Kasus Korupsi Bantuan Sosial Covid-19 dalam Kacamata Budaya Korupsi di Indonesia

Ilham Khalid
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
25 Desember 2020 17:24 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ilham Khalid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menteri Sosial Juliari Batubara.                                        Foto : Galih Pradipta/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Sosial Juliari Batubara. Foto : Galih Pradipta/ANTARA
ADVERTISEMENT
Budaya korupsi memang telah menjadi budaya yang telah mengakar di negeri ini sejak dulu. Perilaku ini terus membudaya di tengah masyarakat dan para pejabat baik dalam nominal yang kecil hingga fantastis. Budaya korupsi bukanlah budaya yang baru muncul di Indonesia, apabila kita telisik lebih dalam budaya korupsi di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan dan masa penjajahan. Budaya yang terus diwariskan dari zaman sebelumnya, membawa Indonesia ke budaya yang sekarang yang dimana banyak terjadi penyelewengan kekuasaan dengan melakukan tindakan korupsi. Baru-baru ini salah satu pejabat petinggi yaitu Juliari Batubara yang tersandung kasus korupsi bantuan sosial COVID-19 yang merupakan program Kementerian Sosial Republik Indonesia. Lalu apakah yang menjadi dasar budaya korupsi di Indonesia? apakah budaya atau hanya sebatas kesempatan semata yang dilandasi teori?
ADVERTISEMENT

Teori Korupsi

Dilansir dari laman KPK, terdapat teori-teori yang dikemukakan beberapa tokoh mengenai penyebab korupsi. Namun, disini kita mengambil tiga teori korupsi yang berkaitan dengan kasus bantuan dana sosial COVID-19 yaitu sebagai berikut (Komisi Pemberantasan Korupsi, n.d.):
a. Teori Korupsi Robert Klitgaard (CDMA Theory)
Korupsi terjadi karena adanya beberapa faktor yang dipengaruhi oleh kekuasaan dan monopoli yang tidak diiringi dengan akuntabilitas. Formulasi dari teori Klitgaard yaitu CDMA (Corruption= Discretion + Monopoly - Accountability) yang dimana para pemegang kekuasaan memanfaatkan kekuasaannya dengan memonopoli sumber daya yang tidak diiringi akuntabilitas.
b. Teori Korupsi Jack Bologne (GONE Theory)
Menurut Bologne, korupsi disebabkan oleh faktor keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Keserakahan berpotensi dimiliki semua orang dan berkaitan dengan pelaku korupsi itu sendiri. Faktor kesempatan melakukan korupsi dipengaruhi oleh organisasi, instansi, atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu. Faktor kebutuhan berkaitan erat dengan masing-masing individu untuk menunjang kehidupannya, sementara faktor pengungkapan berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku korupsi apabila ditemukan melakukan kecurangan yaitu melalui pengungkapan kasus melalui kanal media.
ADVERTISEMENT
c. Teori Korupsi Donald R. Cressey (Fraud Triangle Theory)
Tiga faktor yang mempengaruhi kecurangan (fraud) antara lain kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi, di mana ketiganya memiliki derajat yang sama untuk saling mempengaruhi.

Budaya Korupsi di Indonesia

Budaya merupakan kompleks yang melingkupi kesenian, moral, pengetahuan kepercayaan, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lainnya yang diterima oleh manusia sebagai anggota masyarakat (E.B Taylor dalam Soekanto, 1966). Budaya juga mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti dapat membuat kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya meliputi perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut.
ADVERTISEMENT
Menurut Onghokham (1983) dalam (Sinda & Mita, 2013), korupsi di Indonesia secara historis telah terjadi dari zaman kerajaan-kerajaan. Fenomena ini muncul dari zaman kerajaan yang dimana pada saat itu kerajaan bertumpu kepada budaya patrimonial yang dibalut dalam kerangka kekuasaan feodalis (Mochtar Lubis dan James C. Scott) dalam (Joniarta, 2018). Budaya yang secara turun-temurun yang diwariskan dan dilestarikan oleh masyarakat Indonesia pula berkaitan dengan mental orang Asia yang dimana menurut Myrdal (1972) dalam (Wiyanarti, 2009), dikatakan bahwa masyarakat Asia memiliki mental loyal terhadap keluarga, desa atau kelompok yang dilatarbelakangi oleh kesamaan-kesamaan seperti agama, kebudayaan, suku, ras dan kasta. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya praktek “balas-budi” yang dimana membawa kepada kebiasaan-kebiasaan untuk melayani dan mengayomi atasan atau kelompok dengan berbagai cara salah satu bentuknya melalui praktek korupsi. Melalui budaya inilah Indonesia terbentuk menjadi Indonesia yang sekarang yang dimana banyak praktek-praktek korupsi tidak hanya pada tingkat pemerintah namun pada masyarakat pun sehingga menjadi budaya yang sulit untuk diubah.
ADVERTISEMENT

Kaitan Kasus Bansos COVID-19 dengan Realita Budaya Korupsi di Indonesia

Dalam kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19 yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara ini jika ditelisik lebih dalam, hal ini disebabkan oleh tindakan korupsi yang telah mengakar kuat di Indonesia sejak dahulu, dari lingkup kecil sampai yang besar. Seiring berjalannya waktu hal tersebut menjadi suatu budaya yang ironisnya sulit sekali untuk diubah bahkan dalam situasi krisis pandemi sekalipun. Hal ini juga berkaitan dengan budaya Indonesia yang sudah dijelaskan diatas bahwa budaya loyalitas yang dibawa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan.
Budaya loyalitas tidak terlepas dari budaya Indonesia yang dikenal yaitu “gotong-royong”. Budaya Gotong-royong telah melekat dengan seluruh elemen bangsa secara terus-menerus dan berkesinambungan. Namun, pada realitanya banyak orang-orang yang menginterpretasikan hal itu dengan makna dan cara yang salah sehingga justru berpotensi menimbulkan masalah lain seperti perbuatan Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pada kasus korupsi dana bansos yang dilakukan oleh menteri sosial Juliari Batubara, terdapat indikasi aliran dana kepada salah satu partai besar di Indonesia. Nama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex tiba-tiba menjadi pembicaraan di masyarakat. Perusahaan itu dikaitkan dengan perkara pengadaan bantuan sosial (bansos) yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara. Terdapat kontroversi dan permasalahan dalam rencana pembuatan goodie bag yang pada awalnya akan melibatkan UMKM, namun nama Sritex yang menjadi pilihan untuk pengadaan goodie bag yang dimana PT. Sritex rekomendasi dari Gibran Rakabuming yang merupakan Putra dari Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
Jadi dapat disimpulkan dalam kasus ini apabila kita telisik melalui kacamata sejarah budaya korupsi di Indonesia secara mendalam, sebenarnya seseorang pejabat atau penguasa dapat terjebak dalam sebuah siklus budaya korupsi yang terus berulang dan memaksa mereka untuk tetap setia dan melayani para petinggi serta kelompok. Terkadang mereka melakukan korupsi karena memiliki kekuasaan dan motivasi namun tidak diiringi oleh akuntabilitas dan mengutamakan loyalitas.
Sumber
Hariyani, H. F., Dominicus, S. P., & Asmara, A. (2012). Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi ko Ancaman Hukuman yang Menanti Mensos Juliari Batubara Halaman all - Kompas.com. KOMPAS.Com. https://www.kompas.com/tren/read/20
20/12/06/140400165/ini-ancaman-hukrupsi di Kawasan Asia Pasifik. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 5(2), 62–78.
Sinda, V., & Mita, P. (2013). Serta Pembasmian Mafia Koruptor Menuju Indonesia Bersih. 2(2), 162–170.
ADVERTISEMENT
Akbar, J. (2020, December 6). Hukumanman-yang-menanti-mensos-juliari-batubara?page=all
Harjanto, S. A. (2020, December 22). KPK Mulai Telusuri Aliran Suap Bansos ke Kandang Banteng. Kabar24.bisnis.com https://kabar24.bisnis.com/read/20201222/16/1334119/kpk-mulai-telusuri-aliran-suap-bansos-ke-kandang-banteng
Joniarta, I. W. (2018). Banalitas Korupsi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, 2(1), 149–156.
Wiyanarti, E. (2009). Artikel Jurnal Internasional APPS “HISTORIA” Korupsi pada Masa VOC dalam Multiperspektif. April, 1–38.