Cara Mengatasi Toxic Positivity beserta Ciri-cirinya

info psikologi
Menyajikan informasi seputar info psikologi yang terkini, terupdate, dan terlengkap.
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2023 20:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari info psikologi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cara mengatasi toxic positivity. Foto: StockSnap/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cara mengatasi toxic positivity. Foto: StockSnap/Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pikiran positif membuat kehidupan seseorang lebih bahagia dan fokus pada hal-hal baik. Akan tetapi, tidak selamanya berpikir positif ini baik. Contohnya, toxic positivity, sehingga perlu tahu cara mengatasinya.
ADVERTISEMENT
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan apabila seseorang terjebak dalam toxic positivity.

Cara Mengatasi Toxic Positivity yang Tepat dan Ciri-cirinya

Ilustrasi cara mengatasi toxic positivity. Foto: StockSnap/Pixabay
Dalam situs resmi Rumah Sakit Siloam, siloamhospitals.com, disebutkan bahwa toxic positivity merupakan perilaku menuntut diri sendiri atau orang lain agar selalu mempunyai pikiran serta emosi positif meski tengah berada dalam keadaan terpuruk.
Menekan atau mengabaikan emosi negatif seperti ini tentu akan berdampak pada kesehatan mental. Toxic positivity yang dilakukan terus menerus dalam jangka panjang berisiko menyebabkan depresi, stres, gangguan kecemasan, hingga gangguan mental lainnya.
Sementara itu, ciri-ciri toxic positivity antara lain, selalu berusaha menyembunyikan emosi yang sebenarnya dan menghakimi orang lain yang berusaha meluapkan emosi negatifnya.
Ciri selanjutnya yaitu menghindari masalah berat yang tengah dialami, memberi semangat pada orang lain disertai pernyataan meremehkan, hingga timbulnya perasaan bersalah kepada diri sendiri saat meluapkan emosi negatif.
ADVERTISEMENT
Berikut cara mengatasi toxic positivity:

1. Menghargai Perasaan Orang Lain

Tiap orang berhak atas perasaan masing-masing. Berusahalah untuk belajar mendengarkan apa yang dirasakan orang lain, kendati berbeda dengan perasaan sendiri. Hindari menutupi perasaan mereka dengan toxic positivity.
Ingatlah bahwa setiap orang memiliki cara sendiri untuk mengatasi berbagai hal yang mungkin saja berbeda dengan cara kita. Tugas kita hanya memberi dukungan emosional dan mengatakan bahwa apa yang dirasakan merupakan sesuatu yang normal.

2. Tidak Mengabaikan Emosi

Akui perasaan serta rasakan emosi yang ada di dalam diri entah itu buruk maupun baik. Menghindari atau menyangkal perasaan sebenarnya hanya akan menciptakan ketidaknyamanan.

3. Tak Harus Selalu Merasa Bahagia

Sadari bahwa tidak perlu khawatir tatkala dihadapkan pada situasi yang jauh dari harapan. Kita tak harus senantiasa merasa bahagia sebab kesedihan maupun kekecewaan juga merupakan rasa yang manusiawi.
ADVERTISEMENT

4. Menjadi Realistis

Dalam situasi yang sulit, sangat wajar orang merasa ketakutan. Daripada menyangkal perasaan negatif, tanamkan bahwa menginginkan kondisi selalu positif merupakan hal yang tidak realistis.

5. Tuliskan Perasaan

Menuliskan perasaan dapat menjadi terapi yang bermanfaat untuk mengurangi stres atau kecemasan. Lewat menulis seseorang bisa menuangkan segalanya dengan jujur baik itu mengenai hal positif maupun negatif.

6. Mengurangi Penggunaan Media Sosial

Perasaan terhadap situasi yang ada di sekitar bisa memancing terjadinya toxic positivity. Salah satunya ketika melihat akun-akun di media sosial yang selalu mengunggah kebahagiaan atau motivasi.
Kita jadi merasa mungkin kesedihan yang dimiliki tidak wajar atau berlebihan. Di sinilah bisa muncul toxic positivity sebab seseorang akan menolak segala emosi negatif sebab ingin selalu tampil sempurna dan bahagia di media sosial.
ADVERTISEMENT
Cara mengatasi toxic positivity dapat dimulai dari mengubah kebiasaan, pola pikir, dan perilaku diri sendiri. Menekan atau mengabaikan emosi negatif tidak seharusnya dilakukan sebab pada dasarnya kondisi tersebut sangat manusiawi. (DN)