Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Jalan Terjal Politik Anies-Anas
5 September 2024 6:46 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nur Iswan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di panggung politik, kedua nama ini dikenal luas dan menyita perhatian. Terlebih lagi, ketika beberapa waktu lalu beredar luas foto pertemuan keduanya. Di satu tempat, di satu waktu. Soal tema dan konteks pertemuannya hanya mereka berdua yang tahu.
ADVERTISEMENT
Kedua sosok ini memiliki banyak kesamaan. Yang paling mencolok adalah kesamaan dalam menempuh terjalnya jalan politik. Penuh tikungan berliku dan kadang bertemu dengan onak maupun ranjau politik.
Anies Baswedan, seperti kita tahu “terpaksa” harus menerima kenyataan politik dengan tidak berlaga di Pilkada 2024. Padahal, jika ia lolos menjadi peserta Pilgub Jakarta maka hanya tsunami politik yang bisa mengalahkannya.
Anies tentu tak pernah menyangka, ada tsunami politik yang mengadangnya. Ia amat yakin bahwa Nasdem, PKB dan PKS akan terus bersamanya. Juga PDIP. Sehingga ia tak mempersiapkan Plan B (Jalur Independen). Tapi, seperti sama-sama kita ketahui. Anies terhenti langkahnya di Pilgub Jakarta Ketika semua Partai yang ia yakini akan setia, pergi meninggalkannya dengan amat dramatis.
ADVERTISEMENT
Jika menengok kisah Anies maka Jalan politiknya nampak mulus pada awalnya. Saat menjadi Rektor Universitas Paramadina, ia diminta menjadi Juru Bicara Jokowi-JK di Pilpres 2014. Pasangan ini menang, Anies diganjar sebagai Menteri Pendidikan Nasional.
Tetapi, entah disadari atau tidak, ranjau politik mulai mengintainya sejak ia mengemban amanah itu. Ada yang tak nyaman secara politik. Mungkin ia dianggap ancaman potensial. Meski kinerjanya sebagai Mendiknas amat baik, ia dijungkalkan dari kursinya. Ya, Anies di re-shuffle dari Kabinet Jokowi-JK.
Tapi, ternyata, kartunya belum mati. Nasib baik politiknya datang. Ia diundang untuk bertanding bersama Sandi Uno di Pilgub Jakarta 2017. Dan menang. Kisah selanjutnya kita tahu, Anies maju bersama Cak Imin di Pilpres 2024. Kalah oleh Prabowo-Gibran.
ADVERTISEMENT
Sementara Anas Urbaningrum, karier politiknya juga nampak berjalan mudah. Usai menjadi anggota KPU RI, ia masuk ke panggung politik melalui Partai Demokrat (PD).
Sejak itu, keberuntungannya berlanjut. SBY memanjakannya sedemikian rupa pada awalnya. Menjadi Ketua Bidang Politik DPP PD. Terpilih menjadi anggota DPR RI. Dan menjadi Ketua Fraksi PD di DPR.
Bintang politiknya makin terang. Seiring dengan semakin cemerlang prestasi dan bintang politiknya, wajar jika ia mendapat dukungan luas untuk maju bertanding di Kongres PD tahun 2010. Dan mudah diduga, ia terpilih menjadi Ketua Umum PD.
Seperti juga Anies, entah disadari atau tidak oleh Anas, bahaya politik juga mengintainya. Ada yang mulai curiga dan merasa terancam secara politik dengan posisinya sebagai salah satu pimpinan Partai terbesar ketika itu.
ADVERTISEMENT
Benar saja, ia terjegal atau lebih tepatnya dijegal setahun sebelum perhelatan Pemilu dan Pilpres 2014. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, ia dipandang sebagai Tokoh kunci yang akan mewarnai Pemilu saat itu.
Namun, seperti kata peribahasa: “Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”. Anas ~ seperti juga Anies ~ “terpaksa” harus menerima kenyataan yakni ditersangkakan dan didakwa serta menjadi terpidana oleh KPK. Aroma politik amat kental mengiringi kasusnya.
Singkat cerita, pasal hukum gratifikasi jadi senjata yang menjungkalkannya. Vonis Hakim "memaksanya" ke LP Sukamiskin. Sebuah ujian yang teramat berat untuknya dan keluarganya,idak semua orang bisa menjalaninya.
Tapi bagi yang paham, penjegalan Anas sesungguhnya bukan sekadar persoalan hukum. Tapi faktor utamanya adalah pertarungan politik memperebutkan Partai Demokrat.
ADVERTISEMENT
Bahkan ketika ia keluar dan bebas, begitu banyak sahabat dan kolega yang menyambutnya. Tak heran, jika jabatan Ketua Umum Partai kembali kepadanya. Meski dengan Perahu Politik yang lebih kecil, jika dibandingkan dengan partainya dahulu. Ia didapuk menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). PKN dengan segala keterbatasan waktu maupun logistik toh mampu menjadi peserta Pemilu 2024. Perolehan kursinya beda tipis dengan PSI di Pemilu 2019. Padahal logistik PSI ketika itu lumayan melimpah.
Melihat dua kisah di atas, akhirnya kita tak bisa menyalahkan jika ada anggapan masyarakat bahwa kompetisi politik itu adalah dunia yang “keras”, penuh intrik dan kadang-kadang “kejam”.
Padahal, politik adalah sektor penting dan mulia. Karena menyangkut kemashlahatan orang banyak. Output politik adalah regulation and policy.
ADVERTISEMENT
Nah, agar politik dikembalikan ke tujuan semestinya maka politik harus diisi oleh orang yang punya gagasan dan vision. Tidak sekadar pertarungan kepentingan dan kekuasaan.
Perjalanan politik kedua sosok di atas, memuat begitu banyak hikmah dan pelajaran. Tentu saja, keduanya bukan politisi yang sempurna. Anies dan Anas pasti punya kekurangan dan kelemahan. Tapi keduanya juga punya banyak kelebihan dan keunggulan. Sebagaimana politisi lain, bukan?
Tetapi, ada banyak yang bisa kita petik dari jalan terjal yang mereka tempuh. Jalan masih panjang dan terbuka untuk mereka. Mereka bisa melakukan political comeback yang lebih baik. Caranya sederhana, yakni berendah hati dengan belajar dari sejarah mereka sendiri. Termasuk belajar dari sejarah para politisi negeri ini. Baik yang berhasil maupun yang gagal. Semoga.***
ADVERTISEMENT