Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Mengenal Kembali Feminisme Bersama Carol Gilligan, Feminis Amerika Serikat
24 November 2020 5:29 WIB
Tulisan dari Izzah Putri Jurianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Feminisme?”
“Apa sih feminisme?”
“Oh.. wanita yang nggak suka pria itu, ya?”
ADVERTISEMENT
“Nggak usah sok feminis deh, kalo belum bisa angkat galon sendiri”
Membicarakan feminisme ditengah pandemi ini, rasanya telinga kita sudah tidak asing dengan istilah tersebut. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan masih banyak orang yang belum familiar dengan istilah ini. Bahkan, sebagian besar orang mungkinmasih memiliki pandangan yang keliru terhadap feminisme.
Tenang, saya akan mengajak kalian untuk mengenal kembali sekaligus meluruskan pandangan terkait feminisme menurut sudut pandang salah satu tokoh feminis sekaligus filsuf dan psikolog kelahiran Amerika Serikat, Carol Gilligan.
Siapa Carol Gilligan itu? Carol Gilligan adalah seorang filsuf dan psikolog lulusan Harvard University dengan gelar Ph.D. Saat ini, beliau menjadi seorang profesor di bidang pengembangan perkembangan manusia dan psikologi di Harvard Graduate School Of Education. Salah satu pemikiannya yang cukup fenomenal adalah teorinya mengenai wanita dan feminisme.
ADVERTISEMENT
Apa itu feminisme?
Sejak dulu, masyarakat menganggap pria sebagai pihak yang berhak menempati hierarki tertinggi. Menurut mereka, pria lebih superior daripada wanita. Sementara, wanita dilihat sebagai pihak yang lemah dan harus patuh.
Terbukti hingga saat ini, masih banyak masyarakat yang mengatakan “Untuk apa pendidikan tinggi, toh nanti hanya jadi ibu rumah tangga”, dan semacamnya. Ucapan seperti itu bukanlah hal yang baru, terutama bagi para wanita. Lalu, bagaimana Carol Gilligan mengubah berbagai stereotip yang melekat di feminisme tersebut?
1. Feminisme menuntut adanya kesetaraan gender
Layaknya hidup yang harus kita jalani dengan seimbang antara hak dan kewajiban, begitu pula dengan prinsip feminisme. Feminisme ada untuk menyetarakan kedudukan pria dan wanita, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah antara keduanya
ADVERTISEMENT
Baik pria maupun wanita harusnya layak untuk diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama tanpa dibeda-bedakan berdasarkan jenis kelamin mereka. Kesetaraan ini tentunya berlaku di semua aspek kehidupan, baik itu dalam hal jabatan kerja hingga mencalonkan diri di ranah politik. Bayangkan jika kalian gagal mendapatkan promosi jabatan hanya karena kalian seorang wanita, tentu tidak adil bukan?
2. Feminis tidak selalu membenci para pria, ya
Kalau ada yang menyebutkan bahwa para feminis hanyalah kumpulan orang-orang yang tidak suka pria, maka dapat dipastikan bahwa dia belum sepenuhnya paham makna dari feminisme itu sendiri. Hanya karena seseorang merupakan feminis, tidak lantas dia akan membenci seluruh pria di dunia ini.
Wanita yang memiliki rasa tidak suka berlebih terhadap pria bukanlah feminis, melainkan misandri. Sorang misandri akan cenderung mendiskriminasi pria, melakukan tindak kejahatan, bahkan menjadikan pria sebagai objektifikasi seksual.
ADVERTISEMENT
3. Bisakah pria jadi feminis? Jawabannya, kenapa tidak?
Selama ini kalian mungkin menganggap bahwa para feminis identik dengan wanita. Faktanya siapapun bisa menjadi feminis, lho! Bahkan meskipun ia adalah seorang pria.
Salah satu contohnya adalah Harry Styles. Siapa sih, yang tidak kenal dengan Harry Styles? Seorang penyanyi berkebangsaan Inggris yang merupakan anggota One Direction ini ternyata juga bagian dari para feminis. Jadi, bisa dipastikan kalau bukan hal yang mustahil bagi seorang pria untuk berani berbicara tentang kesetaraan gender.
4. Siapa yang diuntungkan oleh feminisme? Pria atau wanita?
“Jangan cengeng, dong. Kaya perempuan aja”
“Jangan pakai baju pink, dong. Masa cowok pakai baju pink sih”
Kalian pasti pernah kan mendengar ucapan semacam itu? Atau mungkin kalian sendiri yang mengalaminya?
ADVERTISEMENT
Banyak pria yang merasa kesulitan karena adanya konsep maskulinitas yang diciptakan oleh sistem patriarki, dimana pria dituntut untuk selalu kuat serta dilarang untuk menangis dan bersikap lemah. Sementara untuk dapat dikatakan sebagai wanita mereka harus menjadi sosok yang anggun, penyabar, penurut, lemah lembut dan feminin.
Nah, feminisme sebagai bagian dari kesetaraan gender berperan penting dalam mewujudkan dunia yang adil bagi pria dan wanita Dengan adanya feminisme, kesetaraan gender akan mulai diperhatikan oleh masyarakat sehingga baik pria maupun wanita tidak perlu lagi menanggung beban dari stereotip yang diberikan terhadap masing-masing jenis kelamin.
Jadi gimana, nih? Apa sekarang kalian mulai memandang feminisme dengan cara yang berbeda? Semoga di masa mendatang kita tidak lagi terjebak dalam sistem sosial patriarki dan mulai sadar untuk bersama-sama memberikan kesempatan yang sama bagi pria dan wanita. Toh, nantinya kita juga yang diuntungkan, bukan? Salam feminisme!
ADVERTISEMENT