca, peningkatan pariwisata yang bertanggung jawab, peningkatan akses terhadap protein dari penangkapan ikan yang bertanggung jawab, serta pengelolaan kawasan pesisir yang terpadu.
Energi laut berpotensi menyumbang energi bersih dan terbarukan yang besar. Pada 2010, The International Union for Conservation of Nature melaporkan bahwa laut menerima lebih dari 70 persen cahaya matahari yang diterima bumi, dan hampir 90 persen energi angin dunia terjadi di laut. Dengan demikian, laut memiliki potensi energi surya dan angin yang sangat besar sebagai sumber energi bersih dan terbarukan. Terpenting dalam hal ini adalah sinergi antara berbagai sektor yang mendorong Blue Economy agar dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi daerah dan bersama-sama mencapai TPB/SDGs.
ADVERTISEMENT
Penerapan Blue Economy di Indonesia memerlukan peningkatan ketersediaan pendanaan untuk investasi dalam sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Tidak hanya investasi publik, tetapi juga diperlukan investasi swasta untuk mendukung penerapan Blue Economy. Blue Economy juga tak bisa dilakukan oleh salah satu pihak saja, perlu dukungan berbagai stakeholders untuk mendukung penerapan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. “Kita harus menciptakan ekonomi biru sebagai kekuatan bangsa dalam membangun yang lebih baik, menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Suharso.
Baca juga: