Tokoh Inspiratif: Belajar Bijaksana dari Burung Puter

Muhammad Ibnu Shina
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang Tukang tidur, ngopi dan berkhayal.
Konten dari Pengguna
10 Juni 2022 16:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Ibnu Shina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wawancara langsung penulis dengan narasumber.
zoom-in-whitePerbesar
Wawancara langsung penulis dengan narasumber.
ADVERTISEMENT
Sekilas burung puter memang memiliki bentuk tubuh seperti burung dara. Tak sedikit orang yang bingung untuk membedakan antara burung puter dan burung dara. Padahal fungsi dan kemampuan kedua burung ini sangat berbeda. Burung puter juga kerap disejajarkan dengan burung perkutut dan derkuku. Karena ketiganya termasuk ke dalam burung anggungan dan bisa dibilang ketiganya masih merupakan kerabat dekat. Suara ketiga burung ini jelas berbeda, namun sama-sama merdu alias enak didengar. Ketiga burung tersebut pun terkenal bukan burung yang manja. Sebab, merawat burung puter, derkuku atau pun perkutut bisa dibilang tidak begitu rumit dibanding burung-burung lainnya.
ADVERTISEMENT
Kali ini penulis akan fokus membahas tentang burung puter. Burung puter memiliki berbagai jenis. Salah satunya burung puter putih (albino). Jenis lainnya ada juga puter lokal dan puter pelung. Biasanya jenis burung puter dapat dilihat dari bentuk fisik dan suara yang dikeluarkannya. Biasanya, makanan dari burung puter adalah biji-bijian. Burung puter juga paling senang jika dimandikan atau terkena air. Dia akan merentangkan sayapnya ketika terkena air, baik berupa percikan air hujan atau pun air yang disemprotkan oleh pemiliknya.
Banyak mitos yang beredar tentang burung puter ini. Ada yang menganggap memelihara burung puter dapat menarik rezeki atau dapat membuat rezeki pemiliknya terus berputar. Biasanya mitos ini dikaitkan pada burung puter yang memiliki mata merah. Burung puter juga dianggap mampu untuk selalu memberikan kenyamanan bagi sang pemilik rumah. Burung ini pun kerap disebut sebagai burung pelengkap rumah. Namun, ini semua sebatas mitos belaka. Percaya atau tidak, penulis kembalikan pada persepsi pembaca sekalian.
ADVERTISEMENT
Bagi penulis, mitos burung puter bukan hal yang terlalu menarik. Penulis lebih tertarik untuk memaknai burung ini secara filosofis. Burung puter memang identik dipelihara oleh para orang tua. Sangat jarang pemuda yang minat untuk memelihara burung ini. Ada sebagian orang berpendapat burung ini adalah burung pemberi sinyal. Jadi, setiap burung ini berbunyi itu menandakan datangnya sesuatu. Misalnya datangnya hujan atau datangnya tamu ke rumah. Bahkan, ada juga yang berpendapat bila ia berbunyi di sepertiga malam, burung puter melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh manusia (hal gaib). Artinya, selalu ada makna dibalik berbunyinya burung puter.
Mari kita sejenak renungkan hal tersebut. Sebagai manusia, kita kerap kali banyak berbicara namun tidak bermakna bagi diri sendiri mau pun orang lain. Terkadang, landasan kita saat berbicara hanya karena ingin didengar saja atau bahkan ingin dianggap pandai oleh orang lain. Padahal, isi pembicaraan kita nihil alias tidak bermakna sama sekali. Memang, manusia adalah makhluk yang perlu berekspresi untuk semacam mendapat kepuasan batin. Namun, alangkah baiknya bila ekspresi tersebut memiliki nilai dan makna.
ADVERTISEMENT
Dari burung puter, seharusnya kita sebagai manusia dapat banyak belajar untuk menjadi manusia yang lebih bijaksana. Bijaksana dalam arti, lebih banyak mendengar ketimbang berbicara. Sebagaimana burung puter yang lebih banyak diam ketimbang berbunyi.
Dari burung ini juga kita belajar untuk berbicara seperlunya. Artinya, setiap kita berbicara haruslah bermakna atau memiliki nilai bagi diri sendiri dan juga untuk orang lain tentunya. Jangan seperti burung kutilang yang selalu berbunyi namun akhirnya hanya menjadi bahan mainan orang yang mendengarnya. Tapi, jadilah seperti burung puter yang banyak diam dan sekalinya ia berbunyi membuat orang terdiam karena menikmati suaranya seraya merenungkannya.
Sebagaimana tadi penulis sampaikan, bahwa burung puter lebih sering dipelihara oleh orang tua, menandakan bahwa memang burung ini mengajarkan arti kebijaksanaan. Hal tersebut bila kita telaah mengisyaratkan bahwa untuk menjadi bijak memang memerlukan waktu dan pengalaman yang mendalam. Tidak bisa didapatkan dengan membaca teori-teori kebijaksanaan semata. Burung puter pun semakin tua, dia akan semakin sering berbunyi dan semakin merdu pula suaranya. Sebagaimana burung puter, semakin tua atau semakin dewasa seharusnya manusia dapat menjadi manusia yang tak sekadar banyak berbicara namun juga mesti membawa makna di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Mungkin yang memelihara burung ini kebanyakan orang tua sebab mereka telah banyak melewati pahit manisnya kehidupan lebih banyak dibandingkan para pemuda. Dan bisa kita simpulkan, bahwa mereka (para orang tua) lebih paham arti bijaksana yang sesungguhnya. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah kutipan, “Pengetahuan bisa diajarkan namun tidak dengan kebijaksanaan. Ia ditemukan dan dirasakan dalam perjalanan hidup.”
Bagi penulis sendiri, burung puter adalah tokoh inspiratif. Melalui wawancara secara tersirat yang penulis lakukan pada beliau yang tentunya milik penulis sendiri, penulis sangat terinspirasi dapat belajar lebih dalam lagi untuk mengenal arti kebijaksanaan yang sesungguhnya. Terakhir, penulis berpendapat bahwa inspirasi atau makna kehidupan tidak selalu kita temukan dari manuisa lain, tetapi bisa juga kita dapatkan dari alam bahkan hewan.
ADVERTISEMENT