Konten dari Pengguna

Bumi Punya Bintangnya Sendiri, Kok Bisa?

9 Mei 2020 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ivan Permana Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jamur bintang bumi (Earthstar mushroom) merupakan kelompok jamur dari Filum Basidiomycota dan Famili Geastraceae. Berdasarkan catatan Index Fungorum, jamur bintang bumi atau yang dikenal juga sebagai Geastrum memiliki lebih dari 300 spesies yang terdata hingga saat ini dari seluruh dunia.
Dok : Pribadi. Jamur Bintang Bumi (Earthstar mushroom)
zoom-in-whitePerbesar
Dok : Pribadi. Jamur Bintang Bumi (Earthstar mushroom)
Geastrum sendiri berasal dari kata Geo yang berarti bumi dan Astrum yang berarti bintang, sehingga dikatakan sebagai jamur bintang bumi. Jamur ini juga memiliki sebutan sebagai jamur perut (stomach fungi) dikarenakan perkembangannya yang berupa bola atau perut pada fase mudanya, di mana perut tersebut akan terbuka dan menyebarkan sporanya.
ADVERTISEMENT
Jamur ini memiliki kekerabatan yang dekat dengan jamur pengantin pada tulisan sebelumnya, dan cukup sulit dibedakan pada saat fase telur antara kedua kelompok jamur tersebut. Beberapa kalangan milenial bahkan menyebut jamur ini sebagai jamur shuriken, yakni sebuah senjata yang digunakan oleh tokoh fiktif naruto dalam serial animasi yang digemari oleh banyak anak dan remaja di seluruh dunia.
Jamur bintang bumi memiliki persebaran yang luas dan bisa ditemukan di berbagai tempat di seluruh dunia. Di Indonesia, jamur ini bisa anda temukan terutama pada tumpukan serasah di lantai hutan, di tanah, dan pada tumpukan serasah bambu.
Salah satu laporan mengenai keberadaan dan deskripsi jamur ini, menyebutkan bahwa jamur bintang bumi merupakan jamur yang mudah ditemukan di kawasan hutan Kampus Institut Pertanian Bogor. Jamur ini merupakan kelompok jamur yang bergaya hidup saprofit (mendapatkan makanan dari organisme yang telah mati), walaupun beberapa laporan terbaru menyebutkan bahwa sebagian dari kelompok jamur bintang bumi menjadi partner pada jenis tumbuhan tertentu untuk membentuk mikoriza (simbiosis mutualisme antara akar tumbuhan dan jamur).
ADVERTISEMENT
Geastrum berbentuk seperti bawang (Gambar 1) dan memiliki beberapa lapisan (Gambar 2) tubuh buah pada saat fase telurnya, yakni berupa lapisan peridium luar (Gambar 2B) dan peridium dalam (Gambar 2A). Lapisan peridium dalam mengandung bagian kantung yang berfungsi untuk memproduksi spora. Ketika spora telah siap untuk dikeluarkan dan didukung oleh kondisi lingkungan yang cocok, lapisan peridium luar akan terbuka, robek, memiliki belahan (4-8 belahan) pada beberapa bagiannya sehingga terlihat seperti bintang. Beberapa spesies dari jamur bintang bumi memiliki tangkai semu pada bagian bawah tubuh buahnya.
Sumber : First nature. Gambar 1 (Kanan) Fase telur jamur bintang bumi
Spora akan dikeluarkan dari bagian yang bernama peristome (mulut) yang berada pada bagian tengah dari peridium dalam (Gambar 2C). Fakta menarik dari organisme ini adalah jamur ini juga dikenal sebagai indikator kelembapan lingkungan karena memiliki sifat higroskopik. Pada kondisi yang kering, lapisan peridium luar akan tetap menyelimuti lapisan dalalmnya dan peristome tidak terbuka. Namun pada kelembapan yang tepat lapisan tersebut akan terbuka, terutama pada saat hujan. Butiran air hujan yang menimpa kantong lapisan peridium dalam akan memberikan tekanan sehingga spora akan terdesak keluar dari peristome (mulut) dan menyebar ke lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dok Pribadi. Gambar 2 Lapisan tubuh buah jamur bintang bumi. A: Peridium dalam yang menyelimuti kantung spora. B: Peridium luar. C: Peristome (mulut) tempat keluarnya spora
Hingga saat ini, para peneliti menyatakan bahwa jamur ini bukan merupakan kelompok jamur untuk dikonsumsi, walaupun peneliti dari India melaporkan bahwa beberapa jenis dari jamur ini memiliki potensi aktivitas antimikroba dan dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai obat luka. Informasi mengenai pemanfaatan berbagai jenis jamur oleh masyarakat lokal di Indonesia sendiri masih minim, sehingga perlu dilakukan sebuah kolaborasi dan partisipasi yang aktif antara peneliti, masyarakat, dan pemerintah.