Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dua Dasawarsa Banten: Asa 2045
4 Oktober 2020 6:45 WIB
Tulisan dari Imron Wasi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
BULAN Oktober 2020 sudah tiba. Dan, hal ini mengingatkan dan menandai kelahiran suatu daerah di pelosok Selatan Jawa, yakni Banten–yang sangat mahsyur sampai transnasional. Kelahirannya begitu gemuruh, sampai-sampai gemuruh teriakan-teriakan reformasi juga sedikit terisolasi.
ADVERTISEMENT
Dirgahayu Banten 20 tahun. Usia yang masih begitu sangat muda, terlebih baru beranjak ke tahap dewasa. Sangat disayangkan apabila ‘kemudaan daerah’ ini hanya dijamah dan dijalankan oleh para local strongmen, oligark, maupun elite politik yang tidak memerhatikan rakyat Banten dan justru malah menyuburkan praktik-praktik yang selama ini bersifat kontradiktif.
Para aktor yang telah disebut di muka dan entitas lainnya yang tidak disebutkan di sini yang masih memiliki sebutan dan makna serupa agar melakukan refleksi dan kontemplasi diri dalam menjalankan roda pemerintahan (internal). Di satu pihak, beberapa tahun belakangan, tampak dialektika-dialektika yang bersifat konstruktif juga tampak absen dalam pengelolaan sebuah daerah. Padahal, pada saat yang sama, kelahiran daerah ini juga bersamaan dengan pemberlakukan otonomi daerah, atau dalam sehari-hari kita mengenalnya sebagai pemberian asas desentralisasi dan dekonsentrasi.
ADVERTISEMENT
Di lain pihak, kekuatan eksternal juga begitu minim dilakukan. Padahal sebagai rakyat Banten secara umum, kita memiliki mekanisme check and balance sebagai salah satu simbol kekuatan untuk dapat mengawal berjalannya pembangunan dan/atau roda pemerintahan dalam negara yang demokratis. Akan tetapi, secara eksplisit hal ini begitu tampak absen. Sehingga, multi-problematika semakin menumpuk.
Dalam memperingati hari kelahiran yang begitu istimewa, semestinya kita melakukan refleksi dan kontemplasi secara bersama-sama. Karena, sangat percuma apabila refleksi dan kontemplasi hanya dilakukan sepihak, dari dalam saja (internal). Refleksi dan kontemplasi juga perlu dilakukan oleh kita sebagai pihak-pihak yang berasal dari eksternal; agar segala ijtihad nasional dan subnasional serta apa yang hendak dicita-citakan itu bisa tercapai secara cepat, tepat, akurat, dan sistemik: baik itu industri, media massa, CSO, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Seperti yang telah dinyatakan oleh Yudi Latif (2020) dalam Kompas (15 Agustus 2020), Menangkap Api Kemerdekaan, bahwa dalam memperingati hari kemerdekaan, harus bisa menangkap apinya, bukan abunya.
Hal ini bisa kita asosiasikan terhadap hari kemerdekaan daerah yang sangat kental dengan julukan ‘jawara’ ini. Artinya, kita perlu mengambil dan mengimplementasikan hal ihwal yang koheren terhadap nilai kebajikan dengan ideal, misalnya, meningkatkan kualitas kebijakan yang mengutamakan kepentingan rakyat sekaligus mampu mengajak komponen masyarakat lainnya agar terlibat secara pro-aktif dalam memformulasikan proses kebijakan publik dan pelibatan dalam partisipasi pembangunan sampai ke aras grass roots.
Selain itu, dapat menumbuhkan dan meningkatkan indeks pembangunan manusia, pemerataan pembangunan, mengikis pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan; baik kantar-wilayah maupun dalam wilayah kab/kota yang ada di Banten, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai platform pelatihan dan pendidikan, serta hal-hal lainnya yang dapat menunjang kompetensi masyarakat Banten.
ADVERTISEMENT
Membangun Manusia
Sejak terpilihnya incumbent, dalam hal ini, Presiden Jokowi yang berpasangan dengan K.H. Ma’ruf Amin, suatu konsepsi dicoba ditata ulang. Seperti yang telah kita dengar, bahwa pada pemerintahan jilid kedua bersama para kabinetnya; Presiden dan Wakil Presiden akan memfokuskan pembangunanya kepada sumber daya manusia.
Keduanya, baik pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia memiliki nilai yang sangat subtansial untuk menciptakan dan mengejar cita-cita nasional, terlebih asa Banten khususnya, dan Indonesia pada umumnya, yaitu menciptakan peradaban yang unggul dan bermartabat.
Bahkan, Pemerintah Provinsi Banten juga, seingat saya memiliki keinginan yang sama, yaitu: mengutamakan pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Hal ini menjadi jargon Banten. Namun, dalam praktiknya tidak sesuai seperti yang telah didedahkan di atas. Terdapat sejumlah kendala ketika hendak mengaktualisasikan program-programnya. Di sisi yang lain, kita tidak bisa menampik, bahwa sederet prestasi juga telah diperoleh oleh Banten.
ADVERTISEMENT
Dalam kaitan tersebut, penulis teringat akan ungkapan dari Soekarno yang telah mengingatkan pentingnya suatu konsepsi dan cita-cita bagi keberlangsungan negara-bangsa dalam menjalankan roda pemerintahannya. “Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya” (Soekarno, 1989:64).
Ungkapan yang telah dikatakan oleh Soekarno di atas merupakan momentum yang sangat esensial bagi suatu negara-bangsa, terlebih daerah agar dapat meningkatkan laju ekonomi, sosio-politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Soekarno menyatakan pidatonya itu di PBB, pada 30 September 1960. Ia telah memperkenalkan pentingnya sebuah konsepsi dan cita-cita yang harus dimiliki oleh suatu negara-bangsa. Dalam hal ini, Pancasila, digunakan sebagai sebuah paradigma, pandangan hidup, dan ideologi negara.
ADVERTISEMENT
Kembali ke awal, ungkapan Soekarno itu bisa kita gunakan dalam praktik roda pemerintahan di Provinsi Banten yang sangat muda ini. Kemudaan daerah ini tidak boleh diperkosa dan dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sedari awal, sebuah konsepsi dan cita-cita harus dijabarkan secara rinci dan detail oleh pemerintah agar masyarakat dan elemen-elemen lainnya juga terlibat secara aktif membangun daerahnya. Dengan kata lain, orientasi, renstra, transparansi dan sekaligus akuntabilitas menjadi suatu asas yang harus dijalani oleh aktor-aktor pemerintahan. Kendati demikian, apabila masyarakat tidak mengetahui secara komprehensif konsepsi dan cita-cita yang akan dicapai oleh Banten, maka masih kata Soekarno, jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, bahaya di sini dapat dimaknai dapat mengancam stabilitas daerah yang tentunya memiliki implikasi besar terhadap perkembangan roda pemerintahan. Selama ini, pelibatan kita dalam memformulasikan produk politik juga minim dan luput dari perhatian sejumlah pihak. Dengan demikian, hal ini membuat posisi para pengambilan keputusan begitu ‘enak’, tanpa adanya kontrol sosial yang intensif dilakukan. Sehingga berdampak pada mulus dan cepatnya proses kebijakan.
Komitmen dalam membangun manusia harus secara ekstensif dan sistemik dilakukan, agar mampu meningkatkan kapabilitas manusia yang ada di Banten. Membangun manusia di daerah bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan dengan metode tertentu, yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masa yang akan datang. Segala sesuatu, terutama program pendidikan dan pelatihan ini memang harus mampu terintegrasi dengan baik sampai ke tingkat kab/kota di Banten serta perlu adanya tim pengawas atau monitoring secara periodik.
ADVERTISEMENT
Selain itu, komitmen pembangunan manusia juga bisa diuraikan dalam bentuk meningkatnya jumlah rata-rata lama sekolah dan angka harapan hidup. Artinya, ada peningkatan secara signifikan dalam menempuh pendidikan yang dilakukan oleh warga Banten. Dan, hal ini memiliki korelasi dengan indeks pembangunan manusia.
Secara faktual, rata-rata lama sekolah di Provinsi Banten memang mengalami peningkatan setiap tahunnya, terhitung sejak (2014-2019). Pada 2014 (8,19); 2015 (8,27); 2016 (8,37); 2017 (8,53); 2018 (8,62); dan 2019 (8,74). Namun, apabila kita melihat secara geografis antar-kab/kota di Provinsi Banten, terjadi ketimpangan yang cukup. Hal ini dapat tergambar dari sejumlah rata-rata lama sekolah, misalnya, pada tahun 2019 saja, Pandeglang (6,96); Lebak (6,31); Tangerang (8,28); Serang (7,33); Kota Tangerang (10,65); Kota Cilegon (9,74); Kota Serang (8,67); dan Kota Tangerang Selatan (11,80).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan uraian di atas, ketimpangan ini sangat gamblang terlihat. Misalnya, Lebak dan Pandeglang yang memperoleh angka yang cukup kecil, apabila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Provinsi Banten, kedua daerah itu memperoleh angka 7 kurang, yaitu, Lebak (6,31) dan Pandeglang (6,96). Berbeda dengan Kota Tangerang Selatan, dan Kota Tangerang yang mendapatkan angka di atas 8, yakni Kota Tangerang Selatan (11,80); dan Kota Tangerang (10,65). Padahal Kabupaten Lebak sangat dekat jarak dan aksesnya mudah untuk ke DKI Jakarta. Sebagai salah satu daerah dan/atau Kabupaten penyangga ibu kota Indonesia.
Proyeksi Asa 2045
Umur yang masih muda bagi suatu daerah tentu akan menciptakan perjalanan empiris-sosio-historis yang dapat dipelajari secara reguler. Ditambah, di umur yang saat ini dilalui tentu akan menemukan hal-ihwal yang begitu sukar, termasuk akan menemukan perjalanan yang terjal apabila daerah itu tidak memformulasikan, tidak mempunyai konsepsi dan cita-cita, maka perjalanannya akan mandek di tengah jalan, tanpa arah tujuan yang jelas.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya simplifikasi regulasi yang selama ini menghambat pembangunan di daerah-daerah di Provinsi Banten. Hal ini amat diperlukan untuk menunjang peningkatan kemajuan di tanah Banten. Selain itu, dalam membuat naskah akademik dalam membuat produk politik perlu juga dilakukan secara empiris yang melibatkan para akademisi atau peneliti; agar kebijakan publik yang dibuat bisa sesuai dengan asa daerah ke depan, berbasis pada data, fakta, dan rasionalisasi epistemologis yang mampu dipertanggungjawabkan; yang lebih mengkhawatirkan yaitu kalau kebijakan yang dibuat hanya sekadar tambal-sulam atau modifikasi semata.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya simplifikasi regulasi yang selama ini menghambat pembangunan di daerah-daerah di Provinsi Banten. Hal ini amat diperlukan untuk menunjang peningkatan kemajuan di tanah Banten. Selain itu, dalam membuat naskah akademik dalam membuat produk politik perlu juga dilakukan secara empiris yang melibatkan para akademisi atau peneliti; agar kebijakan publik yang dibuat bisa sesuai dengan asa daerah ke depan, berbasis pada data, fakta, dan rasionalisasi epistemologis yang mampu dipertanggungjawabkan; yang lebih mengkhawatirkan yaitu kalau kebijakan yang dibuat hanya sekadar tambal-sulam atau modifikasi semata.
ADVERTISEMENT
Segala konsep dan cita-cita harus segera dilakukan dengan terukur dan terarah sesuai kebutuhan yang akan dihadapi di masa mendatang, terutama yang berkelindan terhadap pengembangan kapabilitas sumber daya manusia di Banten dalam menjawab tantangan-tantangan globalisasi. Di tengah wabah pandemi coronavirus disease (Covid-19) yang menciptakan disrupsi ini juga belum muncul tanda-tanda melandai. Dengan demikian, dibutuhkan keputusan dan kepemimpinan yang cepat dan tepat. Dengan kata lain, menata ulang kebijakan maupun program yang ada; baik itu infrastruktur, kesehatan, maupun pendidikan.
Dalam kesehatan, misalnya, masyarakat juga cukup sukar dalam menerima pelayanan. Harapan yang semula muncul yakni dengan penggunaan KTP elektronik, masyarakat Banten bisa mengakses pelayanan itu dengan cepat. Akan tetapi, secara realitas, hal ini belum berjalan secara optimal atau ada interpretasi yang berkembang yaitu tidak berjalannya kebijakan ini dalam praksis riil. Kemudian, dalam dunia pendidikan, misalnya, seperti yang telah diuraikan di atas, secara kasat mata belum juga merata. Ditambah infrastruktur yang juga kurang merata sampai pelosok desa.
ADVERTISEMENT
Jargon ini yang mentransformasi menjadi program dan kegiatan perlu ditata ulang, agar kebijakan dapat dioptimalkan dengan efektif dan efisien sampai ke aras lokal. Di tengah perkembangan dunia digital, kompetensi manusia di wilayah Provinsi Banten harus sering diasah secara sustainable.
Dengan demikian, jargon-jargon utama yang dimiliki Banten, yang terejawantahkan melalui sejumlah kebijakan-program-kegiatan perlu diaktualisasikan dengan efektif dan efisien. Pertama, pemerintah harus bersikap permisif dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap pelibatan stakeholders dalam memformulasikan kebijakan publik, misalnya, melibatkan antar-komponen, yaitu akademisi, Civil Society Organization (CSO), mahasiswa, aktivis, analis dan pemerhati kebijakan, media massa, dan lain sebagainya. Kedua, perlu adanya evaluasi secara periodik terhadap sejumlah pelaksanaan kebijakan dan program di lapangan. Ketiga, dapat memerhatikan daerah-daerah pesisir, terutama dalam akses saluran signal dan agraria yang beberapa bulan terakhir menjadi stimulus di tengah wabah yang mematikan ini. Keempat, melakukan koordinasi dengan baik dan optimal secara horizontal dan vertikal.
ADVERTISEMENT
Terakhir, seperti yang diungkap oleh Yudi Latif (2020) di atas, bahwa kita perlu menangkap apinya, bukan abunya dalam memperingati hari kemerdekaan; baik secara nasional maupun subnasional.