Erick Thohir, Tolong Kembalikan Kegembiraan Saat Nonton Liga Indonesia

Iwan Iwe
S.I.Kom. Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya
Konten dari Pengguna
25 Februari 2023 10:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Iwan Iwe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ketua Umum PSSI terpilih Erick Thohir memberikan keterangan pers dalam Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (KLB PSSI) 2023 di Jakarta, Kamis (16/2/2023). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PSSI terpilih Erick Thohir memberikan keterangan pers dalam Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (KLB PSSI) 2023 di Jakarta, Kamis (16/2/2023). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada masa di mana nonton laga-laga Liga Indonesia mendatangkan kegembiraan. Apalagi saat Persebaya, tim yang saya dukung, bermain. Atmosfer stadion di mana sorak-sorai suporter bergemuruh membuat perasaan takjub. Pembahasan jalannya laga usai pulang dari stadion mendatangkan rasa bahagia.
ADVERTISEMENT
Sayangnya perasaan itu telah lama hilang. Ada rasa tidak peduli akan jalannya laga-laga Liga Indonesia. Tak ada lagi gairah untuk menyaksikannya. Buat apa bersorak-sorai jika liga tidak menjunjung tinggi sportivitas?
Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang membuat saya apatis. Peristiwa ini adalah puncak dari borok-borok yang selama ini terlihat di liga kita. Penyakit-penyakit yang ada di Liga Indonesia mulai dari inkonsistensi operator hingga ketidakpatuhan suporter terhadap aturan terlihat.
Sebelum tragedi itu terjadi, Liga Indonesia sudah dipenuhi dengan ketidakadilan. Kualitas wasit yang amburadul membuat keputusan-keputusan yang diambil menimbulkan kontroversi. Hasilnya, suporter saling debat membahas keputusan-keputusan itu.
Ada kesan beberapa klub diuntungkan, sementara klub lain dirugikan. Anehnya, tak ada upaya dari federasi buat memperbaiki kualitas wasit. Laga-laga masih saja dipenuhi kontroversi yang memicu pertengkaran antar suporter.
ADVERTISEMENT
Bisa ditebak, output dari kompetisi juga tercermin di prestasi Timnas kita. Belum ada satu pun trofi di ajang bergengsi yang diraih Timnas sejak terakhir meraih medali emas di Sea Games 1991 di Filipina.
Sepakbola kita tak hanya jalan di tempat, namun telah jatuh di titik terendah. Apalagi wajah pengurus PSSI periode Iwan Bule tak menampakkan upaya serius mereka untuk memperbaiki sepakbola. Tak heran jika banyak suporter yang memilih apatis dan tak peduli akan Liga Indonesia.

Terpilihnya Erick Thohir sebagai Ketum PSSI

Kongres Luar Biasa (KLB) telah memilih Erick Thohir sebagai Ketum PSSI yang baru. Terpilih juga beberapa nama yang duduk di kepengurusan PSSI. Sayang, wajah lama yang terbukti gagal mendatangkan prestasi masih terlihat. Skeptisme suporter jika pengurus PSSI yang baru bisa membawa perubahan masih tampak di timeline media sosial.
ADVERTISEMENT
Namun, harapan itu masih ada. Pengalaman Erick Thohir menjadi modal bakal adanya perubahan. Yang paling mendesak yang perlu lakukan PSSI di bawa Eric Thohir adalah membangun fondasi kompetisi yang sehat. Liga Indonesia perlu direformasi dan bahkan di-reset dari nol.
Beberapa hal ini bisa dilakukan Erick Thohir dkk untuk memperbaiki sepak bola Indonesia.

1. Memperbaiki Kualitas Operator Kompetisi

PT LIB sebagai operator kompetisi terbukti tidak kompeten. Ketidakbecusan itu bisa dilihat dari amburadulnya jadwal kompetisi. LIB juga gagal mendapatkan jaminan keamanan dari kepolisian yang membuat jadwal sering ditunda. Padahal kepastian jadwal merupakan keharusan. Kepastian jadwal akan mempengaruhi rencana klub dan kerja sama dengan sponsor.
PSSI harus segera mengevaluasi apakah LIB masih layak jadi operator. 99 persen saham LIB memang dikuasai klub Liga 1. Namun selama ini mereka tidak berkuasa dan hanya jadi tukang stempel. PSSI harus mengembalikan kekuasaan kepada para klub pemilik saham mayoritas.
ADVERTISEMENT
RUPS harus segera digelar untuk memilih Dirut, komisaris, dan pengurus lainnya. Bila perlu, RUPS menunjuk CEO dan pengurus dari profesional yang mengerti sepakbola dan mampu bekerja dengan baik.

2. Seleksi Ulang Peserta Liga Indonesia

Klub-klub peserta Liga Indonesia harus diseleksi ulang. PSSI perlu memastikan hanya klub yang siap dan sehat yang bisa menjadi peserta. Klub-klub sakit yang hobi menunggak gaji serta tidak menyiapkan infrastruktur stadion dan tempat latihan yang baik harus dieliminasi dari kompetisi.
Federasi tak harus memaksakan 18 klub jadi peserta Liga 1. Begitu juga dengan Liga 2 dan Liga 3. PSSI tak boleh memberikan dispense terhadap klub-klub yang sakit.

3. Memperbaiki Kualitas Wasit

Peran wasit sangat krusial. Merekalah yang menentukan sebuah pertandingan bisa dijalankan dengan baik. Kurangi kontroversi dengan meningkatkan kualitas wasit.
ADVERTISEMENT
Perbanyak wasit berlisensi FIFA agar kualitas pertandingan meningkat. Keputusan-keputusan yang baik akan mendatangkan respek dari pemain, pelatih, dan suporter. Tingginya gaji wasit Liga Indonesia seharusnya berbanding lurus dengan kualitas pertandingan.

4. Rangkul dan Berdayakan Suporter

Suporter adalah bagian tidak terpisahkan dari sebuah kompetisi. Sayangnya, peran suporter selama ini terpinggirkan. Banyak keputusan yang diambil tanpa memperhatikan kepentingan suporter. Saat ini, banyak laga digelar tanpa penonton karena alasan keamanan.
Yang terbaru, polisi tidak mengeluarkan izin laga PSIS vs Persis sehari sebelum pertandingan. Padahal seluruh tiket telah terjual. Akhirnya bentrok tak terelakkan karena ribuan suporter datang ke Stadion Jatidiri. Hal ini tidak boleh terjadi di kompetisi mendatang.
Pengurus PSSI harus merangkul suporter dan mendengarkan suaranya. Ide Erick Thohir membentuk komite suporter patut diapresiasi. Namun saya berharap komite ini bukan sekadar formalitas melainkan komite yang mau menampung suara-suara suporter dan menjalankan saran serta usulan suporter.
ADVERTISEMENT
Suporter juga bisa didorong untuk membentuk asosiasi suporter yang suaranya punya nilai tawar. Wadah ini harus mampu memperjuangkan kepentingan suporter. PSSI wajib mendengar suara suporter sehingga kompetisi menjadi lebih hidup.

5. Jalankan Regulasi dengan Konsisten

Regulasi seringkali hanya dipandang sebagai macan kertas. PSSI sering tidak konsisten menjalankan regulasinya. Saat terjadi pelanggaran di lapangan, hukuman yang dijatuhkan sering berubah-ubah.
Bahkan PSSI beberapa kali menganulir hukuman yang dijatuhkan kepada klub atau person. Regulasi harus ditegakkan dengan konsisten. Hanya dengan cara itu semua stakeholders kompetisi bisa menghormati keputusan PSSI. Respek akan muncul.

6. Revisi Statuta yang Menghambat Perubahan

Salah satu yang merisaukan saya adalah upaya orang-orang lama yang getol mempertahankan kekuasaannya di PSSI. Dari komposisi voters, 34 voters dikuasai Asprov yang merupakan kepanjangan tangan PSSI. Mengapa Asprov dijadikan voter karena ada statuta FIFA yang mewajibkan adanya perwakilan daerah.
ADVERTISEMENT
Namun, PSSI tidak seharusnya memberikan 34 suara ke Asprov. Tiga suara yang mewakili Asprov sudah cukup. Mayoritas voters seharusnya diberikan kepada klub peserta liga. Kepentingan klub harus diutamakan sehingga suara-suara mereka menjadi penting saat kongres.
***
Kompetisi harus mengusung semangat win-win solution. Idealnya, tak ada lagi satu pihak yang paling diuntungkan terlebih hanya kepentingan PSSI. Nilai sportivitas harus dijunjung tinggi dengan membuat kompetisi yang adil.
Kompetisi tidak hanya tentang menjadi juara tapi bagaimana semua berlaga dengan sportif. Pemenang sebuah kompetisi sesungguhnya bukan hanya satu klub tapi juga semua klub peserta dan suporter.
Dalam sebuah kompetisi yang sehat, semua jadi pemenangnya. Hanya dengan cara ini, kompetisi akan mendatangkan kegembiraan. Jadi Pak Erick, tolong kembalikan kegembiraan saat nonton Liga Indonesia!
ADVERTISEMENT