Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Naturalisasi & Mentalitet Inferior Bangsa
4 November 2024 7:49 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Mohamad Kurniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia sedang diliputi euforia kehadiran pemain naturalisasi yang melambungkan harapan timnas kita mampu lolos ke Piala Dunia 2026 yang akan datang. Di stadion, baik saat tanding kandang maupun kandang, nama-nama asing ini bergema riuh. Akun sosial media para pemain ini pun mendadak naik drastis jumlah followers-nya.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, para pemain asing yang mengenakan jersey merah putih dengan lambang Garuda di dada adalah simbol kebangkitan sepak bola nasional. Mereka bak superhero yang akan membantu bangsa ini mewujudkan mimpinya tampil di panggung tertinggi, putaran final Piala Dunia. Namun, di balik euforia ini, ada isu yang perlu kita renungkan. Apakah naturalisasi ini akan lebih memberi dampak positif atau justru sebaliknya, berakibat menguatnya mental inferior bangsa ini?
Ditilik dari tujuannya, langkah naturalisasi pemain sering diambil untuk menambal kesenjangan kualitas pemain lokal yang dianggap belum bisa memenuhi standar kelas dunia. Mari kita lihat Jepang. Pada era 1990-an, negeri Sakura ini memanfaatkan pemain asal Brasil seperti Ruy Ramos untuk memperkuat tim nasional. Namun, berbeda dengan sekadar mengandalkan pemain naturalisasi, Jepang tetap memberi prioritas kepada pembinaan pemain muda lokal melalui peningkatan kualitas kompetisi domestiknya. Hasilnya? Jepang kini memiliki banyak pemain yang sukses di liga Eropa berkat fondasi pembinaan yang kuat.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya proyek ambisius serupa di China justru memperlihatkan betapa ketergantungan pada pemain asing bisa berujung kekecewaan. Elkeson dan Aloisio, dua bintang asing yang dinaturalisasi, gagal membawa China ke level yang diharapkan. Proyek ini dikritik karena dianggap hanya memberikan dampak jangka pendek tanpa membangun sistem yang berkelanjutan. Alih-alih mencetak bintang-bintang lokal, China justru menciptakan ketergantungan pada talenta dari luar negeri, dan di sisi lain, mentalitas bangsa pun terganggu.
Menurut studi Gillian Sandstrom dan Erin Westgate (2020) – dua orang peneliti psikologi sosial – menyimpulkan bahwa sebuah komunitas atau kelompok masyarakat yang terus-menerus mengandalkan kekuatan eksternal akan memunculkan sindroma inferiority complex, mentalitas inferior yang membuat mereka sulit percaya pada kemampuan diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Setiap kali pemain naturalisasi menjadi andalan utama, kepercayaan diri bangsa terhadap talenta lokal perlahan terkikis. Bangsa ini akan cenderung melihat pemain asing sebagai solusi akhir dan meyakini bahwa kualitas lokal tidak mampu bersaing, pandangan yang dalam jangka panjang berpotensi menurunkan motivasi untuk membangun talenta lokal.
Meskipun demikian, naturalisasi bisa membawa efek positif yang tak bisa diabaikan. Qatar, misalnya, sukses menggunakan pemain naturalisasi untuk meraih prestasi internasional. Pada Piala Asia 2019, timnas Qatar yang diperkuat beberapa pemain naturalisasi berhasil memenangkan turnamen, menciptakan kebanggaan nasional dan meningkatkan reputasi negara di kancah sepak bola Asia. Prestasi ini membangkitkan rasa bangga rakyat Qatar, menunjukkan bahwa naturalisasi, jika dikelola dengan baik, bisa mendukung pengembangan prestasi nasional.
ADVERTISEMENT
Indonesia mengalami euforia serupa. Ketika pemain naturalisasi memberikan kontribusi besar, kebanggaan nasional meluap, dan antusiasme terhadap sepak bola meningkat. Publik merasa mimpi besar tampil di Piala Dunia kian dekat terwujud. Kejayaan sepak bola Indonesia bukan lagi sekadar angan. Muncul pertanyaan di benak saya. Bagaimana memanfaatkan momentum ini tanpa mengabaikan pengembangan jangka panjang?
Pengalaman Singapura memberikan pelajaran penting tentang risiko ketergantungan pada pemain naturalisasi. Di awal 2000-an, Singapura mencoba mendatangkan pemain asing dalam jumlah besar untuk memperkuat timnas, namun hasilnya jauh dari harapan. Setelah investasi besar yang hanya menghasilkan prestasi sesaat, negara ini menghadapi kritik tajam dari masyarakat. Proyek ini dianggap hanya merusak perkembangan pemain lokal tanpa memberikan hasil yang signifikan dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Kegagalan proyek naturalisasi seperti ini menggarisbawahi pentingnya perencanaan yang matang. Naturalisasi seharusnya menjadi pelengkap, bukan strategi utama. Menggunakan pemain asing tanpa diimbangi dengan pengembangan lokal yang berkelanjutan hanya akan menghasilkan tim yang kuat sesaat, tetapi rapuh di masa depan.
Naturalisasi bisa menjadi pemicu, tetapi untuk membangun prestasi jangka panjang, bangsa ini perlu memupuk kepercayaan pada kemampuan lokal. Abraham Maslow dalam teorinya menekankan bahwa kebutuhan akan pengakuan dan rasa percaya diri penting bagi perkembangan individu dan komunitas. Ketika suatu bangsa yakin akan potensi internalnya, mereka akan lebih termotivasi untuk terus berkembang tanpa harus bergantung pada faktor eksternal.
Belgia dan Islandia adalah contoh negara yang menunjukkan bagaimana pengembangan lokal bisa menghasilkan tim nasional yang kompetitif. Dengan sistem pembinaan yang baik, negara-negara ini mampu menghasilkan pemain berbakat yang siap bersaing di kancah internasional. Islandia, dengan populasi yang kecil, berhasil lolos ke Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018. Ini adalah bukti bahwa pembinaan pemain lokal yang terencana dapat membawa tim nasional ke level yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Naturalisasi Sebagai Pendorong Prestasi Berkelanjutan
Naturalisasi adalah sebuah lompatan strategis. Bukan langkah taktis jangka pendek, apalagi menjadi sebuah ketergantungan. Untuk mencapai prestasi keberlanjutan, Indonesia perlu fokus pada pembinaan pemain muda dan menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan mereka. Euforia naturalisasi jangan sampai menghambat perkembangan mentalitas untuk menjadi bangsa mandiri, tetapi menjadi dorongan untuk terus memperbaiki kondisi yang ada.
Dengan keseimbangan antara pemain lokal yang berkualitas dan pemain naturalisasi sebagai pelengkap, bangsa ini bisa membangun tim nasional yang tidak hanya kompetitif tetapi juga berkarakter kuat. Kepercayaan diri dan kebanggaan nasional yang tumbuh dari kemampuan para pemain - baik naturalisasi maupun non-naturalisasi - akan membawa bangsa ini meraih prestasi yang lebih tinggi dan berkelanjutan di masa depan. Selamat belajar!
ADVERTISEMENT