5 Rekomendasi Kuliner Halal di Pasar Semawis Semarang

Indah Salimin
Senior Copywriter at Digital Skola
Konten dari Pengguna
20 Juli 2019 15:32 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indah Salimin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sate tulang ayam di Pasar Semawis. (Foto: Indah Salimin)
zoom-in-whitePerbesar
Sate tulang ayam di Pasar Semawis. (Foto: Indah Salimin)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Semarang memang surganya kuliner. Selain punya banyak kuliner khas yang lezat, kota ini juga punya sentra kuliner terkenal, yakni Pasar Semawis.
ADVERTISEMENT
Sudah lama saya mendengar soal pusat kuliner yang kabarnya jadi sentra street food Semarang ini. Kabarnya, kawasan ini penuh dengan makanan-makanan lezat yang bikin pemburu kuliner wajib 'menjelajahinya' saat berkunjung ke Semarang.
Keriuhan Pasar Semawis. (Foto: Indah Salimin)
Setelah saya melakukan riset kecil-kecilan, saya jadi tahu bahwa pusat kuliner di kawasan Semarang ini mulai dikenal masyarakat pada tahun 2006. Bermula dari peringatan 600 tahun pendaratan Cheng Ho (Zheng He) atau Sam Poo Kong tahun 2004 di kota Semarang.
Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Semarang kemudian merevitalisasi kawasan Pecinan Semarang hingga berkembang menjadi diadakannya Pasar Semawis di kawasan ini setiap akhir pekan.
Berada di kawasan Pecinan Semarang. (Foto: Indah Salimin)
Pasar Semawis berada di sepanjang Gang Warung, tepat di depan gapura kawasan pecinan Semarang. Sepanjang kurang lebih 300 meter, berjajar tenda-tenda dengan keberagaman yang menarik. Mulai dari minuman-minuman hits, hingga kuliner legendaris Semarang.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, karena berada di kawasan pecinan, tidak sedikit pengunjung yang ragu untuk berkunjung ke sini karena khawatir membeli makanan yang tidak halal. Padahal, banyak banget makanan di Pasar Semawis yang 100 persen halal, lho.
Nah, untuk kamu yang ingin pergi ke Pasar Semawis dan ragu karena takut membeli makanan yang tidak halal, berikut lima makanan halal yang saya coba saat menjelajahi Pasar Semawis Semarang:
Atraksi di Pasar Semawis. (Foto: Indah Salimin)
Tenda Chok Dee Thailand Street adalah salah satu yang teramai di Pasar Semawis. Bukan apa-apa, tenant yang satu ini memang sangat atraktif. Api yang berkobar saat proses memasak makanannya, menjadi penarik perhatian yang akhirnya membuat pengunjung mampir untuk menonton dan kemudian mencicipinya.
ADVERTISEMENT
Begitu pula saya, tertarik dengan atraksi pegawai tenant yang sedang membakar bakso, cumi dan baby octopus. Setelah mendekat, jajaran satai yang dipajang akhirnya membuat saya tergoda. Saya memutuskan untuk mencoba membeli baby octopus yang berwarna pink gelap dan bakso cumi kepiting. Ada juga bakso salmon, kepiting, dan ikan.
Baby Octopusdan bakso kepiting. (Foto: Indah Salimin)
Antreannya yang cukup panjang membuat saya menunggu cukup lama, sekitar 20 menit. Tapi waktu menunggu yang cukup lama itu menjadi menyenangkan karena sambil menyaksikan aksi pegawainya yang bermain api dengan atraktif.
Ekspektasi saya, membayangkan makan baby octopus langsung dari tusukannya ternyata tidak terpenuhi. Kedua pesanan saya disajikan dalam mangkuk kertas dengan tambahan bumbu, jagung rebus, dan bulatan mashed potato.
Baby octopus. (Foto: Indah Salimin)
Bakso Kepiting. (Foto: Indah Salimin)
Rasanya enak banget! Bumbunya pedas, manis, dan asam mirip dengan bumbu asam manis yang biasa digunakan untuk kuah kerang, hanya saja dengan cita rasa yang khas. Penyajian dengan mangkuk, meski jadi kurang estetis tapi ternyata lebih praktis. Saya tak kesulitan untuk menandaskan dua porsi makanan yang saya pesan.
ADVERTISEMENT
Waduh, menuliskannya saja, membuat saya ingin kembali ke pasar Semawis untuk membeli makanan ini lagi. Oh iya, setiap jenis satai yang ada di tenda Chok De dijual seharga Rp 40.000.
Es puter Cong Lik. (Foto: Indah Salimin)
Es puter Cong Lik adalah salah satu es legendaris di Semarang. Es puter tradisional ini sudah buka sejak tahun 1982 hingga sekarang. Disebut Cong Lik karena pemilik warung yang bernama Imam Sudarto, dulu disebut kacung cilik alias 'pesuruh kecil' karena sering membantu ayahnya mengantarkan pesanan kepada pelanggan.
Cita rasa es ini konon tidak berubah dari saat pertama kali berjualan keliling di kawasan Pecinan. Proses tradisional dalam membuat es ini tetap dipertahankan hingga sekarang.
Ada bermacam rasa yang ditawarkan es puter Cong Lik yakni durian, alpukat, kopyor, dan cokelat. Menurut penjaga tenda Es Puter Cong Lik yang berada di kawasan pasar Semawis, rasa durian adalah varian yang paling laku, maka dari itu, saya turut memesan untuk mencoba rasanya.
Es puter durian. (Foto: Indah Salimin)
Disajikan dalam mangkuk mika, seporsi es puter ini berisi es, potongan utuh durian, potongan besar agar-agar, mutiara dan sepotong buah siwalan atau buah lontar. Rasanya, manis, gurih, dan segar.
ADVERTISEMENT
Untukmu yang sensitif dengan pemanis buatan, niscaya akan baik-baik saja meminum es ini, karena bahannya yang alami tanpa campuran pemanis buatan. Seposri es puter Cong Lik rasa durian dijual seharga Rp 30.000 sedangkan varian lainnya Rp 25.000 per porsi.
Nasi ayam hainan. (Foto: Indah Salimin)
Nasi hainam atau hainam rice adalah salah satu olahan khas Tionghoa yang sangat dikenal di Malaysia di Singapura. Sedangkan di Indonesia, makanan ini lebih populer dengan sebutan 'nasi hainan'. Entah salah tulis atau disengaja, tulisan di gerobak kios yang saya datangi di Pasar Semawis ini adalah 'Nasi Ayam Hainam', bukannya 'nasi ayam hainan'.
Gerobak sederhana ini tampak ramai dan makanannya pun terlihat lezat. Setelah memastikan kepada penjualnya bahwa sajian ini halal, saya pun memesan satu porsi ayam hainan. Saya ditawari pilihan dampingan hati ayam atau sosis, dan saya lebih suka hati ayam.
Nasi ayam hainam. (Foto: Indah Salimin)
Walau ramai pembeli, namun tak butuh waktu lama bagi saya untuk mendapatkan pesanan. Seporsi nasi hainan dengan ayam rebus, kuah, sambal, potongan hati, dan jamur tertata rapi dalam kemasan styrofoam yang meskipun mengurangi estetikanya, tapi tak berpengaruh pada kelezatannya.
ADVERTISEMENT
Nasinya gurih dan sedap, potongan hatinya kering dan kesat, ayam rebusnya pun lembut dan gurih, semakin nikmat disantap dengan kuah kaldu dan sambal yang membuatnya jadi makin istimewa. Seporsi nasi hainan seharga Rp 30.000 ini jelas mampu membuat saya kembali ke Pasar Semawis untuk kembali menikmatinya.
Sate tulang ayam? Namanya aja udah bikin penasaran. Makanya begitu saya melewati kios satu ini, apalagi melihat satai daging ayam yang sedang dipanggang, haduh, saya tak kuasa untuk tidak mampir.
Rupanya, satai tulang ayam ini adalah satai bagian punggung ayam. Diambil bagian ini karena punya tekstur daging lebih lembut dengan keberadaan tulang muda yang membuatnya makin gurih.
Nasi bakar kemangi ayam telur asin. (Foto: Indah Salimin)
Sebagai pelengkap, saya pesan juga nasi bakar kemangi ayam telur asin. Dari namanya saja pun sudah menarik, ya? Pengemasannya pun tak kalah cantik. Dibungkus dengan daun pisang menjadi bentuk kerucut, nasi bakar ini tampak sangat menggoda ketika disajikan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, menurut saya, walaupun tetap enak, tapi rasa asap dari hasil pembakaran nasi ini masih belum maksimal, sehingga suwiran ayam dan telur asin di dalamnya jadi belum terasa 'nendang' gurihnya.
Sate tulang ayam. (Foto: Indah Salimin)
Berbeda dengan satai tulang ayamnya, amboi sungguh nikmat nian. Satu tusuk satai ini berisi tiga potongan daging ayam. Dengan bumbu asam pedas manis, daging ayam yang terpanggang dengan baik ini punya tekstur yang lembut dan rasa yang lezat.
Kalau tidak melihat antreannya, saya mungkin akan tergoda untuk memesan satu tusuk lagi. Sate tulang ayam ini dijual seharga Rp 15.000 per tusuk sedangkan nasi bakarnya Rp 30.000 per bungkus.
Setelah makan yang gurih-gurih, paling enak memang ditutup dengan makanan manis. Untuk itu, saya mencari salah satu kudapan yang banyak dicari di Pasar Semawis yakni pisang plenet. Ada dua penjual pisang plenet di Pasar Semawis, saya memilih Pak Tuko karena nilai historisnya.
PIsang plenet Pak Tuko. (Foto: Indah Salimin)
Pak Tuko sudah mulai berjualan pisang plenet sejak 1960 yang serta-merta membuatnya menjadi legenda pisang plenet di Semarang. Selain kios di Pasar Semawis, kamu juga bisa menemukan pisang plenet Pak Tuko di kawasan Mal Sri Ratu.
Pisang plenet siap saji. (Foto: Indah Salimin)
Ada 11 rasa yang tersedia, dan saya memilih rasa original, yakni mentega-gula, dan cokelat keju. Tidak butuh waktu lama menunggu, kedua pesanan saya datang dan langsung saya cicipi.
Rasa cokelat keju dan mentega gula. (Foto: Indah Salimin)
Rasa original mentega gula mungkin sedikit kurang 'ramai' untuk kamu pecinta topping. Bahan utama pisang kepok yang di-plenet alias dipipihkan, dipanggang sebentar dengan mentega dan diberikan tambahan gula dalam penyajiannya. Rasa original ini punya cita rasa gurih dan manis yang sederhana.
rasa cokelat keju.
Saya lebih suka rasa cokelat keju. Paduan antara pisang yang dibakar dengan cokelat dan keju, menjadi hidangan pencuci mulut yang tepat untuk menutup penjelajahan kuliner saya di Pasar Semawis hari ini. Per porsinya, pisang plenet Pak Tuko dijual seharga Rp 13.000.
ADVERTISEMENT
Gimana? Masih ragu buat kulineran halal di Pasar Semawis? Enggak usah khawatir karena banyak banget pilihan makanan dan camilan halal yang bisa kamu dapatkan di sini.
Tips dari saya, sebaiknya hindari ke sini pada hari Sabtu, karena akan ramai dan penuh banget. Hari Minggu lebih baik karena relatif lebih sepi dibanding hari Sabtu.
Selain itu, datanglah lebih awal, yakni sekitar pukul 18.00 WIB untuk menghindari antrean di kios-kiosnya. Soalnya, semakin malam, tempat ini akan semakin ramai.
Satu lagi, sebaiknya kamu isi saldo Go-Pay yang banyak untuk menghindari keribetan bertransaksi dengan uang tunai, karena sebagian besar kios di Pasar Semawis sudah menerima pembayaran dengan Go-Pay.
🍴 Kawasan Kuliner Pasar Semawis Semarang.
ADVERTISEMENT
📍 Jalan Gang Warung, Kauman, Semarang Tengah, Semarang.
⏰ Jumat-Minggu, Pukul 18.00 - 23.00 WIB.
🍲 Beraneka makanan halal dan non halal.