Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Kato Nan Ampek: Kearifan Minangkabau dalam Etika Komunikasi
1 November 2023 8:20 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Zahlul Ikhsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam helaian kehidupan dan tradisi masyarakat Minangkabau, tersematlah filosofi Kato Nan Ampek, sebuah etika komunikasi sehari-hari yang menjadi ciri khas dalam menyampaikan pemikiran di Minangkabau. Tidak hanya sebuah aturan berbicara, Kato Nan Ampek memuat makna yang sangat dalam, mengakar dan hidup dalam setiap interaksi sosial masyarakat Minangkabau.
ADVERTISEMENT
Dalam kearifan yang disampaikan, Kato Nan Ampek menekankan empat jenis etika dalam berbicara. Mulai dari komunikasi dengan orang yang memiliki posisi lebih tinggi, seperti orang tua, guru, tokoh masyarakat, hingga mereka yang berada di bawah, teman sebaya, bahkan cara komunikasi dalam forum formal.
Penghayatan yang halus terhadap tatanan ini tak sekadar mencerminkan kearifan individu, tetapi juga nilai keberadaan seseorang di tengah masyarakat.
Bagi yang tak memahami dan melanggar aturan ini, dapat dianggap sebagai rendahnya keadaban atau tidak mengenal adat, biasa diistilahkan dengan "indak tau di nan ampek".
Mengenal Lebih Jauh Kato Nan Ampek
Pertama "Kato Mandaki", merujuk pada tata cara berbicara dengan orang yang memiliki posisi lebih tinggi atau yang lebih tua. Mengucapkan nama saja atau memberi kata sandang "Si" merupakan cara bicara yang sangat tidak patut. Kato mendaki merupakan cara berkomunikasi yang merupakan perwujudan penghormatan dan pengakuan atas kedudukan seseorang yang menjadi lawan bicara.
ADVERTISEMENT
Kedua, "Kato Manurun", hal ini menyoroti etika berbicara dengan orang yang lebih muda. Hal ini mengajarkan untuk tidak berbicara seenaknya. Penting untuk tetap menghargai, tidak merasa lebih hebat, dan tidak merendahkan lawan bicara.
Ketiga, "Kato Mandata", hal ini menjelaskan cara berbicara dengan rekan sebaya. Meskipun tidak seformal saat berbicara dengan yang lebih tua, namun harus tetap dalam koridor saling menghargai. Petitih Minang menegaskan perlunya berpikir sebelum berbicara, memberikan jawaban yang tidak menyinggung lawan bicara, bahkan saat berinteraksi dengan teman sebaya.
Keempat atau juga yang terakhir, "Kato Malereang", menggambarkan cara berbicara dalam situasi yang mungkin akan terasa agak canggung, misalnya antara mertua dengan menantu. Dalam Kato Malereang, seringkali digunakan kata-kata yang berupa “kode”, baik yang bersifat positif maupun negatif, ini menekankan pentingnya kesantunan dalam setiap percakapan, bahkan dalam situasi yang sulit.
ADVERTISEMENT
Kato Nan Ampek bukan sekadar aturan berbicara, melainkan suatu panduan yang baik dalam berkehidupan sosial. Aturan tak tertulis ini menyoroti bahwa setiap kata yang diungkapkan memiliki kekuatan dan dampak. Bagaimana cara pesan disampaikan juga memiliki implikasi dalam hubungan sosial dan keselarasan dalam bermasyarakat.
Di tengah arus informasi yang tak kenal waktu, memahami dan mempraktikkan Kato Nan Ampek adalah fondasi dalam menjaga keharmonisan dalam interaksi sosial. Falsafah ini bukan hanya dapat beradaptasi dengan perubahan zaman, tetapi juga bermanfaat untuk menjaga nilai-nilai kearifan budaya Minangkabau.
Kato Nan Ampek adalah penjaga etika berbahasa, mengingatkan bahwa setiap kata bukan sekadar bunyi, tetapi memiliki makna yang dalam. Melalui penghayatan dan penggunaan etika ini, masyarakat Minangkabau berupaya untuk terus menjaga keindahan dalam berkomunikasi, menyemai harmoni dalam setiap interaksi, dan mengangkat martabat dalam setiap percakapan.
ADVERTISEMENT
Kearifan bukan hanya tentang apa yang kita ucapkan, tetapi bagaimana kita mengucapkannya. Kesantunan, penghormatan, dan kelembutan dalam berkomunikasi adalah pilar dalam membina keselarasan dalam bermasyarakat. Kato Nan Ampek merupakan pemandu dalam seni berkomunikasi, warisan yang mesti terus dijaga dalam membawa kedamaian dalam setiap dialog, melintasi masa dengan tak terbatas.