Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Perceraian dan PR Negara Menjaga Kehangatan Dapur Rumah Tangga
13 Januari 2023 13:04 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Irma Heraa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Ilustrasi Perceraian. Foto: Getty Images/KatarzynaBialasiewicz](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1554355764/lrhwni6qbkki9wyuogza.jpg)
ADVERTISEMENT
Angka perceraian di negeri ini tak kunjung menunjukkan penurunan. Bahkan, malah semakin meningkat selama pandemi kemarin. Di Rangkasbitung misalnya.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Radar Banten, sepanjang tahun 2022, Pengadilan Agama Rangkasbitung mencatat ada 1.500 perkara di Kabupaten Lebak. Dari 1.500 perkara itu, sekitar 270 di antaranya merupakan pasutri berusia di bawah 25 tahun. Sementara itu, sebanyak 1.129 perkara gugat cerai di antaranya diajukan oleh pihak istri.
Kasus cerai di Kota Cilegon sepanjang tahun 2022 juga mengalami peningkatan. Tercatat berdasarkan data dari Pengadilan Agama Cilegon, jumlah perceraian tahun 2022 sebanyak 917, sedangkan pada tahun 2021 sebelumnya sebanyak 904.
Sementara dikutip dari Detik, sepanjang tahun 2022, angka perceraian di Pandeglang pun naik tajam. Tercatat pada 2021, angka perceraian mencapai 1.320. Sedangkan pada 2022, jumlah itu meningkat ke angka 1.599. Malahan di Brebes, kasus perceraian menyentuh 6.055 perkara sepanjang 2022.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya angka perceraian di atas menunjukkan fenomena rapuhnya ikatan rumah tangga . Padahal keluarga adalah cikal-bakal peradaban, sebagai rumah tinggal, dan tempat bernaung kaum perempuan, dan generasi.
Sejatinya kebangkitan peradaban itu berasal dari rumah. Sehingga, apa yang menjadi kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya sangat penting untuk ditelaah, sebab keluarga adalah yang paling terdampak atas kebijakan apapun yang diambal.
Dari kasus perceraian di atas faktor penyebabnya didominasi oleh faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan pihak ketiga. Ketiga faktor tersebut adalah hal yang wajar bisa terjadi di negara yang kapitalis-sekuler ini.
Jika kita telaah terhadap kondisi umum keluarga—apalagi selama setahun terakhir ini—bisa ditarik benang merah bahwa kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya semakin rendah. Salah satu faktornya sangat mungkin karena harga-harga kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan.
ADVERTISEMENT
Selain harga pangan, biaya transportasi dan komunikasi, biaya pendidikan pun melambung tinggi. Meski ada berbagai program tunjangan keluarga dari pemerintah, namun itu tampaknya tidak cukup membuat kaum bapak ataupun ibu rumah tangga berhenti menjerit.
Juga kondisi kepala keluarga yang makin sulit punya peluang pekerjaan akibat kebijakan pemerintah memasukkan para tenaga kerja asing kian mempersempit mereka mendapat pekerjaan. Apalagi masa pandemi kemarin menimbulkan tekanan ekonomi pada sebagian besar keluarga.
Kebutuhan hidup meningkat seiring tingkat pengangguran dan taraf kemiskinan yang meroket. Akibatnya, sulitnya mencari kerja dan penghasilan yang cukup, pada umumnya memicu pertengkaran, kekerasan, dan perselingkuhan dalam rumah tangga.
Ketidaknyamanan ini acapkali dituntaskan dengan pikiran pendek, yakni cerai. Dalam kasus yang meningkat beberapa tahun belakangan ini, kata talak lebih banyak dimintakan istri kepada suami. Mengapa? Karena tak ada penjagaan berlapis hukum-hukum perlindungan keutuhan keluarga yang mestinya dijalankan oleh berbagai pihak. Mulai dari pasangan suami-istri itu sendiri, masyarakat, maupun negara.
ADVERTISEMENT
Begitu juga gempuran nilai dan budaya liberal yang semakin kuat, bahaya kerusakan moral mengancam generasi bangsa ini. Iklim masyarakat yang permisif dan bebasnya pergaulan lawan jenis memengaruhi komitmen suami ataupun istri untuk setia pada pasangannya ketika ditimpa masalah.
Kondisi keluarga yang demikian, tak semata karena kelalaian pasangan suami dan istri. Tekanan ekonomi, tidak pahamnya hak dan kewajiban, dan butanya dari hukum syara seputar pergaulan dalam rumah tangga, disebabkan tidak berfungsinya negara sekuler membentuk ketahanan keluarga.
Upaya pemerintah seperti adanya program konseling pranikah pun tidak cukup untuk menjaga keutuhan keluarga dalam sebuah rumah tangga. Sebab, akar masalah yang kompleks dan tersistem sudah tertanam kuat pada tatanan system sekuler negeri ini.
ADVERTISEMENT
Negaralah yang wajib menyelenggarakan perekonomian dan memfasilitasi setiap kepala keluarga dengan baik. Tetapi, negara hari ini tidak menjamin seluruh kepala keluarga mampu melakukan hal tersebut. Justru membiarkan mereka bebas berusaha di medan persaingan yang tidak adil dan melepaskan diri dari perannya sebagai penanggungjawab kesejahteraan rakyatnya—dalam hal ini adalah keluarga—sebagai unit sosial terkecil. Padahal kualitas hidup keluarga mencerminkan kualitas hidup bangsa.
Dalam Islam, keutuhan keluarga menjadi perhatian utama, bahkan menjadi tanggungjawab negara. Tidak ada sistem dan aturan yang selengkap dan sesempurna Islam—sangat rinci mengatur urusan keluarga—mulai dari performa suami-istri, komitmen mereka dalam menjalankan kewajiban dan memenuhi hak pasangan, visi-misi mendidik keturunan, dan sebagainya.
Tidak ada satupun kebaikan dan ketenteraman yang dihasilkan dari penerapan sistem kapitalisme. Jika pemerintah sibuk mengarahkan solusi atasi perceraian lewat konseling pranikah, meng-upgrade para penghulu pernikahan atau lewat berbagai ceramah para ustaz, hal itu tidak akan berdampak besar ketika sistemnya masih mempersulit ekonomi masyarakat dan menjauhkan kehidupan rakyat dari syariat-Nya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana mungkin keluarga sakinah bisa tercipta jika peran suami sebagai pencari nafkah tidak terpenuhi secara optimal, kaum ibu dicuci otaknya oleh ide-ide pejuang kesetaraan gender, menyeru para istri dan kaum ibu untuk hidup bebas dan mandiri tanpa belenggu segala kewajiban dalam rumah tangga.
Oleh sebab itu, negara punya peran penting atas keutuhan dan ketahanan kehidupan sebuah keluarga. Negara harus bisa menjamin seluruh kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya dengan menyediakan lapangan kerja yang luas, gaji yang pantas, dan pemenuhan sarana publik yang baik.
Negara juga seharusnya menjamin kecukupan untuk kebutuhan keluarga. Seperti misalnya penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau, pakaian dan pangan yang cukup dan murah, serta menyediakan sarana pendidikan, transportasi, komunikasi dan esehatan sehingga meringankan beban keluarga.
ADVERTISEMENT
Selain itu, negara yang mayoritas penduduknya muslim ini, seharusnya menjadikan nilai-nilai Islam khususnya sistem pergaulan Islam diterapkan dalam ranah negara. Dengan begitu paham sekulerisme tidak merusak generasi bangsa ini.