Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Menjaga Anak dari Jeratan Narkoba
25 November 2022 11:51 WIB
Tulisan dari Jackson Lapalonga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di antara rangkain peringatan hari nasional di bulan November ini, ada hari Pahlawan dan Hari Ayah yang cukup semarak dibahas di berbagai kanal media sosial. Jika Hari Pahlawan diabadikan sebagai upaya menjaga nilai-nilai kepahlawanan, nasionalisme, dan semangat kebangsaan. Maka hari Ayah dijadikan sebagai satu simbol yang menempatkan ayah pada posisi penting dalam institusi keluarga.
ADVERTISEMENT
Ayah adalah sosok penting dalam struktur organisasi keluarga apalagi di tengah masyarakat yang cenderung patriarki seperti di Indonesia. Peran sentral seorang ayah mempengaruhi wajah anak di masa depan. Sikap mental seseorang memang banyak dipengaruhi keluarga. Semakin abai ayah dalam mendidik anak, semakin jauh sosok anak dari sikap ideal.
Seperti yang saya lihat dari sosok anak SMK negeri yang ditangkap karena kedapatan menjadi kurir narkoba jenis ganja. Pemuda belia yang baru melewati usia 18 tahun bulan lalu ini diamankan petugas bidang pemberantasan BNNP DKI Jakarta.
Sesaat saya menerima laporan dari tim di lapangan, saya cukup prihatin karena status tersangka yang harus disandang anak kelas tiga SMK negeri di Jakarta ini. Secara aturan anak tersebut, tidak lagi dapat menyandang sebagai anak karena usianya baru saja melampaui batas 18 tahun.
ADVERTISEMENT
Karena itu, penyidik tetap menggunakan mekanisme proses administrasi penyidikan sebagai orang dewasa. Padahal, jika saja pelaku tertangkap satu bulan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan keringanan hukuman karena statusnya sebagai anak.
Setelah menerima laporan asesmen dari penyidik dan dokter yang melakukan wawancara dengan tersangka, saya mencoba melihat kasus ini dari sisi yang berbeda. Bukan semata-mata kasus pidana narkotika.
Andik, bukan nama aslinya, sesungguhnya adalah seorang anak yang cerdas dan tampak cukup matang sebenarnya. Dia sempat mengeyam pendidikan di pesantrean namun tidak tuntas. Alasannya tidak melanjutkan pendidikan di pesantrean adalah karena pesantren bukan pilihannya. Katanya, dia terpaksa masuk pesantren karena orang tuanya.
Walaupun, seperti pengakuannya, pesantren Andik kala itu adalah pesantren modern dan fokus pendidikannya justru di bidang science. Namun, karena memang bukan pilihannya, di tahun ketiga dia memilih melanjutkan SMP negeri. Andik pun kembali bergaul bersama teman-teman lamanya, teman sekolah dasar dan sekolah lanjutannya.
ADVERTISEMENT
Karena kecerdasannya, Andik kemudian melanjutkan sekolah di salah satu SMK negeri favorit di Jakarta dengan peer group pertemanan yang tidak banyak berubah. Terlebih, Andik tampak memiliki masalah di keluarganya.
Andik tinggal bersama orang tua dan keluarga pamannya dalam satu rumah. Rumah terlalu padat untuk dijadikan tempat rehat dan bersantai. Orang tuanya juga cukup sibuk karena ayah dan ibunya bekerja.
Andik kehilangan kenyamanan dan kehilangan sosok yang dapat menjadi tempatnya berkeluh kesah. Itulah yang membuat Andik nyaman bersama dengan teman-teman peer groupnya. Orang tuanya pun dianggap tidak peduli dengan siapa Andik bermain.
Mungkin, karena Andik masih sekolah dengan baik maka dianggap Andik tidak memiliki masalah. Ternyata anggapan orang tuanya kurang tepat dalam menilai anak keduanya tersebut. Andik adalah seorang anak sebagaimana anak-anak lainnya yang membutuhkan orang tua dan membutuhkan ruang kenyamanan di rumahnya.
ADVERTISEMENT
Hari Ayah yang jatuh pada bulan November ini menjadi penting untuk dasar evaluasi apakah para ayah dapat hadir saat anaknya membutuhkan. Sebagai kepala rumah tangga, seorang Ayah seharusnya adalah sosok paling istimewa di instansi rumah tangga. Ayah harus menjadi sosok pahlawan bagi anak-anaknya.
Nasib Andik hari ini adalah contoh nyata ada seorang Ayah yang tidak hadir saat anaknya membutuhkan sedikit uang dan sedikit tempat curhat. Seperti pengakuannya, Andik hanya mendapatkan yang tidak lebih dari lima ratus ribu untuk mengambil paket narkoba lalu meneruskan kepada pemesan berikutnya. Andik juga mendapatkan kenyamanan dari pertemannya yang ternyata lekat dengan penyalahgunaan narkoba.
Cerita Andik kenyataannya bukan hanya terjadi sekali, tapi berkali-kali. Karena itu, institusi keluarga sebagai pondasi dasar dalam masyarakat harus betul-betul dijaga. Pemahaman dan kesadaran anggota keluarga dalam upaya membangun keluarga yang ideal adalah bagian penting yang perlu mendapatkan perhatian.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, penyesalan yang dialami Andik adalah sesal yang patut kita sesali bersama. Kita bisa bayangkan bagaimana nasib Andik yang akan dipenjara dalam rentang tahunan. Apalagi, penjara bukanlah tempat ideal untuk mendidik orang seperti Andik sehingga menjadi lebih baik.
BNNP DKI Jakarta telah, sedang, akan terus berupaya melakukan intervensi terhadap berbagai instansi, komunitas, atau per orang agar benar-benar jauh dari jeratan narkoba, termasuk lembaga pendidikan. Kami selalu menempatkan sekolah sebagai bagian utama dari masyarakat yang perlu dijaga dan karenanya program pencegahan di sekolah terus kami lakukan.