Andi Narogong, Juru Suap e-KTP dan Komplotan Tim Fatmawati

9 Maret 2017 7:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Bea Cukai rilis KTP dan NPWP dari Kamboja (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bea Cukai rilis KTP dan NPWP dari Kamboja (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Perumahan Kemang Pratama Bekasi digunakan sebagai markas untuk menyusun dokumen penawaran dan dokumen teknis oleh tiga konsorsium pemenang pengadaan proyek KTP berbasis eletronik (e-KTP): Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Murakabi Sejahtera dan Astragraphia pada Maret 2011. Ketiga konsorsium tersebut, terafiliasi dengan perusahaan milik Andi Agustinus alias Andi Narogong, pihak pemberi suap dalam dugaan kasus korupsi e-KTP tahun 2011-2013.
ADVERTISEMENT
Andi disebut sebagai orang yang sudah sering menjadi rekan bisnis Kementerian Dalam Negeri. 
Konsorsium PNRI terdiri dari banyak perusahaan, di antaranya Perum PNRI, PT Sucofindo, PT Sandhipala Arthapura, PT Len industry, dan PT Quadra Solution. Sebanyak sembilan konsorsium pun diikutsertakan dalam tender e-KTP, termasuk Murakabi Sejahtera—perusahaan milik Andi Narogong. Namun konsorsium tersebut sengaja “dikalahkan” untuk memenangkan konsorsium PNRI.
Mega proyek e-KTP tersebut berawal saat bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Dirjen Dukcapil Kemendagri RI), Irman, diminta sejumlah uang oleh Ketua Komisi II DPR, Burhanuddin Napitupulu guna menyetujui usulan Kemendagri tentang penganggaran proyek penerapan e-KTP.
Satu minggu kemudian, Irman mendatangi ruang kerja Burhanuddin. Sumber kumparan yang mengutip dokumen pengadilan menyebutkan, Irman mengaku akan memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR dari Andi Narogong atas restu Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini.
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu berselang, di ruang kerja Irman, ia mengajak anak buahnya, Sugiharto selaku Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil menemui Andi. Dalam pertemuan rahasia itu, Irman mengarahkan Andi untuk berkoordinasi langsung dengan Sugiharto. Hasilnya, Andi sepakat akan menemui Ketua Fraksi Partai Golkar kala itu, Setya Novanto, untuk mendapat kepastian dukungan Golkar terhadap mega proyek tersebut.
“Sekitar pukul 06.00 WIB di bulan Februari 2010, bersama Diah Anggraini, Setya Novanto melakukan pertemuan dengan Irman dan Andi di Hotel Gran Melia untuk menyatakan dukungannya,” ujar sumber tersebut.
Pertemuan dengan Setya Novanto tak hanya berhenti sampai di situ. Irman dan Andi pernah menemui ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 DPR RI untuk meminta kepastian kesiapan anggaran proyek. Pada Mei 2010, Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar, Mustokoweni juga mempromosikan nama Andi ke Setya Novanto. Andi disebut selalu berkomitmen memberikan fee kepada anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Ketua DPR RI  Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani )
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPR RI Setya Novanto (Foto: Fanny Kusumawardhani )
Restu dari Setya Novanto sudah berada di tangan Andi. Demi memenangkan tender, ia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR di fraksi lainnya. Tercatat, Andi memberikan uang kepada Anas Urbaningrum, sebesar USD 500 ribu dolar. Pemberian itu adalah kelanjutan dari fee yang diberikan pada April 2010 sebesar 2 juta dolar Amerika melalui perantaranya, Fahmi Yandri. Diduga, uang itu digunakan untuk membiayai akomodasi kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat. Anggota Partai Demokrat lainnya, Khatibul Umam, turut serta menerima suap sebesar 400 ribu dolar Amerika dan Jafar Hapsah sejumlah 100 ribu dolar Amerika.
Nama-nama besar lainnya juga disebut menerima uang dari Andi, di antaranya Ganjar Pranowo selaku mantan Wakil Ketua Komisi II sejumlah 500 ribu dolar Amerika dan Agun Gunanjar sebagai mantan anggota bandan anggaran senilai 1 juta dolar Amerika.
ADVERTISEMENT
“Andi beberapa kali juga memberikan sejumlah uang kepada pimpinan banggar DPR, Melchias Mekeng sejumlah USD 1.400.000 dan dua wakil ketua Banggar, Mirwan Amir dan Olly Dondokambey masing-masing USD 1.200.000, serta Tamsil Lindrung USD 700,” ujar sumber tersebut.
Serangkaian pertemuan antara Irman, Sugiharto dan Diah di beberapa kesempatan, salah satunya di Ruko milik Andi di Graha Mas Fatmawati Blok B No. 33-35, Jakarta Selatan. Andi juga disebut membayar orang-orang yang bekerja di ruko itu—yang disebut sebagai Tim Fatmawati sejumlah Rp 480 juta untuk dibagikan kepada lima pegawainya. Hal itu dilakukan untuk merumuskan tiga konsorsium besar, di mana di masing-masing konsorsium terdapat perusahaan milik Andi.
Pada Desember 2010, di Ruko Fatmawati, tercatat Andi juga pernah bertemu Sugiharto, Nazarudin dan panitia pengadaan proyek, Drajat Wisnu Setyawan. Andi membagikan kembali sejumlah uang kepada Irman, Diah dan Sugiharto.
ADVERTISEMENT
“Sugiharto menerima uang sebesar 775 ribu dolar AS dari Andi untuk dibagikan kepada Drajat, Irman, Diah dan Sugiharto. 6 orang yang ditunjuk sebagai panitia pengadaan masing-masing mendapat 25 ribu dolar AS dan untuk  Drajat mendapat 75 ribu dolar AS, Sugiharto mendapat 100 ribu dolar AS, Irman sejumlah 150 ribu dolar AS, Diah mendapat 200 ribu dolar AS dan Husni Fahmi sebagai anggota tim teknis mendapat 200 ribu dolar AS,” ungkapnya.
“Pada Maret 2011 Andi pernah memberikan uang kepada Gamawan Fauzi melalui Afdal Noverman sejumlah 2 juta dolar AS,” imbuhnya.
Setya Novanto yang kini menjabat sebagai Ketua DPR mengakui kenal dengan Andi Narogong. Bahkan, Novanto membenarkan pernah berbisnis dengan Andi saat dirinya masih menjabat Bendahara Umum Partai Golkar.
ADVERTISEMENT
“Ya, kalau Andi saya pernah ketemu, itu dalam kapasitas jual-beli kaos waktu saya selaku Bendahara Umum (Golkar)," kata Setya di gedung DPR, Rabu (8/3).
Setya Novanto dan Anas Urbaningrum telah membantah menerima uang dari proyek e-KTP.