Generasi Pandemi Ambisius Berujung Hustle Culture

Muhammad Ikhsan Nulhakim
Biasa dipanggil inul, Saya Mahasiswa Semester 8 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Konten dari Pengguna
27 November 2021 8:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ikhsan Nulhakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Apakah kamu termasuk generasi anak muda saat yang sangat ambisius saat bersaing dalam hal produktivitas semasa pandemi? Kenapa saya mempertanyakan hal itu, karena banyak anak muda yang saya temukan di sosial media yang suka memamerkan aktivitas berlebihnya, apakah kamu termasuk? jika bukan, kamu bisa menemukan banyak anak muda yang sangat ambisius semasa belajar sampai ikut les tambahan maupun pelatihan atau bekerja sampai lembur hampir setiap hari dalam suatu aplikasi.
ADVERTISEMENT
Mungkin kalian langsung berpikir Linkedin, bukan yang saya maksud adalah Tiktok, Jika merasa iya, tampaknya kamu harus waspada, karena bisa jadi kamu salah satu anak muda yang sedang menjalankan hustle culture atau budaya kerja keras untuk mencapai tujuan tertentu. Fenomena ini banyak menjangkiti anak muda semasa pandemi karena mendapatkan kebanggaan dan pengakuan yang didapat di media sosial.
Saya berikan contoh kalau media sosial kembali melahirkan tren baru belakangan ini, salah satunya tren di TikTok yaitu #TikTokResume yang memperlihatkan data diri pelamar dan membantu HRD suatu perusahaan untuk memilih calon pelamar, cara baru ini sangat kreatif karena memamerkan semua yang kita punya semasa hidup
Bukan hanya itu, kamu juga harus menjelaskan secara ringkas ke HRD mengenai siapa diri kamu, apa saja pencapaian yang telah kamu lakukan di masa lalu, bagaimana kesesuaian pengalaman kamu terhadap posisi pekerjaan yang dilamar, semua kemampuan dan pengalaman kamu, serta menjelaskan bahwa kamu orang yang tepat atau tidak untuk dipilih di antara kandidat lainnya dalam bentuk video singkat ke seluruh penonton, walaupun gagal melamar di suatu perusahaan ada kemungkinan HRD lain tertarik dengan kita.
ADVERTISEMENT
Saya merasa dengan trend itu, kreativitas anak muda mulai melahirkan tren baru yang khusus memperkenalkan anak muda dengan potensi luar biasa yang masih menempuh bangku pendidikan dan belum bekerja juga ikut memamerkan paras wajahnya, nilai-nilainya, sertifikatnya, kemampuannya, prestasinya, dan kreativitasnya dalam membuat video Tiktok
Tren yang aku jelaskan di atas membuat sebagian anak muda yang luar biasa potensinya banyak dilirik untuk melakukan campaign atau salah satu cara untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa menggunakan berbagai saluran yang ada seperti media. Berkat tren itu murid SMA/SMK dan lain-lain, memiliki karier dan penghasilan untuk mempertahankan kariernya di media sosial dengan mengikuti berbagai kegiatan seperti mengikut berbagai macam pelatihan, mengincar sertifikat webinar dan magang dimanapun.
ADVERTISEMENT
Menurut saya itu hustle culture ini hampir dialami oleh sebagian besar pekerja di berbagai perusahaan, terutama kalangan generasi sekarang yang lulusan fresh graduate. Semakin berkembangnya zaman serta tren melamar lewat Tiktok yang menjamur sebelumnya, membuat HRD berbagai perusahaan saat ini menilai generasi muda sepertinya haus akan pembuktian di sosial media dan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin susah karena pertumbuhan pengangguran semakin banyak akibat pandemi dan para pelajar yang terdampak juga.
Saya pun mewawancarai teman saya yang mengakui kalau dia bersedia mengikuti magang maupun bekerja sampingan sambil menempuh pendidikan sekaligus memperbanyak pengalaman, mereka juga rela tidak dibayar atau dibayar murah saat magang karena diimingi pengalaman kerja yang sangat berguna demi bersaing nantinya setelah lulus dalam dunia kerja. terdengar produktif memang, dan terkesan ambisius sekali jalan menuju kesuksesan dan kesejahteraan hanya didapatkan dengan bekerja keras.
ADVERTISEMENT
Mungkin masih banyak dari kamu yang tidak percaya adanya generasi anak muda yang seperti itu saat berlakunya sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari pandemi di Indonesia, para tenaga pendidikan serta para pelajar seperti kita mengalami banyak kesulitan untuk berinteraksi satu sama lain. Banyaknya kendala yang dihadapi membuat murid merasa malas dan akhirnya menyepelekan kegiatan PJJ yang sedang berlangsung.
Dari permasalahan-permasalahan tersebut, sudah jelaskan kalau kita dituntut agar bisa beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru. Belum lagi kita juga harus membatasi aktivitas di luar rumah yang tentunya membuat aktivitas interaksi sosial menjadi berkurang sehingga kita mencari pelarian untuk mendapat hiburan seperti media sosial, contohnya aplikasi Tiktok yang mengangkat kreativitas serta semangat untuk memiliki daya juang anak muda Indonesia di era digital.
ADVERTISEMENT
Melalui hal-hal yang sudah terjadi di atas, generasi kita sudah mencerminkan pelajar yang memiliki sikap ambisius. Generasi kita ke depannya menjadi generasi muda yang cakap, berintegritas serta bertanggung jawab atas dirinya sendiri agar kuat untuk memajukan bangsa. Terdengar mulia, dibalik semua itu ada dampak yang cukup besar pada kesehatan mental seseorang yang menyebabkan depresi hingga masalah kesehatan lainnya akibat pandemi Covid-19 yang membuat perubahan gaya kerja untuk pekerja maupun pelajar merasakan adanya daya saing yang beracun dan dampak buruk lainnya.
Nah, sekarang kembali lagi ke pertanyaan di awal. Munculnya persaingan yang semakin produktif dan respons dari media sosial yang memberikan rasa kepuasan yang dipicu oleh kebanggaan dan pengakuan dengan mengeluarkan banyak usaha yang dapat menciptakan sebuah rasa candu di dalam aktivitas – aktivitas produktif yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Akhirnya semasa pandemi berlangsung, hustle culture ini tak hanya dialami oleh pekerja kantoran saja. Tapi, bisa dialami oleh siapa saja, termasuk mahasiswa atau pelajar yang merasakan produktif berlebih ini yang menjanjikan bisa memperluas jaringan mereka, memperkaya pengalaman, dan menambah pengetahuan mereka demi kesuksesan di masa depan. Jadi, menurut saya produktif itu baik, tapi jangan sampai ini menjadi racun untuk kita yang bisa saja terbelenggu ke dalam budaya hustle culture yang merugikan kita nantinya.