Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Masyarakat Adat Citorek: Lebih Dari Sekadar Negeri di Atas Awan
7 Juli 2024 12:45 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Gianluigi Fahrezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Minggu lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke beberapa tempat dan cagar budaya menarik di Kabupaten Lebak. Kesempatan itu terwujud lewat program “Kenali Budayamu, Cintai Negerimu” yang digagas oleh Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII. Kegiatan berlangsung selama tiga hari sejak 26—29 Juni 2024 dan diikuti oleh sekitar 50 peserta dari kalangan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Buat saya, mengunjungi tempat-tempat bersejarah atau mengeksplorasi alam selalu menjadi kesenangan tersendiri. Sayang, semenjak masuk ke semester akhir kegemaran itu sering terhalang oleh jadwal kuliah yang tak menentu. Ketika libur tiba saya pun seringnya memilih untuk tetap di rumah mengerjakan tugas organisasi yang tidak habis-habis. Makanya, beruntung saya terpilih untuk mengikuti kegiatan ini sebagai penyegar di antara kejengahan rutinitas hidup sebagai mahasiswa.
Sejatinya dalam perjalanan selama tiga hari itu kami mengeksplorasi banyak titik, di antaranya Situs Lebak Kosala di Lebakgedong, Situs Lebak Cibedug yang katanya “piramidanya Lebak”, sampai main ke Kasepuhan Citorek. Namun, di antara banyaknya tempat yang disinggahi, Citorek memakan tempat paling spesial buat saya selama perjalanan kemarin.
Pada malam hari pertama, kami beserta iring-iringan mobil masuk ke penginapan Negeri di Atas Awan. Semenjak berangkat kami sudah diberitahu akan kemagisan wilayah tersebut. Awan-awan yang mengepul ketika pagi menawarkan pemandangan cantik yang memanjakan mata. Sayang malam itu hujan, sehingga otomatis suhu menjadi amat dingin. Saya bersama rombongan pun memutuskan tidur cepat untuk mengejar matahari terbit setelah Subuh besok.
ADVERTISEMENT
Selepas Subuh dan sarapan, saya bergegas menuju tempat terbaik untuk menangkap matahari terbit. Ternyata lokasinya berada persis di belakang penginapan Negeri di Atas Awan. Pengunjung hanya perlu sedikit mendaki tangga dan kemudian sampai di bukit kecil tempat orang-orang bisa melihat pemandangan gunung dengan visibilitas yang baik. Langit masih diselimuti gelap pada pukul setengah lima pagi. Masuk pukul lima, semburat ungu matahari perlahan-lahan mulai menembus tirai gelap dan siluet gunung mulai menampakkan wujudnya.
Sampai di puncak bukit, memang pemandangan yang ditawarkan Negeri di Atas Awan sungguh menawan. Gumpalan awan berembus lembut, menggulung dan menyelimuti gunung-gunung di sekitarnya. Dari atas, nampak awan seolah tidak berujung sehingga menimbulkan perasaan tenang dan takjub yang dalam. Dengan dibantu angin, awan bergerak perlahan seolah mengajak mata pengunjung untuk mengikuti pola gerakannya. Dari balik bukit sedikit-sedikit sang surya juga mulai menampakkan dirinya, menyingkap tabir gelap yang menutupi angkasa dan menggantinya dengan sinar yang menghangatkan.
Pengalaman tersebut berlangsung selama sekejap, hanya sekitar 30—40 menit sebab setelah itu cuaca langsung terasa hangat cenderung panas. Saya bersama rekan-rekan memanfaatkan waktu untuk mengabadikan momen, berfoto dengan orang-orang tersayang dan rekan-rekan yang baru ditemui selama perjalanan. Tidak lupa, kalau berada di Negeri di Atas Awan, tentunya harus foto menghadap belakang!
Lebih Dari Negeri di Atas Awan
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, ternyata pesona Citorek tidak hanya terbatas pada keindahan Negeri di Atas Awan. Wilayah yang tercatat sebagai salah satu dari 57 kasepuhan di Lebak ini ternyata menyimpan kearifan lokal yang membuat desanya mampu bertahan hidup dengan menggalakkan ketahanan pangan.
Pada hari terakhir eksplorasi “Kenali Budayamu, Cintai Negerimu” saya bersama rombongan berkesempatan untuk mengunjungi secara langsung Kasepuhan Citorek. Semula rombongan mobil diparkir persis di pinggir jalan yang kiri-kanannya diapit oleh hamparan sawah dan luas. Di sana, kami didampingi oleh pemandu lokal yang menunjukkan jalan menuju tempat tinggal para warga Citorek. Saya bersama rombongan harus berjalan mematang sawah untuk sampai di sana.
Dari sini proses edukasi dimulai. Menurut keterangan pemandu setempat, petani Kasepuhan Citorek ternyata membudidayakan berbagai jenis padi di sawahnya. “Ada sekitar 8 jenis padi yang ditanam di sini,” ujarnya. Beberapa varian yang sering ditemukan di antaranya padi putih, merah, dan juga hitam. Tiga varian padi tersebut dapat dibedakan dengan melihat keberadaan rambut halus di ujung-ujung bulir padi yang belum dipanen.
ADVERTISEMENT
Padi yang ditanam di Kasepuhan Citorek konon memiliki rasa yang khas. Berbeda dengan padi biasa yang bisa mengalami musim panen dua sampai tiga kali setahun, petani Citorek hanya dapat memanen padinya satu kali dalam setahun. Hal ini membuat padi hasil petani Citorek menjadi lebih tahan lama untuk disimpan selama bertahun-tahun. Tidak hanya itu, rasa nasi yang dihasilkan pun dinilai lebih pulen dan nikmat.
Ada adat yang melarang warga Kasepuhan Citorek untuk menjual padinya secara sembarangan ke pasar. Oleh karena itu, proses penanaman termasuk penentuan jenis padi yang ditanam diatur ketat oleh adat kasepuhan. Menariknya, tidak hanya untuk bahan pangan sendiri, menurut penuturan sang pemandu Kasepuhan Citorek juga menanam padi jenis khusus yang hasilnya disetorkan ke lingkungan Keraton Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Lepas mengelilingi sawah, kami tiba di kolam budidaya ikan mas. Kolam-kolam ini dibangun dengan membendung aliran sungai dan mendirikan tambak-tambak sederhana di pinggirannya. Dalam satu kolam bisa terdapat puluhan bahkan ratusan ikan mas. Berbeda dengan ikan mas pada umumnya, ikan mas di sini berukuran jumbo sebesar telapak tangan orang dewasa. Saya pun mencoba untuk memegang ikan mas yang berada dalam kolam, namun apa daya dia selalu lepas dari pegangan.
Ikan mas yang dikembangkan di Kasepuhan Citorek memiliki nilai jual yang fantastis. Kata pemandu, sekilo ikan di sini bisa dihargai tiga ratus ribu per kilo. Ikan yang paling mahal pun bisa dihargai jutaan rupiah. Puas memandangi ikan kami pun berpamitan lalu melanjutkan jalan ke tempat berikutnya.
ADVERTISEMENT
Tibalah kami di komplek penyimpanan padi Kasepuhan Citorek. Warga Citorek menyimpan hasil panennya pada bangunan berbentuk rumah yang disebut “leuit”. Menurut pemandu, padi yang disimpan di leuit bisa tahan lebih lama, bahkan sampai 50 tahun.
Struktur bangunan leuit sederhana dengan badan bangunan terdiri dari kayu dan atapnya berbentuk limas terbuat dari seng. Bagian dasar leuit dibangun lebih tinggi dari permukaan tanah agar tikus tidak mudah masuk. Menariknya, pintu leuit berbentuk kecil dan berada di atas dekat dengan atap. Seseorang harus menaiki tangga kecil yang berada di sisi muka bangunan supaya bisa masuk ke dalam leuit.
Meskipun bentuknya terlihat kecil, satu unit leuit di Citorek dipercaya dapat menampung padi sebanyak 2500 pocong. Pocong adalah bentuk satuan yang digunakan masyarakat lokal untuk mengukur jumlah padi. Satu pocong kira-kira setara dengan 5 kg. Dengan demikian, satu leuit dapat menampung hingga 1,25 ton beras di dalamnya!
ADVERTISEMENT
Berjalan mendalami Kasepuhan Citorek merupakan pengalaman seru yang tidak terelakkan. Selepas menjelaskan perihal leuit, sang pemandu pun mengundang rombongan untuk datang ketika Kasepuhan Citorek merayakan serentaun, peringatan masa panen padi supaya peserta dapat merasakan lebih jelas atmosfer dan keriuhan masyarakat Citorek. Sayang pada siang itu obrolan kami terpotong oleh azan Salat Jumat. Saya bersama rombongan pun berjalan menuju masjid terdekat sambil berusaha menyusun kepingan memori dan informasi yang baru saja kami terima.
Live Update
Mantan Menteri Perdagangan RI Tom Lembong menjalani sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/11). Gugatan praperadilan ini merupakan bentuk perlawanan Tom Lembong usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.
Updated 26 November 2024, 12:00 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini