Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Indonesia dalam Konflik Rusia dan Ukraina: Mendayung di Antara Dua Karang
4 Desember 2022 22:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Iksan Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina merupakan isu global yang sangat penting dan telah menjadi perhatian utama semua negara di dunia selain dari ancaman pandemi Covid-19. Dalam dunia internasional, perang bukanlah hal yang tabu. Konflik yang terjadi di Ukraina dan Rusia menjadi penting karena invansi yang dilancarkan Rusia kepada Ukraina menjadi sebuah ancaman akan terjadinya pecah Perang Dunia III.
ADVERTISEMENT
Mengingat dampak yang diakibatkan perang sangat buruk, maka perang antara Rusia dan Ukraina harus segera dicari jalan damai. Penulis berargumen bahwa konflik tidak bisa dibenarkan ketika diselesaikan dengan menggunakan mesin perang pencabut nyawa dengan alasan apapun. Mengingat masih banyak cara-cara diplomatik yang lebih baik dan dan manusiawi untuk dipilih sebagai penyelesaian konflik.
Dalam hal ini Indonesia memiliki peran yang strategis untuk bisa berkontribusi dengan proses diplomatik dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi pada kedua negara yang sedang berkonflik tersebut.
Jika menelisik sejarah, Indonesia telah mencatatkan namanya sebagai bangsa yang mendorong berakhirnya perang melalui Gerakan Non-Blok dan juga politik luar negeri bebas-aktif yang dianut Indonesia pada konflik Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet kala itu.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus konflik yang terjadi sekarang maka Indonesia memiliki momentum dan kesempatan yang baik juga untuk mendorong perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Meskipun demikian, Indonesia hanya sebagai negara middle power. Sedangkan aktor yang terlibat adalah negara super power. Hal ini tidak dilihat sebagai sebuah hambatan melainkan tantangan.
Sehingga Indonesia harus mampu memainkan perannya dengan baik untuk bisa mendayung diantara dua karang. Seperti yang disampaikan oleh Bung Hatta saat sidang Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) di Yogyakarta pada 2 September 1948 untuk merespons situasi politik internsional saat itu yang cenderung “Bipolar” antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
ADVERTISEMENT
Jika dirasakan memang sangat berat untuk Indonsia sebagai negara middle power. Namun Indonesia sudah memiliki momentum yaitu Indonesia dapat memainkan peran sebagai tuan rumah perhelatan Presidensi G-20 dan memanfaatkan prinsip bebas-aktif dalam politik luar negerinya. Bebas-aktif bukan bermakna netral, melainkan Indonesia merdeka secara politik dan merdeka dalam mengambil keputusan. Artinya setiap keputusan yang akan diambil Indonesia tidak atas tekanan dari negara manapun melainkan murni untuk kepentingan nasional.
Inilah yang dimaknai sebagai politik bebas-aktif, artinya bebas dalam bersikap ataupun menentukan sikap dan aktif dalam memelihara perdamaian dunia internasional. Sehingga dalam konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, Indonesia tidak memihak satu kubu dan dalam hal nya sebagai tuan rumah pelaksanaan Presidensi G-20, Indonesia tidak sedang berada dibawah tekanan negara manapun dalam setiap keputusan yang diambil.
ADVERTISEMENT
Indonesia akan terus berkomunikasi dengan semua pihak dan mendorong agar penggunaan kekuatan dapat dihentikan sehingga semua pihak dapat menyelesaikan sengketa agar terciptanya perdamaian dunia terkhusus penyelesaian konflik Rusia dan Ukraina.
Penulis:
Iksan Maulana, Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta.