Konten dari Pengguna

Bangkitnya Ujian Nasional

I Putu Gede Sutharyana Tubuh Wibawa
Kepala Sekolah di SD No. 2 Penarungan, Guru Penggerak Kemdikbudristek, Alumni Pascasarjana Undiksha.
2 Januari 2025 13:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Putu Gede Sutharyana Tubuh Wibawa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 30 Desember 2024, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa konsep terkait Ujian Nasional (UN) sudah siap untuk diimplementasikan, hanya saja skemanya masih belum bisa dirinci (sedang berproses).
ADVERTISEMENT
Masih terngiang tentunya di benak insan pendidikan, betapa pelaksanaan UN yang pernah berjalan lebih dari satu dasawarsa mengguncang independensi guru di sekolah, membangkitkan kolaborasi dalam ranah negatif, walaupun di sisi lain juga memunculkan ruang positif bagi talenta-talenta yang ingin belajar mandiri melalui les, bimbel, dan aneka rupa bentuk serap ilmu lainnya.
Mengingat ini merupakan pernyataan publik dari Menteri, tentu kita semua menunggu bagaimana teknis/skema UN ini akan diterapkan.
Pada pengalaman UN sebelumnya, beban psikologis terdalam sepertinya ada pada siswa, baik jenjang SD, SMP hingga SMA/SMK. Mereka khawatir dan melakukan berbagai cara untuk lulus. Ada juga yang pasrah karena merasa tak mampu pada pelajaran itu, padahal mereka ahli di bidang lain yang tidak diujikan.
ADVERTISEMENT
Jika UN merupakan alat untuk mengukur pencapaian siswa, ini tentu wajib didukung oleh kalangan pendidik. Hanya saja, perlu semacam prosedur atau mitigasi jika ada siswa yang dinyatakan tidak lulus, agar persepsi kesalahan tidak dibebankan justru kepada pihak sekolah.
Sangat berisiko bagi guru apabila ada siswa yang tidak lulus, para orang tua cenderung melakukan intimidasi pada pihak sekolah. Status siswa tidak naik kelas dalam beberapa tahun terakhir amatlah hal yang sangat langka, apalagi sampai nanti mereka tidak lulus.
Perlu juga diperhatikan maraknya aksi bela murid dalam beberapa waktu terakhir menjadi petunjuk bergesernya kepercayaan orang tua kepada pihak sekolah. Adanya perubahan ini diharapkan memberikan semacam perlindungan pada guru dan kepala sekolah agar tidak menjadi korban hingga pada aspek kepegawaian (misalnya dimutasi) karena bersinggungan dengan orang politik berpengaruh. Termasuk adanya ancaman proses hukum, di tengah mudahnya seorang guru menjadi tersangka kasus tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Jangan lupa bahwa siswa bukanlah kertas putih kosong, lalu diisi goresan sesuai keinginan guru. Menurut filosofi Ki Hadjar Dewantara, siswa ibaratkan kertas putih yang telah berisi sketsa, yang mana tugas guru hanyalah menebalkan sketsa itu, memperkuat bakat-bakat yang dimiliki siswa, mengasah potensinya, serta menumbuhkan minatnya sehingga semakin berkembang.
Apabila UN hanya menyasar mata pelajaran tertentu untuk semua siswa, ini tentu tidak adil. Misalnya hanya menyasar Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Banyak atlet olah raga yang mengharumkan nama sekolahnya hingga tingkat nasional bahkan internasional justru tidak menguasai bahasa Inggris atau ilmu eksak lainnya.
Apabila kita mampu memberi ruang pilihan bagi siswa untuk memilih beberapa mata ujian yang menjadi minatnya, tentu ini lebih fair bagi keberlangsungan akademik dan pengembangan bakat siswa.
ADVERTISEMENT
Bukankah itu yang diharapkan dari tujuan pendidikan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan yang salah satunya adalah pengembangan literasi dan numerasi, di mana literasi dan numerasi ini dapat diasah melalui berbagai mata pelajaran.
Dari sisi tujuan UN itu sendiri, UN tidak boleh menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa di sekolah. Perlu dilakukan kompilasi nilai UN dengan nilai di sekolah untuk memastikan kelulusan siswa ditentukan oleh kemampuan sebenarnya, bukan karena ujian tahunan selama tiga hari.
Yang tak kalah urgensinya adalah, UN tidak bisa disamakan dengan ujian kehidupan. Ujian nasional jangan sampai mengajak seluruh ‘insan kehidupan’ untuk terlibat dalam ujian secara curang. Tidak boleh ada orang lain yang terlibat ujian selain siswa. Prinsip ini harus dipegang teguh oleh semua jajaran.
ADVERTISEMENT
Jika hasil ujian nantinya menjadi tolok ukur kualitas sekolah, perlu kesiapan yang matang dan fair. Sistem zonasi yang telah berjalan membuat kualitas siswa yang masuk ke suatu sekolah sangat heterogen dengan simpangan kemampuan akademis yang tinggi.
Sangat rentan adanya ketidaklulusan jika standar yang diterapkan mengacu pada standar minimal terpusat. Alangkah baiknya standar kelulusan ditentukan oleh satuan pendidikan penyelenggara ujian.
Jika memungkinkan, penerapan ujian nasional tidak dilakukan terburu-buru. Artinya berlakukan UN ini ketika siswa yang saat ini masih kelas awal telah memasuki kelas akhir, sehingga ada proses sosialisasi. Ketika mereka berada pada jenjang akhir, siswa telah memiliki waktu yang cukup untuk melakukan berbagai strategi yang kompetitif secara akademis dan berintegritas.
Jangan berikan ruang dan beban kepada siswa untuk mengingkari integritas sejak dini. Bukankah kita sedang serius memberantas kasus-kasus rasuah.
ADVERTISEMENT
Berilah ruang, waktu, dan kepercayaan kepada siswa dan guru untuk bersiap sebelum diuji.
Penulis adalah Kepala SD No. 2 Penarungan dan aktif menulis opini di berbagai media nasional dan lokal.
Sumber: www.canva.com; Design by: Wan Studio