Catatan Limbuk Naik Bus Tangerang-Jakarta-Tangerang

Indria Salim
Seorang penerjemah, penulis dan blogger lepas. Suka mendengarkan musik, memotret, dan menulis. Sesekali merangkai sajak bebas.
Konten dari Pengguna
3 Februari 2017 9:34 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Indria Salim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bus (Foto: Pixabay)
Sudah nggak lucu lagi memang.
Kemarin ketemu penjual asongan di bus, remaja seusia siswa SMP, serius, cari uang coba! Sebuah pengalaman pergi-pulang naik bus umum yang membuat mataku membasah.
ADVERTISEMENT
Dalam kurun waktu 6 jam (pukul 2 siang sampai pukul 8 malam), aku ketemu anak yang sama. Dia tidak banyak bicara, namun fokus menjajakan dagangannya, selayaknya orang yang bekerja sangat tekun.
Menekan kesedihan memikirkan kekontrasan remaja penjual asongan dibandingkan para bocah tua bertingkah tanpa tanggung jawab, di Senayan, di tempat lain -- aku hanya bisa berdoa dalam hati, agar remaja ini mendapatkan cara ajaib mengubah nasib.
Sayangnya, aku hanya mampu menjadi pembeli biasa. Kukeluarkan uang Rp 15.000, untuk sepuluh bungkus jagung goreng (marneng) dan permen gula asem.
Remaja sebayanya, kebetulan dia rupawan -- kebetulan saja, rata-rata menikmati masa-masa menyenangkan bercanda , bermain dengan teman, tinggal di rumah yang hangat dan nyaman bersama orang tua.
ADVERTISEMENT
Harusnya remaja ini bersekolah agar cakrawala lebih luas dan membangun kesejahteraan masa depan. Ini baru satu saja dari sekian banyak sekali contoh nyata.
Yang bikin nyeseg -- bahwa anak ini mengingatkanku pada seorang bocah tua labil, sedikit-sedikit mengungkapkan galau ke "ruang publik". Apakah pernah berkuasa sepuluh tahun lamanya belum cukup membuatnya puas menjadi orang terkemuka senegara?
Kerjanya terus berintrik dalam penampilannya yang "berwibawa dan santun", huh! Basi.
Sebagai seorang mantan nomor satu, beliau menjadikan dirinya sendiri sebagai karakter dagelan yang sungguh konyol. Sayangnya atau parahnya -- orang ini membuat dunia politik semakin tidak sehat, bukan sekadar ramai lancar tapi makin kisruh.
Itu karena dia memaksakan diri untuk tetap duduk, masuk, bahkan bila itu melalui anaknya yang juga masuk sebelum mengalami penggodokan sebagai calon abdi rakyat & negara dalam arti sebenar-benarnya. |
ADVERTISEMENT
@IndriaSalim| 2017.02.03  *) Limbuk adalah tokoh dalam kisah wayang, menggambarkan simbol rakyat biasa