Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gurih Manis Pahit dalam Sesap Kopi Santan Blora
20 Maret 2022 22:52 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Indah Salimin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Blora sedang panas-panasnya saat saya, Ismaya, Dita dan Bagus membelah hutan jati untuk menuju satu tempat kuliner kondang: kopi santan Blora. Rekan saya, Bagus, sudah sekian lama melempar wacana untuk sekali waktu menjajal kuliner yang sudah terlampau sering diunggulkan oleh pejabat setempat sebagai hal ikonis dari Kabupaten Blora ini. Sebagai warga lokal sekaligus penikmat kopi, rasanya menyerupai kesalahan jika seumur hidup saya tidak menyempatkan mampir. Jadi, dalam kesempatan yang bisa disebut tiba-tiba, kami berempat mengendarai mobil menuju ke warung yang memegang trademark kopi santan khas Blora: Kopi Santan Mbah Sakijah.
ADVERTISEMENT
Kami berkunjung ke sana pada Jumat sekitar pukul 11.00 WIB dan warung tampak sudah ramai. Begitu sampai, saya melihat bangunan khas limasan Jawa Tengah yang telah dibuka dinding-dindingnya sehingga aktivitas orang-orang yang sudah lebih dulu tiba, bisa kita tangkap dari luar. Suara musik dangdut menyambut dengan semarak, mengiringi tamu yang kebanyakan laki-laki, menyesap seteguk demi seteguk kopi baik sendiri maupun beramai-ramai.
Begitu melangkah masuk, saya melihat dua nampan penuh berisi es teh dalam kemasan gelas dan satu lainnya diisi jajaran gelas kopi santan dan piring kecil sebagai alas yang biasa disebut lepek. Saya sempat bingung, mengira warung ini menerapkan sistem self service alias tinggal mengambil minuman yang diinginkan. Apalagi, jajaran minuman tersebut menjadi satu dalam meja yang penuh dengan pilihan jajanan pasar. Beruntung, ada pegawai yang datang dan mengambil nampan tersebut untuk dibawa ke pemesannya. Syukurlah, saya tidak jadi mencomot hak orang lain.
Rekan saya yang memesankan kopi santan dan kopi susu santan, sedangkan saya memuaskan nostalgia saya pada jajanan-jajanan yang terhampar. Gethuk, lepet jagung, klepon, cenil hingga walang goreng (belalang goreng) adalah jajajan yang sangat khas bagi kami orang Blora. Saya memilih lepet jagung karena mengingatkan saya pada kenangan masa kecil yang sering menikmati jajanan ini sebagai takjil pada bulan ramadan.
Belalang goreng, tentu hanya saya foto lalu tinggalkan karena memakannya sama saja dengan upaya mencintai orang yang tidak dapat kita miliki, alias hanya akan menyakiti diri sendiri. Segigit saja bagian tubuh belalang itu masuk dalam kunyahan, efek alerginya bisa menyiksa hingga dua hari. Jadi, bagi teman-teman penikmat kuliner 'ekstrem' pastikan kalian tidak alergi pada belalang goreng jika ingin mencoba kudapan ini.
Sembari menunggu kopi tiba, saya minta izin menyapa seorang Ibu yang sedang menyangrai biji kopi. Dengan wajan dari tanah liat dan api yang berasal dari pembakaran kayu, saya bisa menangkap pemandangan ini tentu sangat sinematis bagi para videografer atau fotografer yang meliput. Dari dialog singkat, Sang Penyangrai ternyata masih kerabat dari Nur Komariah, cucu pencetus Kopi Santen. Berarti, warung ini telah dijalankan oleh generasi ketiga. Hal yang wajar bila menilik warung kopi ini telah mulai dirintis sejak tahun 80-an.
Sekembalinya dari dapur, kopi saya ternyata sudah tersaji di meja. Kami memesan dua jenis kopi, kopi santan dan kopi susu santan. Saya mencoba pesanan saya sendiri, kopi susu santan yang begitu masuk ke mulut, langsung membuat gigi saya ngilu karena sensitif pada gula. Kesan pertama saya: kopi ini luar biasa manis! Bagi teman-teman yang tidak terlalu gemar pada gula, mungkin bisa mencoba memesan dengan porsi manis separuh dari normal.
Setelah beradaptasi dengan manisnya, lidah saya mencecap rasa-rasa yang lain: gurih dari santan dan semburat pahit dari kopi. Rasa kopinya, sayangnya tenggelam oleh duo santan dan susu kental manis. Sehingga dibandingkan 'kopi susu santan', minuman ini bagi saya lebih tepat disebut 'susu santan kopi'.
ADVERTISEMENT
Puas mencicip kopi susu santan, saya mencicip kopi santannya. Tidak jauh berbeda, pada sesapan pertama, rasa yang duluan menyeruak adalah manis dan gurih dengan tekstur yang lembut dari santan dan gula. Sebagaimana wajarnya santan, kuat aroma kelapa mendominasi, mengalahkan dekapan biji kopi yang sewajarnya kita hirup saat menyeruput kopi seduh biasa.
Bila dibandingkan dengan kopi hitam biasa atau kopi kothok yang juga jadi favorit orang Blora, selera saya masih setia pada kopi biasa. Komposisi santan dalam kopi santan ini bagi saya kurang seimbang. Sebagai seorang peminum kopi yang lebih pada kebutuhan dibandingkan gaya, tubuh dan lidah saya membutuhkan lebih banyak kuasa kopi dibandingkan santan.
Jika saja ada pilihan komposisi santan yang dikurangi dan kopi yang diperkuat, mungkin saya berkenan mencoba kembali. Tapi jika racikan ini adalah paten tanpa alternatif, maka pengalaman kali ini bisa jadi pertama sekaligus pamungkas. Cukup bagi saya meruntuhkan rasa penasaran dan 'kewajiban' bagi seorang pemegang KTP Blora untuk merasakan kuliner unggulan ini.
ADVERTISEMENT
Tentu saja, masalah selera tidak seperti ayat suci atau pasal hukum yang wajib dijadikan pedoman hidup. Apa yang saya rasakan, tentu bisa berbeda dengan pendapat penikmat kopi santan lainnya. Buktinya, warung ini terus ramai dari waktu ke waktu. Tak mengenal hari, pengunjung datang silih berganti bukan hanya karena penasaran, tapi juga ketagihan.
Jadi, jika pembaca sekalian berkesempatan mampir ke Blora, tidak ada salahnya meluangkan agenda untuk mencoba sendiri keunikan kopi santan unggulan bumi Samin ini. Selamat mencoba!
***
🍴 Kopi Susu Santen Mbah Sakijah
📍 Jepang Satu, Jepangrejo, Kec. Blora, Kabupaten Blora, Jawa Tengah
⏱ Setiap hari pukul 05.00 - 21.00 WIB (tutup sejenak saat azan Maghrib)
💰Kopi santan dan kopi susu santan: Rp 5.000/gelas; jajanan pasar Rp 1000-Rp5000/bungkus.
ADVERTISEMENT