news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Optimisme KBA Merbabu Asih: Potret Kelestarian Bumi dalam Bingkai Toleransi

Isnaini Khomarudin
Editor dan pendongeng
Konten dari Pengguna
1 Desember 2022 8:08 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isnaini Khomarudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"BUMI SEMAKIN PANAS, jangan cuma kipas2!" begitu bunyi grafiti di salah satu dinding yang langsung membetot perhatian saya. Kalimat pendek itu terasa satiris dan mengandung kebenaran. Perubahan iklim telah menjadi problem serius bagi manusia, tapi berapa banyak yang peduli dengan melakukan tindakan nyata?
Perlu aksi nyata untuk menyelematkan bumi. (Foto: dok. pri)
Tak sedikit orang sibuk menggerutu dan mengeluh tanpa berpartisipasi sesuai kemampuannya. Di sana sini orang mengeluhkan bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, dan kelangkaan air tanpa sekali pun menyadari itu semua akibat kerusakan alam dan tidak pula tergerak memberikan andil walaupun kecil. Lewat aplikasi pun bisa.
ADVERTISEMENT

Pesan subliminal yang menular

Hal berbeda terjadi di Cirebon, lebih tepatnya di RW 08 Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti. Di kawasan seluas 5,8 hektar itu, warga telah memiliki kesadaran kolektif untuk melestarikan lingkungan. Saat berkeliling ditemani Pak Chaidir dan Pak Agus, saya melihat pekarangan yang asri, penuh dengan vegetasi hijau, termasuk pekarangan mungil di sebelah baperkam (balai pertemuan kampung).
Saya nyaris tak percaya saat Pak Agus sang ketua RW menuturkan bahwa kawasan yang saya susuri adalah kompleks perumahan, bukan kampung. Keberadaan pot-pot mungil atau polybag dengan beraneka tanaman jelas menegaskan betapa warga tak mau menyiakan lahan sekecil apa pun di depan rumah.
Ibu-ibu Merbabu Asih siap memanen jagung di pekarangan mungil di sebelah baperkam. (Foto: dok. pri)
Deretan tanaman selalu menyemarakkan suasana, seperti yang saya lihat di halaman rumah Pak Chaidir. Ada kangkung, cabai, bawang, kenikir, belimbing, pepaya, kelor, bahkan bidara tumbuh subur menyejukkan mata.
ADVERTISEMENT
Rahasia partisipasi warga bermula dari tiga pesan yang Pak Agus sampaikan tanpa lelah. Pesan-pesan ini rutin disampaikan dalam bahasa sederhana ketika warga menghadiri pertemuan bulanan. Kesempatan berkumpul seperti Jumatan pun tak disiakan. Pesan-pesan moral tentang kepedulian lingkungan juga dikemas dalam khotbah Jumat yang memikat.
Itulah pesan yang disuntikkan Pak Agus yang akhirnya menular menjadi semangat kolektif untuk lebih peduli pada kelestarian lingkungan. Pesan itu bukan pepesan kosong sebab beragam manfaat bisa dirasakan warga setempat.
Pak Agus (berbusana batik) dan Pak Chaidir berada di depan Taman Astra (Foto: dok. pri)

Banjir lewat, lahir berjuta manfaat

Kampung Berseri Astra (KBA) Merbabu Asih adalah perwujudan Program Kampung Iklim (ProKlim) yang dicanangkan oleh pemerintah. Proklim ini tidak lahir begitu saja, melainkan melalui proses yang panjang. Sekitar 14 tahun silam, TPS (Tempat Pembuangan Sampah) di dekat rumah Pak Chaidir menyebarkan bau busuk menyengat yang meresahkan warga.
ADVERTISEMENT
Pak Chaidir dkk akhirnya bergerak untuk melakukannya sesuatu, salah satunya juga sebagai upaya pencegahan bencana akibat perubahan iklim yang sering mendera Cirebon misalnya banjir, kekeringan, dan penyakit akibat sanitasi.
"Ya sekarang banjir hanya kulanuwun saja," ujar Pak Agus sambil tersenyum karena wilayah yang dipimpinnya tak lagi disambangi banjir. Gempuran air hujan hanya numpang lewat tanpa menimbulkan mudarat bagi warga Merbabu Asih.
Lubang biopori dan sumur resapan pencegah banjir (Foto: dok. pri)
Air hujan tak pernah menggenang menjadi banjir berkat adanya 17 sumur resapan yang menampungnya. Selain itu, ada setidaknya 118 titik biopori yang turut menyedot air hujan. Oleh warga biopori ini dimanfaatkan sebagai tempat composting. Sedangkan sumur resapan, agar lebih produktif, sebagian ditanami lele yang bisa dipanen sesuai kebutuhan.
Bukan hanya itu, pohon-pohon dan aneka tumbuhan hijau yang mereka tanam rupanya menjadi berkah bagi warga luar Merbabu Asih karena akar-akarnya menampung cadangan air. “Kita juga di sini enggak ada sumur, mungkin yang menikmati air kita itu para tetangga (luar RW),” tukas Pak Chaidir.
Pohon dan tanaman dirawat dengan instruksi bahasa daerah/kearifan lokal. (Foto: dok. pri)
Pak Agus mensyukurinya sebagai ikhtiar berbagi kebaikan lewat kepedulian lingkungan. Boleh dibilang, ini adalah harmoni lingkungan yang sesungguhnya: ada kemauan untuk beraksi dan pada saat yang sama kesudian berbagi manfaat.
ADVERTISEMENT

Sampah yang melahirkan ratusan juta rupiah

Masalah sampah di KBA Merbabu Asih diatasi dengan pendirian BSSP yang merupakan kependekan Bank Sampah Secerah Pagi. Uniknya, Secerah Pagi bukan hanya nama, tapi akronim dari Semoga Cepat Rapih Pekarangan Asri Gemerlap Indah. “Bukan hanya nama, tapi doa ini, Mas!” ujar Bu Dedeh, penanggung jawab bank sampah tersebut.
Setelah sampah dipilah, warga bisa menyetorkannya ke BSSP atau menunggu di rumah untuk dijemput setiap Sabtu pagi atau sesuai skedul yang disepakati bersama. Petugas BSSP yang berkeliling menjemput sampah juga diikuti oleh anak dan remaja sebagai salah satu ikhtiar kaderisasi dalam mitigasi lingkungan.
Aneka kerajinan berbahan sampah recycle yang bernilai ekonomi (Foto: dok. pri)
Sampah nonorganik yang terkumpul sebagian besar dijual dan sebagian lagi disulap menjadi berbagai kerajinan menarik yang bernilai ekonomi--yang lagi-lagi berdampak pada peningkatan kesejahteraan warga Merbabu Asih.
ADVERTISEMENT
Setiap warga dibuatkan buku rekening untuk mencatat sampah nonorganik yang sudah ditimbang dan disetorkan. Ketika seluruh sampah berhasil dijual, uang hasil setoran akan didistribusikan kepada pemilik atau boleh direlakan. Uniknya, kebanyakan warga mengikhlaskan saldo mereka untuk membesarkan bank sampah.
BSSP dibuat untuk menangani sampah dan menyejahterakan warga. (Foto: dok. pri)
Demi kesinambungan dan transparansi benefit, akhirnya dibuatlah Koperasi Secerah Pagi. Setidaknya ada 69 dari 111 nasabah yang telah bergabung sebagai anggota koperasi tersebut. Di luar dugaan, koperasi ini akhirnya berhasil menghimpun dana hingga 150 juta rupiah padahal boleh dibilang tanpa modal sejak awal.
Tidak berhenti hanya di situ, menurut Bu Dedeh, anggota koperasi boleh mendapat pinjaman mulai 4-10 juta tanpa agunan atau proses yang menyulitkan. Asasnya adalah kekeluargaan, sehingga pengelolaan uang dikerjakan secara transparan dan tenor pengembalian sesuai kesepakatan dengan bunga ringan demi membesarkan Koperasi Secerah Pagi.
Bu Dedeh, wanita di balik kesuksesan Bank Sampah Secerah Pagi (Foto: dok. pri)

Harmoni NKRI, semangat bertoleransi

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pak Agus Supriono selaku ketua RW tak pernah mengklaim pencapaian KBA Merbabu Asih sebagai hasil upayanya belaka. Sebagai seorang muslim, ketika dipilih sebagai pemimpin secara mufakat oleh sejumlah pemeluk agama yang berbeda di daerahnya, ia tak pernah berambisi meraih prestasi. Ia mengaku bahwa MoU mereka adalah dengan Tuhan sehingga berbagai prestasi yang diraih, termasuk sebagai Pemenang Terbaik I Kampung Berseri Astra tahun 2017 adalah anugerah.
ProKlim Merbabu Asih selalu membuka diri untuk bersinergi dengan pihak luar yang ingin belahar, baik tentang lingkungan maupun semangat bertoleransi. “Tuhan selalu punya cara untuk mengapresiasi. Matematika Tuhan cihui pisan!” ujarnya berulang-ulang dengan mantap.
Bagi Agus, hidup harmonis dalam lingkungan merupakan perintah yang wajib ia taati sesuai agama yang ia yakini. Apa kunci kerukunan beragama di wilayahnya? Menurutnya, kuncinya adalah bersikap proporsional. Ia berusaha adil dengan pemeluk agama lain. Penanggung jawab Proklim dan usaha yang dibawahinya juga tidak diperbolehkan berpolitik agar terhindar dari potensi gesekan antarwarga yang berbeda pilihan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Agus meyakini tiga komponen yang mampu menembus batas ruang dan waktu. Ia yakin bahwa humaniora (nilai-nilai humanisme), pendidikan, dan lingkungan mampu menekan dan meredam radikalisme. Tiga nilai ini diterjemahkan secara apik di KBA Merbabu Asih. Semua bersatu dalam kerangka kemanusiaan, anak-anak dan remaja dididik untuk saling menghargai sesama, dan tentu saja dibina untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan.
Pura yang terletak di Jl. Bali, dindingnya berhimpitan dengan masjid warga. (Foto: dok. pri)
Tentang toleransi, hal ini terbukti di lapangan. Dari pintu utama, di sebelah kanan jalan atau seberang Taman Astra, ada jalan setapak menuju Vihara Bodhi Jati. Dari wihara, kami berbelok ke kanan dan saya melihat bangunan pura besar di Jl. Bali. Letaknya berseberangan dengan panti wreda yang dikelola oleh Yayasan Kristiani. Uniknya, dinding pura dan masjid warga kampung ternyata persis berdampingan. Jadi, tak pernah ada gesekan karena perbedaan keyakinan.
ADVERTISEMENT
Contoh toleransi lain ditunjukkan oleh lelaki yang akrab disapa Pak Haji. Rumahnya punya pekarangan sangat luas, bersebelahan dengan panti wreda. Halaman ini sering dipakai sebagai lahan parkir kendaraan saat pemeluk Hindu mengadakan acara di pura. Pemeluk agama lain, terutama muslim, membantu sebagai juru parkir dan mengamankan acara. Bantuan yang sama diberikan oleh pemeluk agama lain selama tidak saling mencampuri ajaran masing-masing.
“Inilah smart NKRI, juga smart environment!” ujar Pak Agus yang menandaskan bahwa kerukunan warganya didasarkan pada kesadaran untuk mengelola lingkungan bersama-sama.
Sebagai pemimpin, Pak Agus mendorong agar semua warag terlibat dalam berbagai aktivitas sosial. Tak heran jika baperkam kerap menjadi lokasi berkumpulnya warga dari berbagai pemeluk agama. Mereka duduk dan masak bersama, dengan mengambil ikan dan sayur dari kawasan rumah pangan lestari (KRPL) yang ada di sebelah baperkam.
ADVERTISEMENT
Semua duduk lesehan di lantai lalu menyantap makanan bersama-sama beralas daun pisang khas pedesaan. Di sini suku dan agama tak lagi penting, semuanya bergembira dalam kebinekaan demi menikmati jerih payah pengelolaan lingkungan.
KBA Merbabu Asih diganjar penghargaan bergengsi dari Astra. (Foto: dok. pri)
Kebersamaan dalam harmoni NKRI dan semangat melestarikan bumi inilah yang memikat banyak komunitas untuk belajar di sana, termasuk para juri dan panelis KBA 2017 yang memenangkan mereka setelah menyisihkan 5 finalis lain se-Indonesia.

Destinasi Wisata Edukasi Lingkungan

KBA Merbabu Asih selalu punya solusi kreatif untuk menunjukkan keberpihakan pada lingkungan. RW yang berbasis di Desa Larangan Kota Cirebon ini terus mengupayakan kontribusi demi keseimbangan ekologi dalam bentuk Destinasi Wisata Edukasi Lingkungan. Seperti tampak pada salah satu papan nama berikut ini yang sangat evokatif:
ADVERTISEMENT
Papan nama yang unik tentang anjuran pelestarian lingkungan. (Foto: dok. pri)
Destinasi positif ini setidaknya mendatangkan dua keuntungan sekaligus. Pertama, ekonomi lokal bisa bergeliat berkat kunjungan wisatawan domestik dan macanegara yang ingin menimba ilmu seputar pengelolaan kampung Proklim.
Akselerasi ekonomi bukan hanya akan dirasakan oleh warga setempat dengan meningkatnya pendapatan, tetapi juga mendongkrak potensi daerah Cirebon yang lain, mulai dari kuliner hingga pariwisata.
Keuntungan kedua, Destinasi Wisata Edukasi Lingkungan ini bisa menjadi kearifan lokal baru sebagai identitas yang kuat dalam mengampanyekan kepedulian lingkungan.
Salah satu sudut vihara di kawasan KBA Merbabu Asih, harmoni benar terjadi. (Foto: dok. pri)
Warga dari berbagai daerah bisa belajar dan menyerap spirit pengelolaan lingkungan dari kampung Merbabu Asih yang telah diganjar banyak penghargaan bergengsi, terutama mempelajari harmoni keagamaan yang berbeda-beda tetapi bersatu tanpa konflik.
ADVERTISEMENT
Yang tak kalah penting adalah semangat yang membuncah karena digerakkan oleh energi multietnik, multiagama, dan multibudaya sebagai bagian dari kekayaan Nusantara dalam bingkai Pancasila.
Potret kelestarian bumi yang dipelihara dalam bingkai toleransi mestinya bisa dicontoh untuk menggerakkan daerah-daerah lain di Indonesia yang jadi langganan bencana alam melalui upaya kreatif sesuai khazanah lokal. Semangat menjaga lingkungan dan harmoni kebangsaaan walau berbeda keyakinan bisa menjadi energi untuk bangkit bersama karena kita Satu Indonesia.