Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Zonasi Kok di Politisasi?
25 Juli 2023 14:54 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Pusinfo FPSH HAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Oleh : Santri Agung Wardana - Pemerhati Pendidikan/ Sekjend Eduwatch
Tahun pembelajaran baru 2023/2024 telah dilaksanakan serentak di Indonesia, dan masing masing Lembaga Pendidikan baik dari tingkatan SD hingga Perguruan tinggi telah membuka penerimaan peserta didiknya masing-masing, beragam prosedur penerimaan dijalankan mulai dari jalur prestasi akademik, olahraga, affirmasi, hingga jalur zonasi. Tantangan penerimaan peserta didik baru dari tahun ke tahunnya seakan tidak pernah surut kisruh ppdb dimulai dari adanya indikasi kecurangan dalam proses penerimaan, jual beli kursi, hingga ketersediaan sarana prasarana yang tidak berbanding lurus dengan keseluruhan anak didik seolah menjadi momok bagi kemajuan Pendidikan di Indonesia khususnya di Jawa Barat.
Dalam nomenklatur kenegaraan Pendidikan menjadi pondasi utama untuk mencapai cita-cita bangsa, sebagaimana kita ketahui mencerdaskan kehidupan bangsa tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 kemudian dilanjutkan dalam pasal 31 yang mana tegas menyebutkan bahwa Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan, selanjutnya diteruskan dalam bentuk aturan aturan dibawahnya. Tidak sampai disitu Undan Undang No. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional telah memerintahkan untuk setiap pemerintahan yang memimpin di negara ini untuk mengalokasikan 20 % baik APBN maupun APBD. Sehingga kekhawatiran dunia Pendidikan tidak terperhatikan menjadi terang dan memiliki kepastian anggaran.
Namun setelah berjalan 20 tahun semenjak di terapkan Undang – Undang tersebut seolah masih saja Indonesia belum mampu menemukan ritme yang ideal dalam membangun grand desain Pendidikan nasional, berganti- ganti nya kurikulum dari ktsp hingga hari ini menjadi kurikulum merdeka belajar bisa jadi salah satu contoh selain ketersediaan infrastruktur Pendidikan yang merata, belum juga kita harus mengakui bahwa ketersediaan Sumber Daya Manusia pada bidang Pendidikan masihlah jauh dari kata Ideal. Jika meninjau dari hasil ketercapaian yang selalu disampaikan oleh Lembaga eksekutif tentulah kita akan disajikan data keberhasilan dari pemerintah di setiap periodenya, namun bila kita mengukur dari total ketersediaan anggaran dan dibandingkan dengan hasil yang ada apakah ini sesuai? Saya rasa tidak.
Jawa Barat dengan penduduk terbesar di Indonesia dengan total hampir 50 juta penduduk tentu bisa jadi acuan apakah sudah tepat guna dan tepat sasaran kah kebijakan Pendidikan hari ini, fakta bahwa Pendidikan jawa barat belum mencapai angka 9 dalam rata-rata lama sekolah hari ini harusnya menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan. Lebih dalam Ketika penulis meninjau kelapangan penulis masih menemukan banyak kontradiksi pada tahapan implementasi kebijakannya, pungutan liar yang terjadi pada institusi sekolah masih saja terjadi, diskriminasi anak didik, bahkan ketersediaan fasilitas sekolahnya itu sendiri kerap kali belumdapat dikatakan layak untuk menyelenggarakan Pendidikan.
Kembali kepada agenda yang telah terselenggara beberapa waktu yang lalu yaitu penerimaan peserta didik baru. Penulis mencatat bahwa PPDB tahun 2023 ini diwarnai oleh beragam problema yang harus menjadi perhatian baik para apparat penegak hukum atau pemangku jabatan. Sebagai contoh dikutip dari laman liputan6.com Sebanyak 4.791 pendaftar pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 untuk tingkat SMA, SMK, SLB di Jawa Barat didiskualifikasi atau dicoret, yang umumnya lantaran dokumen tidak sesuai dan persoalan kartu keluarga (KK). Ini adalah salah satu temuan yang menggemparkan atau bisa jadi dapat ini ada kecurang yang tersistem dan masiv.
Kebijakan zonasi yang dikeluarkan pada tahun 2017 oleh Menteri Muhadjir Effendi ini memang memiliki tujuan baik agar pemerataan kualitas anak didik dapat terwujud namun seharusnya pemerataan diiringi oleh itengrasi dari sector lainnya baik SDM maupun infrastrukturnya, bahkan fakta jauh lebih menyedihkan yang ditemukan oleh penulis sebagaimana disampaikan oleh Kepala Cabang Dinas VII Kota Bandung dan Kota CImahi, bahwa Kota Bandung dari 30 Kecamatan yang ada masih ada 11 Kecamatan yang belum memiliki Sekolah Menengah Atas di Kecamatannya, hal ini sangatlah miris menggetahui bahwa Kota Bandung Sendiri yang menjadi ibukota Provinsi Jawa Barat pun pemerataan infrastruktur belum terasa, lalu mau bagaimana system zonasi ini berjalan?
Pada akhirnya penulis ingin menyampaikan kepada khalayak bahwa Pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak tanpa terkecuali perang masyarakat untuk terlibat aktif dalam membangung ekosistem Pendidikan yang sehat di Indonesia ini sangat dibutuhkan mulai dari lingkungan terkecil. Sebagaimana pasal 6 ayat 2 UU no. 20 Tahun 2003 Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan Pendidikan. Lebih jauh semoga kebijakan zonasi ini dapat dikaji betul agar nilai manfaatnya dapat dirasa seluruh masyarakat dan memajuakan kualitas Pendidikan Indonesia, bukan sebatas politisasi anggaran atau kepentingan segelintir pihak yang melihat Pendidikan sebagai industry.
Tulisan ini merupakan kiriman dari Santri Agung Wardana - Pemerhati Pendidikan/Sekjend Eduwatch tidak mewakili pandangan dari redaksi Prokopim FPSH HAM Jawa Barat
ADVERTISEMENT