Konten dari Pengguna

Sepotong Memori tentang Hukuman Mati di Malaysia

5 Juli 2018 15:17 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Inke Hilarie Dinesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bandara (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bandara (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Suatu hari pada Februari 2015 di bandara internasional Phnom Penh, saya menunggu orang tua datang dari Jakarta via Kuala Lumpur. Tiba-tiba perasaan takut dan khawatir itu datang.
ADVERTISEMENT
Bagaimana bila ada yang sengaja menyelipkan barang terlarang pada tas yang dibawa orang tuaku? Apa jadinya bila mereka tertahan oleh petugas imigrasi ketika transit di Kuala Lumpur karena kedapatan membawa narkoba? Apa jadinya bila orang tua terancam hukuman mati dan mendekam di penjara Malaysia menunggu proses peradilan yang tidak sebentar?
Perasaan ini membawa saya kembali ke masa lalu. Saat itu, saya bertugas di KBRI Kuala Lumpur, memantau para WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Dua tahun telah berlalu sejak saya meninggalkan Malaysia pada tahun 2013. Namun, ketakutan itu belum juga reda.
Ilustrasi barang bukti narkoba (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barang bukti narkoba (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Sebut saja Santi, perempuan berusia 26 tahun yang ditangkap pada 2012 baru. Ia tertangkap oleh petugas imigrasi di Malaysia karena kedapatan membawa satu paket sabu-sabu di tas-nya. Ketika menyadari bahwa ia membawa barang tersebut, ia kaget setengah mati dan nyaris pingsan.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku dijebak oleh teman prianya, seorang warga asing di Kuala Lumpur yang dikenalnya di sebuah media sosial. Santi dirayu di dunia maya sampai akhirnya ia pun jatuh cinta. Ia kemudian dibujuk untuk menemui kekasihnya itu di Malaysia.
Semua ditanggung oleh sang kekasih, baik tiket perjalanan, biaya penginapan dan uang saku. Ia pun percaya bahwa kekasihnya adalah seseorang yang serius untuk menjalin kasih.
Sebelum ke Malaysia ia diminta untuk terlebih dahulu ke Thailand menemui sepupu sang kekasih dan mengambil titipan dalam sebuah koper. Dibutakan oleh cinta, Santi pun menurut.
Setibanya di Thailand, ia bertemu dengan si sepupu dan menerima sebuah koper kecil ukuran kabin berisikan pakaian. Tidak ada yang mencurigakan.
ADVERTISEMENT
Kemudian ia melanjutkan perjalanan dan tiba di bandara udara Kuala Lumpur. Petugas imigrasi mendapati sebuah paket sabu-sabu tersembunyi rapi dalam koper kecil tersebut. Rapi terjahit di sela-sela koper dan nyaris tidak terlihat. Santi ketakutan dan menyadari bahwa ia telah dijebak.
"Tolonglah anak saya, Bu," minta ayah Santi ketika meminta bantuan ke KBRI. Ayah Santi berurai air mata. Wajahnya yang penuh kerutan semakin menunjukkan bahwa ia sangat lelah dan putus asa.
Proses pengadilan di Malaysia memakan waktu yang cukup panjang dan bertahun-tahun, hingga saya pun harus meninggalkan Malaysia karena masa tugas sudah selesai pada Juli 2013. Setelah pulang dari Kuala Lumpur, saya bergabung dengan suami yang kala itu sedang ditugaskan di Phnom Penh, Kamboja.
ADVERTISEMENT
Pada Maret 2018, saya mendapatkan kabar dari rekan di KBRI Kuala Lumpur. Hakim di Mahkamah Persekutuan yang merupakan pengadilan tingkat tertinggi di Malaysia telah menetapkan vonis bersalah dan menjatuhkan hukuman mati bagi Santi.
Saya menghela nafas panjang dan langsung terbayang wajah tua Ayahanda Santi.
Ilustrasi Wanita Depresi (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wanita Depresi (Foto: Thinkstock)
Santi hanyalah satu dari puluhan WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia karena tertangkap membawa narkoba. Ia menjadi korban sindikat penyelundupan atau perdagangan narkotika internasional yang beroperasi di wilayah Asia Tenggara, dengan menarik korban yang lugu dan polos untuk dijadikan keldai dadah atau kurir pembawa narkotika.
Banyak yang akhirnya terjaring, baik secara sadar maupun tidak. Dengan berbagai alasan, baik dijanjikan imbalan yang besar, dirayu untuk dinikahi atau diberikan pekerjaan. Ketika saya berada di Malaysia, setidaknya terdapat 10 WNI dalam setahun ditahan oleh instansi berwenang di Malaysia karena kedapatan membawa narkotika.
ADVERTISEMENT
Undang-undang Malaysia yaitu Akte Dadah Berbahaya 1952 mengatur tentang hukuman mati wajib (mandatory) untuk berbagai jenis tindakan yang didefiniskan sebagai tindakan “trafficking”. Hal ini berlaku bagi siapa pun yang ditemukan memiliki narkotika/obat-obatan berbahaya lebih dari jumlah maksimum yang ditentukan.
Sejak ikut menangani kasus WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia, saya selalu mengingatkan keluarga, teman, dan sanak saudara untuk berhati-hati.
Dan ya, ketakutan itu masih ada, bahwa siapapun bisa menjadi korban, termasuk keluarga, teman dan diri saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kabar Santi dan teman-teman senasibnya sekarang di Malaysia? Entahlah...
Tuhan, sayangilah Santi, keluarganya, serta seluruh WNI yang terancam hukuman mati di penjara-penjara Malaysia. Berikanlah kekuatan hati bagi mereka.