Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Aspal Buton Terpinggirkan: Benarkah karena Kualitas atau Kepentingan?
2 Mei 2025 14:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ilham Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Tengah Gempuran Aspal Impor, Aspal Buton Masih Berjuang
Buton adalah sebuah pulau di tenggara Sulawesi. Sejak zaman kolonial, tanahnya dikenal kaya akan aspal alam. Bahkan, cadangan aspal Buton (asbuton) disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia, mencapai 600 juta ton.
ADVERTISEMENT
Namun anehnya, di tengah gencarnya pembangunan jalan di Indonesia, asbuton justru jarang dipakai. Proyek-proyek jalan nasional dan tol lebih banyak menggunakan aspal minyak impor. Pertanyaannya: apakah asbuton memang kalah kualitas, atau ada kepentingan lain yang bermain?
Mengintip Pusat Tambang Aspal Buton
Kumparan mengunjungi salah satu tambang aspal alam di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Di sana, truk-truk besar terlihat menumpuk, menunggu muatan. Namun aktivitas produksi tidak seramai yang diharapkan.
"Kami bisa produksi lebih banyak, tapi permintaan dari pemerintah dan kontraktor sangat minim," ujar La Ode Mahfud, manajer operasional salah satu perusahaan tambang.
Ia menambahkan, sebagian besar hasil tambang hanya dijual ke proyek-proyek kecil atau diekspor ke negara tetangga, seperti Filipina dan Malaysia.
Kualitas Dipertanyakan, Tapi Tak Pernah Diuji Setara
Salah satu alasan umum yang disebut kontraktor, jasa aspal dan pejabat proyek adalah bahwa asbuton dianggap tidak stabil dibanding aspal minyak. Tapi menurut para pelaku industri lokal, stigma ini sudah lama digunakan sebagai tameng, tanpa pembuktian yang objektif.
ADVERTISEMENT
"Masalahnya bukan di bahan, tapi di pengolahan. Kalau negara bantu pengembangan teknologi dan standarisasi, asbuton bisa bersaing," jelas Dr. Sarman, peneliti material jalan dari Universitas Hasanuddin.
Sarman menekankan bahwa selama ini asbuton belum mendapat dukungan riset dan industrialisasi yang cukup dari negara. Tanpa itu, wajar jika pelaku industri lokal tertinggal dibanding pemain global.
Proyek-Proyek Besar Dikuasai Pemain Lama
Kumparan menelusuri sejumlah tender proyek jalan nasional tahun 2023–2024. Hasilnya, lebih dari 80% proyek dikerjakan oleh kontraktor besar yang juga tercatat sebagai importir aspal minyak. Beberapa perusahaan bahkan terafiliasi langsung dengan produsen aspal luar negeri.
"Selama yang pegang proyek juga yang pegang aspal, sulit asbuton masuk. Mereka sudah punya channel dan margin besar dari impor," kata seorang mantan pejabat pengadaan jalan di Kementerian PUPR yang enggan disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah: Dukung Asbuton, Tapi Setengah Hati?
Pada tahun 2022, pemerintah mengeluarkan aturan yang mewajibkan penggunaan asbuton dalam proyek tertentu, terutama di kawasan timur Indonesia. Namun, pelaksanaannya lemah.
Kepala Balai Teknik Jalan Nasional Wilayah Sulawesi, Ir. Nurdin, mengakui tantangan di lapangan. “Kami sudah instruksikan penggunaan asbuton, tapi banyak pelaksana proyek bilang bahan tidak tersedia atau mutu tidak konsisten.”
Sayangnya, saat Kumparan menelusuri di lapangan, banyak dari alasan tersebut tidak sepenuhnya valid. Di Buton sendiri, stok asbuton menganggur karena tak terserap pasar.
Kembali pada Kepentingan?
Jika asbuton tersedia, lebih murah, dan lebih ramah lingkungan, lalu kenapa tidak digunakan?
Bagi Mahfud dan para pelaku industri lokal, jawabannya sederhana: politik anggaran dan konflik kepentingan.
"Bayangkan, kita punya tambang sendiri, tapi malah beli dari luar. Negara bayar mahal, rakyat tak diberdayakan," ujar Mahfud, dengan nada getir.
ADVERTISEMENT
Menuju Kemandirian Aspal Nasional
Indonesia sedang bicara soal hilirisasi, soal berdikari dalam industri. Tapi di sektor aspal, justru sumber daya lokal malah dianaktirikan.
Agar asbuton tidak terus jadi bahan pelengkap di pidato-pidato pejabat, tapi tak pernah jadi pilihan utama di proyek nyata, dibutuhkan keberanian politik dan arah kebijakan yang jelas. Termasuk membongkar kepentingan siapa saja yang diuntungkan dari ketergantungan pada aspal impor.
Karena jalan kita mungkin sudah mulus, tapi nasib industri lokal masih penuh lubang.