Konten dari Pengguna

Mindfulness di Tengah Tren Self Reward: Penghargaan Berujung Penyesalan?

Ifadatun Nailiyah
Mahasiswa Psikologi 2022 - Universitas Brawijaya
5 Desember 2024 8:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ifadatun Nailiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Self-Reward

ADVERTISEMENT
Belakangan ini, istilah self reward menjadi tren di kalangan muda. Self reward bisa dikatakan sebagai perilaku impulsif dengan membeli barang yang tidak diperlukan. Setelah menyelesaikan pekerjaan, menghadapi hari yang sibuk, atau bahkan sekadar merasa bosan, kita sering berkata, “Aku pantas dapat self reward.” Akhirnya, apa-apa jadi alasan untuk membeli barang baru, pesan makanan mahal, atau mencoba hal-hal yang lagi viral. Tapi, pernahkah kita berpikir, apakah kebiasaan ini benar-benar membantu, atau justru membuat kita lebih boros?
ADVERTISEMENT
Self reward sering dianggap sebagai cara untuk meredakan stres atau menambah semangat. Namun, kenyataannya, kebahagiaan dari self reward yang berbentuk barang atau pengalaman mahal biasanya hanya berlangsung sebentar. Penelitian menunjukkan bahwa rasa puas dari hal-hal eksternal, seperti barang baru, akan cepat memudar. Setelah itu, kita cenderung ingin membeli lagi untuk mendapatkan sensasi yang sama. Argumen diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Brickman et al. pada 1978 yang memperkenalkan konsep hedonic adaptation, yang menunjukkan bahwa setelah mendapatkan sesuatu yang diinginkan (misalnya barang mewah), tingkat kebahagiaan seseorang hanya meningkat sementara, kemudian kembali ke tingkat sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan materi hanya memberikan kebahagiaan jangka pendek. Dalam jangka panjang, kepuasan sejati lebih dipengaruhi oleh pengalaman internal, seperti rasa syukur, penerimaan diri, dan hubungan yang bermakna.
ADVERTISEMENT
Disinilah mindfulness membantu kita menyadari hal tersebut. Praktik mindfulness mengajarkan kita untuk berhenti sejenak dan benar-benar memperhatikan apa yang kita rasakan sebelum membuat keputusan.

Apa Itu Mindfulness?

Sebuah keseimbangan, hal yang mindfulness coba tegakkan - pexels-pixabay-289586
Mindfulness adalah praktik untuk hadir secara utuh di momen saat ini, tanpa penilaian. Ellen Langer (2000) mendefinisikan mindfulness sebagai kondisi mental yang fleksibel, di mana seseorang secara aktif hadir di saat ini, memperhatikan hal-hal baru, dan peka terhadap konteks situasi yang sedang dihadapi. Dalam pandangan ini, mindfulness berarti keluar dari pola pikir otomatis atau kebiasaan lama yang sering membuat seseorang terjebak pada respons yang tidak sadar. Dengan mengarahkan perhatian pada hal-hal yang unik dan spesifik dalam setiap momen, seseorang dapat lebih sadar terhadap keputusan yang diambil, termasuk memahami kebutuhan dan keadaan emosionalnya. Ini bukan hanya tentang meditasi, tetapi tentang bagaimana kita menjalani hidup sehari-hari dengan lebih sadar. Mindfulness mengajak kita untuk memperhatikan pikiran, perasaan, dan sensasi tubuh tanpa reaksi impulsif.
ADVERTISEMENT
Dalam tren self-reward yang marak saat ini—di mana segala pencapaian kecil sering dijadikan alasan untuk belanja atau menikmati sesuatu—mindfulness hadir sebagai panduan untuk membuat keputusan yang lebih sadar.
Perangkap Konsumerisme dalam Self Reward
consumerism - pexels-borevina-1778412
Banyak yang percaya bahwa membeli barang tertentu adalah suatu penghargaan bagi diri, karena dapat menimbulkan kesenangan yang tinggi setelah struggling menjalani kehidupan. Sehingga membuka kemungkinan yang besar untuk seseorang kemudian berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif inilah yang seringkali mengakibatkan seseorang merasa bersalah, menyesal dan juga merasa gagal dalam mengelola keuangan dengan baik. "Ah, nyesel banget, buat apa si aku membeli ini? mending uangnya buat yang lebih berguna," ungkapan tersebut merupakan hasil dari self reward yang dinilai seharusnya dapat menumbuhkan kesenangan dan kepuasan.
ADVERTISEMENT
Mindfulness membantu kita melihat kebutuhan sebenarnya di balik dorongan untuk membeli. Mindfulness mengajarkan kita untuk berhenti sejenak dan bertanya: Apakah saya benar-benar butuh ini, atau ini hanya dorongan sementara?
Saat ingin membeli barang atau memesan makanan sebagai self reward, tanyakan apakah itu benar-benar memenuhi kebutuhan atau hanya reaksi terhadap tekanan sosial atau emosi negatif seperti bosan atau stres.
Dengan menyadari motif ini, kita bisa menghindari pengeluaran yang tidak perlu atau rasa bersalah setelahnya. Pada sebuah artikel ilmiah pula dijelaskan bahwa self reward yang baik bisa dilakukan dengan mengontrol diri dan mengontrol keuangan dengan baik (Wahyuningsari, et al., 2021).
ADVERTISEMENT
Bukan berarti kita tidak boleh memberi hadiah untuk diri sendiri. Mindfulness justru membantu kita menikmati hal-hal tersebut dengan lebih menyeluruh. Misalnya, ketika membeli skincare, gunakan dengan penuh kesadaran—nikmati tekstur, aroma, dan sensasi yang diberikan. Atau saat makan makanan favorit, fokus pada rasa dan teksturnya tanpa memikirkan penilaian yang lain yang dapat menimbulkan perasaan bersalah jika makanan itu tidak mewah dan mahal. Dengan cara ini, kita bisa benar-benar merasakan manfaatnya, bukan hanya mengejar kesenangan sementara.
Dengan mindfulness, self reward menjadi lebih dari sekadar "hadiah." Ini menjadi momen untuk menghargai diri, merasakan kepuasan yang autentik, dan menghindari dorongan konsumtif yang tidak perlu. Mindfulness juga membantu kita menghindari rasa bersalah atau menyesal setelah self reward yang impulsif, karena keputusan yang diambil berdasarkan kesadaran penuh.
ADVERTISEMENT
Jadi, sebelum tergoda oleh tren self self an berikutnya, tanyakan pada dirimu: Apakah ini benar-benar membawamu lebih dekat dan aware dengan dirimu sendiri?
Referensi
Brickman, P., & Campbell, D. T. (1978). Hedonic relativism and planning the good society. In M. H. Appley (Ed.), Adaptation-level theory: A symposium (pp. 287–302). Academic Press.
Komala, Maya & Sihabudin, & Fauji, Robby. (2024). Pengaruh Sikap Keuangan, Kontrol Diri dan Self Reward Terhadap Pengelolaan Keuangan pada Generasi Z di Kecamatan Telukjambe Barat. Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah. 6. 10.47467/alkharaj.v6i7.2519.
Langer, E. J. (2000). Mindful learning. Current directions in psychological science, 9(6), 220-223.
Mark Williams, et al. (2007). The mindful way through depression: freeing yourself from chronic unhappiness. New York. The Guilford Press.
ADVERTISEMENT
Silarus. (2015). Sadar penuh, hadir utuh. Transmedia.
Wahyuningsari,'D.,'Hamzah,'M.'R.,'Arofah,'N.,'Hilmiyah,'L.,'&'Laili,'I.'(2021).'Maraknya'Hedonisme'Berkedok' Self' Reward.'Jurnal' Ilmu' Sosial'Humaniora'Indonesia,'2(1),'7-11.
Komala, Maya & Sihabudin, & Fauji, Robby. (2024). Pengaruh Sikap Keuangan, Kontrol Diri dan Self Reward Terhadap Pengelolaan Keuangan pada Generasi Z di Kecamatan Telukjambe Barat. Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah. 6. 10.47467/alkharaj.v6i7.2519.