Konten dari Pengguna

Pola Komunikasi Keluarga di Masa Pandemi

Ika Susanti
Pranata Humas Ahli Muda pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
5 Desember 2020 18:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ika Susanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Keluarga Bahagia, Foto: Doc. gurupendidikan.co.id
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Keluarga Bahagia, Foto: Doc. gurupendidikan.co.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal tahun 2020 lalu belum ada tanda-tanda akan berakhir. Berbagai segmen kehidupan masyarakat mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran pandemi, memaksa masyarakat untuk beraktivitas di rumah. Para pekerja menjalankan Work From Home (WFH), sedangkan anak-anak sekolah menjalankan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
ADVERTISEMENT
Dampak WFH dan PJJ dalam keluarga mempengaruhi pola komunikasi di dalam rumah. Orang tua dan anak-anak yang biasanya jarang bertemu karena aktivitas masing-masing, saat ini harus lebih sering berinteraksi satu sama lain. Tentunya ada dampak positif dan negatif dari interaksi tersebut. Apalagi bila ditambah dengan kejenuhan karena harus banyak diam di rumah. Keluarga menjadi "kurang gaul" dan "kurang piknik", yang apabila tidak didukung dengan komunikasi yang baik akan berdampak pada kesehatan mental dan fisik.
Menurut Spradley dan Allender (1996) keluarga merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi secara teratur satu sama lain, saling ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama. Djamarah (2004) mendefinisikan pola komunikasi sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dengan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sehingga dalam pola komunikasi keluarga menekankan adanya interaksi dalam suatu sistem sosial, rasa saling membutuhkan dan memahami untuk mencapai tujuan bersama. Sistem sosial tersebut mengikat hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anak, dan anak dengan anak lainnya.
ADVERTISEMENT
Komunikasi Suami Istri
Bagi pasangan yang harmonis, pandemi ini menjadi "blessing in disguise". Berkah dalam musibah yang semakin mendekatkan pasangan satu sama lain. Komunikasi lebih intensif dapat dilakukan secara langsung tanpa batas jarak dan waktu.
Suami istri bisa bekerja sama menyelesaikan tugas kantor dan membimbing anak-anak mereka belajar di rumah. Mereka bisa bersama-sama melakukan kegiatan-kegiatan positif di rumah, seperti bertanam, memasak, olah raga, mengelola bisnis dan hal-hal positif lainnya.
Bagaimana dengan pasangan yang kurang harmonis? Tentunya kita merasa prihatin dengan tingginya kasus perceraian di masa pandemi ini. Bagi pasangan yang kurang harmonis, aktivitas di luar rumah menjadi pelarian dari berbagai masalah keluarga.
Suami istri merasa lebih nyaman di luar rumah dengan komunitasnya masing-masing. Bukanlah suatu hal yang mudah ketika mereka dipaksa untuk diam di rumah dan lebih sering berinteraksi dengan pasangannya. Apalagi bila ditambah dengan berbagai permasalahan keluarga terdampak pandemi. Hal ini akan memperberat keadaan dan memperburuk komunikasi di antara mereka.
ADVERTISEMENT
Komunikasi Orang Tua dan Anak
Di masa pandemi ini, tugas tambahan orang tua adalah mendampingi anak saat PJJ dan menjadi perantara komunikasi anak dengan guru. Orang tua membantu anak dalam penggunaan media pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Anak-anak yang lebih kecil cenderung kinestetik, dan akan cepat merasa bosan bila terus-menerus duduk di depan komputer. Pendampingan orang tua diperlukan untuk membantu anak konsentrasi dan tetap fokus pada pembelajaran sesuai instruksi guru.
Pendampingan orang tua seharusnya membuat anak merasa nyaman. Akan tetapi orang tua yang melewati masa pandemi ini dengan unhappy, akan mempengaruhi pola komunikasi mereka kepada anak-anaknya.
Orang tua akan bersikap lebih keras saat mendampingi anak belajar. Tugas sekolah dan kenakalan anak dianggap sebagai beban yang membuat orang tua stres. Sehingga muncullah kasus-kasus kekerasan terhadap anak oleh orang tuanya selama masa pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Komunikasi Anak dengan Anak lainnya
Komunikasi anak dengan saudara kandungnya di masa pandemi ini bisa menjadi semakin erat. Mereka punya lebih banyak waktu untuk belajar dan bermain bersama. Mereka akan saling membantu dalam kesulitan, melewati masa pandemi ini dengan riang.
Dan akan muncul berbagai ide permainan baru yang dapat dilakukan bersama saudaranya di rumah. Anak yang lebih tua akan memimpin, sedang anak yang lebih muda akan mengikuti. Anak-anak biasanya cepat bertengkar, tapi juga akan cepat berbaikan kembali.
Menciptakan Pola Komunikasi yang Baik Dalam Keluarga
Pola komunikasi yang baik dalam keluarga adalah pola komunikasi yang dapat berjalan secara timbal balik dan seimbang. Setiap orang diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan punya hak yang sama dalam mengambil keputusan.
ADVERTISEMENT
Permasalahan diselesaikan dengan baik, perbedaan pendapat bukan menjadi hambatan untuk mencapai tujuan. Akan tetapi dipahami bersama sebagai dinamika yang membuat interaksi dalam keluarga lebih berwarna.
Menurut Jalaludin Rakhmat (2013) komunikasi yang baik dalam keluarga dipengaruhi oleh adanya faktor kepercayaan, dukungan dan keterbukaan. Kepercayaan terhadap tanggung jawab masing-masing, dukungan dengan rasa empati, dan keterbukaan untuk bisa saling memahami satu sama lain akan mempererat hubungan dalam keluarga.
Kepercayaan, dukungan, dan keterbukaan dapat diterapkan oleh orang tua dalam berinteraksi dan melakukan kegiatan-kegiatan positif yang melibatkan anak-anak di rumah. Mengisi waktu dengan hal-hal yang menyenangkan dan mendiskusikan banyak hal bersama akan membantu keluarga lebih survive dalam berbagai kondisi. Kebersamaan adalah hikmah yang harus disyukuri oleh setiap keluarga, sebagai berkah di masa pandemi ini. (IkS).
ADVERTISEMENT