Konten dari Pengguna

Media: Sarkasme Menjadi Senjata dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

Yayuk Lestari
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
30 September 2024 7:12 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yayuk Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Media Menjadi Senjata dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

Sumber: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Media sering kali menjadi "senjata" efektif dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Salah satu pendekatan yang semakin populer dalam konteks ini adalah penggunaan sarkasme. Sarkasme bukan hanya menjadi bentuk humor yang tajam, tetapi juga alat yang mampu menggugah kesadaran dan meningkatkan partisipasi publik dalam isu-isu sosial dan politik.
ADVERTISEMENT
Pada 19 September 2024, Tempo.co merilis sebuah unggahan di Instagram yang menarik perhatian publik dengan tajuk "Tiga Kata Lucu." Postingan ini menyinggung isu yang melibatkan Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden terpilih, dan Kaesang Pangarep, ketua PSI, dua anak dari Presiden Joko Widodo. Empat slide dalam unggahan ini menggunakan sarkasme halus untuk membidik isu dugaan gratifikasi, penggunaan akun Kaskus "fufufafa," serta respons defensif yang biasa muncul dari keluarga Jokowi ketika menghadapi pertanyaan publik. Konten ini tak hanya menjadi viral dengan ribuan interaksi, tetapi juga menjadi titik diskusi kritis bagi masyarakat.
Namun, banyak yang bertanya, apakah penggunaan sarkasme dalam media sosial seperti ini benar-benar efektif dan sah dalam ranah jurnalistik? Jawabannya jelas: iya. Konten sarkastik bukan hanya memperkuat kritik terhadap kekuasaan, tetapi juga mendorong kesadaran politik dan meningkatkan partisipasi rakyat dalam demokrasi. Lewat humor yang cerdas, Tempo.co berhasil menarik perhatian khalayak luas terhadap isu-isu serius yang mungkin tak tersentuh oleh pemberitaan konvensional.
ADVERTISEMENT
Media dan Perannya sebagai Pengawas Kekuasaan
Sumber: Pexels.com
Dalam demokrasi yang sehat, media memiliki peran yang tak tergantikan sebagai pengawas kekuasaan. Tugas utama mereka adalah memberikan informasi, meluruskan fakta, dan mengkritisi kebijakan atau tindakan yang dianggap menyimpang dari jalur yang seharusnya. Melalui sarkasme yang cerdas, media dapat menyampaikan pesan kuat tanpa terkesan terlalu agresif. Postingan "Tiga Kata Lucu" dari Tempo.co adalah contoh sempurna bagaimana media bisa tetap kritis dan tajam, tetapi dalam kemasan yang ringan dan mudah dicerna.
Sindiran "Numpang jet pribadi," misalnya, merujuk pada dugaan gratifikasi yang menjerat Kaesang Pangarep dan istrinya. Sindiran ini mungkin terdengar sederhana, tetapi di baliknya ada pesan kuat mengenai bagaimana pejabat publik dan keluarganya bisa mendapatkan keuntungan istimewa yang tak terjangkau oleh rakyat biasa. Media dalam hal ini berperan sebagai pengingat, bahwa kekuasaan tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk tujuan-tujuan yang merugikan integritas publik.
ADVERTISEMENT
Menggunakan Humor untuk Menyentuh Isu Serius
Banyak yang mungkin menganggap bahwa menggunakan humor atau sarkasme untuk mengkritisi isu politik adalah cara yang kurang serius. Tetapi kenyataannya, humor memiliki daya tarik universal yang mampu menembus batas-batas sosial dan ekonomi. Humor menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang untuk menertawakan ketidakadilan dan kesalahan yang dilakukan oleh mereka yang berkuasa. Pada saat yang sama, ia berfungsi sebagai alat komunikasi yang efektif untuk menyebarkan pesan-pesan penting kepada masyarakat yang lebih luas.
Dalam kasus Tempo.co, penggunaan kalimat seperti "Tanya pemilik akun" yang merujuk pada dugaan keterlibatan Gibran dalam akun Kaskus "fufufafa," menunjukkan bagaimana sindiran dapat menyoroti isu sensitif tanpa terkesan menyerang secara langsung. Dengan mengangkat kembali skandal lama di tengah karir politik Gibran yang terus menanjak, Tempo.co mengingatkan publik tentang pentingnya integritas dalam politik, serta dampak rekam jejak seseorang terhadap kepercayaan publik.
ADVERTISEMENT
Partisipasi Publik dalam Demokrasi
Yang tak kalah penting dari penggunaan sarkasme oleh media seperti Tempo.co adalah bagaimana ini memicu partisipasi aktif dari masyarakat. Dalam unggahan "Tiga Kata Lucu," netizen diundang untuk memberikan tanggapan dalam bentuk "tiga kata lucu" lainnya. Hasilnya? Postingan tersebut mendapatkan lebih dari 16.3 ribu like, 1.900 komentar, dan 1.000 kali share. Partisipasi semacam ini menunjukkan bahwa publik terlibat aktif dalam diskusi politik yang sedang berkembang, sekalipun melalui sarana yang lebih ringan dan menyenangkan.
Ketika media membuka ruang bagi partisipasi publik melalui humor atau sindiran, mereka secara tidak langsung membentuk forum diskusi demokratis di mana setiap suara dapat didengar. Netizen, mulai dari influencer bisnis seperti Raymond Chins hingga rakyat biasa, berpartisipasi memberikan tiga kata lucu mereka. Ini membuktikan bahwa media sosial, jika digunakan dengan bijak, dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mendorong kesadaran dan partisipasi politik di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Partisipasi semacam ini penting dalam demokrasi. Rakyat bukan hanya menjadi penonton pasif dari keputusan yang dibuat oleh para pemimpin mereka, tetapi mereka juga memiliki kesempatan untuk menyuarakan opini, terlibat dalam diskusi, dan memengaruhi perubahan melalui tekanan sosial yang terbentuk dari percakapan daring.
Menghadapi Kebiasaan Defensif dalam Kekuasaan
Slide ketiga dari postingan Tempo.co bertuliskan "Jangan tanya saya," yang merujuk pada respons khas Jokowi dan keluarganya ketika ditanya tentang skandal yang melibatkan mereka. Ini adalah sindiran cerdas yang mengingatkan publik akan bagaimana kekuasaan sering kali menghindari pertanggungjawaban langsung. Lewat sarkasme ini, Tempo.co secara halus mengajak masyarakat untuk lebih kritis dan tidak mudah menerima jawaban-jawaban yang mengambang dari para pemimpin politik.
Ini adalah salah satu peran penting media—memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan publik dijawab dengan tuntas. Dengan sindiran "Jangan tanya saya," Tempo.co sebenarnya sedang mempertanyakan apakah pejabat publik kita, terutama yang berasal dari keluarga presiden, dapat dimintai pertanggungjawaban dengan baik. Ini adalah contoh bagaimana sarkasme dapat digunakan untuk menyampaikan pesan yang mendalam, yang mungkin akan terlewatkan jika disampaikan dengan cara yang terlalu serius atau formal.
ADVERTISEMENT
Media sebagai Penggerak Diskusi Politik
Penggunaan sarkasme dalam unggahan ini juga memperlihatkan bagaimana media bisa menjadi penggerak diskusi politik yang lebih luas. Dalam postingan "Tiga Kata Lucu," Tempo.co tidak hanya mengkritik tokoh-tokoh tertentu, tetapi juga mengajak netizen untuk ikut serta dalam percakapan tersebut. Di slide terakhir, Tempo mengundang publik untuk memberikan tiga kata lucu mereka sendiri. Jawaban yang muncul, seperti "pasti anak abah" atau "bau ketek oligarki," menunjukkan bagaimana humor rakyat mampu menangkap realitas sosial dan politik yang sedang berlangsung.
Dengan memberikan ruang bagi komentar publik, Tempo.co membuka jalan bagi demokratisasi diskusi politik. Setiap orang, tanpa memandang latar belakang atau status sosial, memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka tentang isu-isu yang penting bagi negara. Inilah kekuatan media sosial sebagai platform demokrasi; ia memberikan suara kepada mereka yang sebelumnya mungkin tidak memiliki akses ke media tradisional.
ADVERTISEMENT
Sarkasme sebagai Alat Efektif dalam Demokrasi
Pada akhirnya, penggunaan sarkasme oleh Tempo.co dalam unggahan "Tiga Kata Lucu" membuktikan bahwa humor bisa menjadi alat yang sangat efektif dalam membangkitkan kesadaran politik dan mendorong partisipasi aktif masyarakat. Lewat humor yang cerdas dan sindiran yang tepat sasaran, media mampu menyampaikan kritik yang tajam terhadap kekuasaan, sekaligus mengajak masyarakat untuk terlibat dalam diskusi yang lebih luas.
Peran media dalam demokrasi tidak hanya sebatas menyampaikan berita, tetapi juga sebagai platform yang mendorong keterlibatan aktif rakyat. Dalam konteks ini, Tempo.co berhasil menjalankan perannya dengan baik, menggunakan sarkasme sebagai cara untuk mempertajam kritik dan meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu penting yang sedang berlangsung di Indonesia. Dengan begitu, media seperti Tempo.co tidak hanya menjadi pengawas kekuasaan, tetapi juga agen perubahan yang memfasilitasi dialog demokratis di antara rakyat.
ADVERTISEMENT