Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
KKN ITB 2024 : Ubah Akar Bambu Jadi Solusi Pertanian Berkelanjutan di Purwakarta
24 September 2024 8:30 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ihyaudin Hasbillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) ITB 2024, Kelompok 12 dengan tema pertanian berinovasi membuat pupuk PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria) dengan memanfaatkan akar bambu sebagai bahan utamanya. Kegiatan ini dilaksanakan dari tanggal 6 hingga 27 Agustus 2024 di Dusun 2, Desa Parungbanteng, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta.
ADVERTISEMENT
Pengembangan pupuk PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria) di Desa Parungbanteng dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan pertanian yang sedang dihadapi, meliputi melonjaknya harga pupuk akibat akses transportasi yang kurang memadai serta penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Hal tersebut berujung pada penurunan kualitas tanah yang ditandai dengan semakin tandusnya lahan pertanian dan penurunan pH tanah. Maka dari itu, perlu adanya solusi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil pertanian di desa tersebut.
Pupuk PGPR (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria) adalah pupuk biologis yang mengandung bakteri baik yang hidup di akar tanaman. Bakteri ini mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi, menghasilkan hormon pertumbuhan pada tanaman, serta melindungi tanaman dari serangan patogen. Selain karena bahannya yang melimpah, akar bambu dipilih karena kemampuannya sebagai habitat bagi bakteri rizhobacteria yang bermanfaat bagi tanaman, terutama dalam meningkatkan ketersediaan nutrisi di tanah.
ADVERTISEMENT
Selain menggunakan akar bambu, pupuk PGPR ini juga memanfaatkan bahan tambahan seperti terasi sebagai starter untuk memicu pertumbuhan mikroba, kapur sirih sebagai penetralisir pH dalam larutan pupuk, gula sebagai sumber energi bagi mikroba, dan dedak sebagai media tumbuh bakteri. Bahan-bahan yang digunakan ini menjadikan pupuk PGPR sebagai solusi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga terjangkau bagi para petani di wilayah tersebut.
Proses pembuatan pupuk PGPR berlangsung selama 16 hari dan terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan bakteri selama 6 hari dan tahap perbanyakan bakteri selama 10 hari. Inovasi pembuatan pupuk menggunakan akar bambu ini menjadi langkah baru yang diharapkan dapat mendukung keberlanjutan pertanian di wilayah tersebut.
"Program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia dan meningkatkan kualitas tanah di wilayah ini. Dengan PGPR berbasis akar bambu, diharapkan petani mampu memproduksi pupuk sendiri dengan bahan yang tersedia di sekitar mereka, sehingga menciptakan sistem pertanian yang lebih berkelanjutan," ujar Toni, Ketua Kelompok 12 KKN ITB 2024.
Antusiasme masyarakat Desa Parungbanteng yang begitu tinggi dalam mendukung program ini menjadi sumber semangat tersendiri bagi anggota Kelompok 12. Masyarakat yang ramah dan penuh semangat aktif terlibat dalam setiap tahap, mulai dari pencarian akar bambu hingga penerapan pupuk PGPR di lahan pertanian mereka. Tidak hanya itu, warga juga turut serta dalam sosialisasi pengenalan pupuk ini, menunjukkan keinginan kuat untuk memahami dan mengadopsi teknologi ramah lingkungan tersebut. Keterlibatan mereka memperkuat kerja sama antara mahasiswa dan penduduk lokal, serta diharapkan mampu memberikan dampak jangka panjang bagi kemandirian pertanian di desa ini.
ADVERTISEMENT
"Kami sangat berterima kasih dengan inovasi dan ide yang adik-adik kembangkan di sini. Kami jadi tahu bahwa bahan-bahan alam yang ada di desa ini ternyata bisa dikembangkan lebih lanjut, seperti membuat pupuk dari akar bambu, yang memang melimpah di desa ini," ujar Oman, Ketua Kelompok Tani Kampung Cibodas saat kegiatan sosialisasi.
Manfaat yang didapatkan selama KKN mencakup pengalaman nyata di lapangan, interaksi dengan masyarakat, kerja sama tim, serta kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah. Kemudian, mahasiswa juga dapat mengembangkan keterampilan sosial dan memahami dinamika pelaksanaan program melalui interaksi langsung dengan warga setempat. Melalui program pembuatan pupuk PGPR ini, diharapkan manfaat nyata dapat dirasakan oleh masyarakat Desa Parungbanteng, sekaligus mendorong pengembangan pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan dukungan dan partisipasi aktif warga, langkah kecil ini diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi lingkungan sekitar.
ADVERTISEMENT