Konten dari Pengguna

Mereka Yang Berpendidikan

Ilham Wahyu Hidayat
Saya Seorang Pendidik
24 Mei 2020 21:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Wahyu Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mereka Yang Berpendidikan
zoom-in-whitePerbesar
Mereka Yang Berpendidikan
Dulu waktu SMP saya punya kebiasaan nongkrong di pertokoan dekat pasar kalau pulang sekolah. Karena kebiasaan ini saya jadi kenal anak-anak jalanan yang umumnya pedagang asongan, pengamen, tukang parkir, makelar penumpang angkot bahkan sampai dengan pencopet. Setahu saya mereka tidak pernah sekolah. Kalau pun pernah sekolah biasanya belum tamat alias berhenti di tengah jalan.
ADVERTISEMENT
Alasan mereka tidak sekolah atau berhenti sekolah pasti beragam. Tapi itu tidak perlu dibahas karena yang dibicarakan sekarang bukan masalah kesenjangan sosial. Satu hal yang pasti dulu saya sering mengajak mereka ke rumah.
Saya ingat betul bagaimana reaksi ibu saya kalau mereka datang. Beliau langsung menyeret saya ke belakang dan berkata : "Kenapa kamu bergaul dengan orang-orang tidak berpendidikan. Mereka itu tidak pernah makan bangku sekolah. Mereka itu preman. Lihat rambut mereka. Gondrong ! Tatoan!"
Demikian ibu selalu menasehati tapi selalu saya anggap angin lewat. Saya tetap berteman dengan mereka. Setelah dewasa baru kemudian saya pahami sikap ibu yang seperti itu adalah salah satu contoh cara pandang masyarakat yang salah terhadap pendidikan.
ADVERTISEMENT
Umumnya masyarakat menganggap seseorang berpendidikan atau tidak jika orang tersebut sekolah. Bagi saya ini kurang tepat sebab sekolah tidak identik dengan pendidikan walau dalam sekolah memang berlangsung pendidikan.
Pendidikan jika berpedoman Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kalau mencermati definisi tersebut jelas bahwa seseorang berpendidikan atau tidak sebenarnya tidak dapat dukur dari sekolah yang pernah dijalani. Pendidikan menurut definisi tersebut ditandai tiga hal. Pertama, terdapat usaha sadar yang diwujudkan dalam rencana. Kedua, berlangsung dalam proses. Ketiga, memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi diri.
ADVERTISEMENT
Tiga penanda tersebut sudah pasti bukan dominasi sekolah sebagai lembaga formal. Ketiga penanda tersebut juga terdapat dan dapat dilakukan atau dikembangkan dalam lembaga pendidikan lain seperti keluarga sebagai lembaga pendidikan informal dan bahkan lembaga non formal. Khusus mengenai lembaga non formal ini dijelaskan dalam Pasal 26 Ayat 1, 2 dan 3 dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Menurut Pasal 26 Ayat 1 UU RI di atas dinyatakan pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Sementara dalam Ayat 2 dalam Pasal yang sama di atas dinyatakan pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut Ayat 3 dinyatakan pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Dari penjelasan Pasa 26 tersebut jelas bahwa kedudukan lembaga non formal seperti lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, adalah setara dengan pendidikan formal yang diselenggarakan sekolah. Ini sudah pasti sebab dalam ayat 1 tersebut dinyatakan lembaga non formal ini sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal.
Sebagai contoh kongkrit, seorang pengamen bus kota yang tidak tamat sekolah dasar dapat disebut berpendidikan jika kemampuannya bermain gitar didapat dari lembaga kursus sebab lembaga ini telah memberinya penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional yang berguna dirinya dan masyarakat sesuai konsep pendidikan yang dijelaskan di atas.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya seseorang yang pernah bersekolah di luar negeri sampai melewati jenjang S1 harus dipertanyakan apakah orang tersebut berpendidikan jika ternyata orang tersebut suka korupsi saat masuk dunia kerja. Alasanya sederhana. Kelakuannya yang merugikan orang lain tersebut menunjukkan tidak adanya kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia sesuai konsep pendidikan yang dijelaskan di atas.
Kesimpulannya sekolah hanya salah satu bentuk lembaga penyelenggara pendidikan. Selain sekolah masih ada lembaga penyelenggara lain seperti keluarga dan lembaga non formal. Karenanya keliru besar jika sekolah dijadikan ukuran seseorang berpendidikan atau tidak.
Jika berpedoman konsep pendidikan yang disampaikan di awal maka selama seseorang telah menjalani proses yang disadari dan direncanakan dalam sebuah lembaga pendidikan dan dalam proses itu orang tersebut mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, maka mereka dapat disebut orang berpendidikan meskipun mereka berambut gondrong dan bertato.
ADVERTISEMENT
Penulis : Ilham Wahyu Hidayat
Guru SMP Negeri 11 Malang