Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Data Diri Kian Tak Punya Harga Diri, Apakah Privasi Hanya Sebuah Ilusi
17 Oktober 2024 6:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Ma'ruf Irsyad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda membeli gorengan yang dibungkus dengan fotokopi kartu keluarga, nilai rapor sekolah, bahkan ijazah? atau Anda mungkin pernah pergi ke google dan mengetik “KTP” pada kolom pencarian lalu terkejut dengan apa yang Anda temui?
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini kita seringkali mendengar berita tentang kasus kebocoran data. Peristiwa ini seakan menjadi hal yang lumrah terjadi karena intensitasnya yang kian meningkat. Lantas kinerja dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sontak menjadi sorotan publik terkait kebocoran data yang terjadi. Mengapa hal ini terus terjadi?
Dalam artikel ini penulis tertarik pada salah satu kasus kebocoran data yang terjadi pada tanggal 18 September 2024 perihal dugaan bocornya 6 juta data NIK, NPWP, alamat, nomor handphone, dan e-mail yang diperjual belikan oleh hacker yang berinisial “Bjorka” dengan nominal sebesar US$ 10.000 atau sekitar Rp. 150 juta dalam sebuah forum.
Tak hanya data masyarakat yang selalu menjadi sasaran empuk bagi para peretas, namun dalam kasus dugaan kebocoran data tersebut memuat banyak sekali data orang penting seperti data presiden, dan para menteri. Hal ini tentunya membuat masyarakat semakin khawatir akan keamanan siber di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Menurut survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) yang melibatkan 633 responden dari berbagai wilayah di Indonesia yang terdiri dari, 64% responden berasal dari Pulau Jawa selain Jakarta, diikuti oleh DKI Jakarta (14,2%) dan Pulau Sumatra (12,3%). Proporsi dari Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua berkisar antara 0,6% dan 3,8%.,
Dari hasil survei tersebut terdapat mayoritas suara responden dengan jumlah 62,6% menyatakan tidak yakin dengan keamanan siber data milik pemerintah. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa masyarakat kehilangan kepercayaan pada keamanan siber di negeri ini. Lantas bagaimana cara pemerintah memulihkan kepercayaan masyarakat?
Menurut pandangan penulis ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah guna memulihkan kepercayaan masyarakat, yaitu sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1. Keterbukaan Kebijakan: Dalam hal ini pemerintah harus lebih transparan mengenai kebijakan yang diambil terlebih lagi dalam mengelola keamanan siber agar masyarakat bisa lebih memahami usaha yang sudah dilakukan pemerintah dan dapat mempercayainya.
2. Peningkatan Teknologi dan SDM: Pemerintah harus memperkuat infrastruktur yang memadai dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten pada bidang keamanan siber.
3. Hukuman yang Tegas: Pemerintah harus benar-benar menindak pelaku saat adanya insiden kebocoran data terhadap keamanan siber yang terjadi dengan bijak. .
4. Edukasi Masyarakat: Pemerintah seharusnya dapat menjadi teladan bagi masyarakat tentang pentingnya keamanan siber, bagaimana melindungi dan terhindar dari serangan siber. Dengan menunjukkan kinerja yang optimal serta memberikan edukasi yang tepat, diharapkan masyarakat dapat kembali percaya dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Adapun solusi menurut Soleman B. Ponto Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dalam sesi wawancara pada channel youtube Garuda TV. Ia mengatakan “Solusi yang dapat dilakukan ialah dengan merekrut orang orang yang memang memiliki kompetensi yang sesuai dengan posisinya di bidang tersebut, karena tidak mungkin seseorang dapat mengambil keputusan yang strategis tanpa pengetahuan kompetensi yang dimiliki”. (30/9/2024)
Sebenarnya dugaan kasus ini sudah di usut atas perintah mitigasi dari Presiden Joko Widodo oleh Kemkominfo dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). DJP angkat suara dan menduga bahwa kebocoran data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bukan berasal dari sistem mereka karena tidak ditemukannya log acces ke sistem pajak dalam periode 6 tahun terakhir.
Mengutip dari cnbc Indonesia terkait pernyataan Dwi Astuti selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, ia mengatakan bahwa “Dari tahun 2014 DJP sudah memiliki sistem pemantauan perihal log access, serta terkait log acces ini dapat disampaikan bahwa dalam 6 tahun terakhir tidak menunjukkan indikasi yang mengarah kepada kebocoran langsung dari sistem informasi DJP”. Jumat, (24/9/2024).
ADVERTISEMENT
Menteri Komunikasi dan Informatika juga angkat bicara soal dugaan kasus ini, Budi Arie menyatakan bahwa kasus tersebut sudah selesai sesuai dengan pernyataan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), mengutip pernyataan Budie Arie dari berita di cnbc Indonesia menurutnya “Ya jika menurut mereka nggak ada gimana? kok mau dipanjangin," Selasa (1/10/2024). Hal ini memperlihatkan seolah masing - masing pihak tidak ada keterlibatan dalam kasus tersebut, dan seolah semuanya tuntas tanpa ada pihak yang dirugikan.
Dari pernyataan di atas, terlihat seperti mereka sedang berusaha meyakinkan publik bahwa tidak ada kasus kebocoran data yang terjadi pada sistem mereka. Namun, dengan adanya pernyataan tersebut sepertinya publik tidak setuju dengan sikap pihak berwenang yang cenderung memberikan jawaban yang tidak tuntas.
Meskipun pihak-pihak terkait menyatakan bahwa tidak ada kebocoran data yang terjadi serta kasus tersebut dianggap telah selesai, pernyataan tersebut justru dapat menimbulkan persepsi bahwa masalah tersebut tidak ditangani secara menyeluruh atau serius. Ada kesan bahwa masing-masing pihak melepaskan tanggung jawab tanpa ada investigasi lebih lanjut atau transparansi yang jelas, sehingga tidak menjawab sepenuhnya kekhawatiran masyarakat tentang keamanan data mereka.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari segala rentetan kasus yang ada, kita sebagai masyarakat memang selalu terdampak. Penulis menghimbau agar kita selalu waspada terhadap setiap data yang kita simpan di internet. Karena kebocoran data merupakan sebuah tantangan yang tak bisa disepelekan, ini merupakan tantangan besar bagi negara kita. Memang hal ini sering terjadi di setiap negara, namun tentunya cara dari penanganan di berbagai negara lain tentunya tidak asal saling lepas tanggung jawab dan hanya menyarankan agar hacker tidak meretas data pribadi masyarakat.
Dalam kasus ini tentunya kita sudah banyak mengetahui tentang kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh instansi penting sebuah negara, maka dari itu perlu tindakan tegas dari para petinggi negara untuk menuntaskan kasus seperti ini. Karena di era digital saat ini data adalah segalanya.
ADVERTISEMENT