Pemerintah Dinilai Buat Bumi Makin Panas, WALHI Jambi Aksi di Persimpangan Jalan

Konten Media Partner
5 November 2021 19:14 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
WALHI Jambi saat aksi di persimpangan jalan, menyampaikan bumi semakin panas. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
zoom-in-whitePerbesar
WALHI Jambi saat aksi di persimpangan jalan, menyampaikan bumi semakin panas. (Foto: M Sobar Alfahri/Jambikita)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi menggelar aksi di persimpangan jalan, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, pukul 15.00 WIB, Jumat (5/11).
ADVERTISEMENT
Aksi ini menunjukkan kekecewaan kepada pemerintah yang kebijakannya kontradiktif dengan Conference of the Parties (COP) 26. Pidato Presiden RI Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Skotlandia, juga dinilai tidak sesuai dengan fakta yang sudah berlangsung.
WALHI menemukan telah terjadi deforestasi terselubung melalui izin pinjam pakai dalam periode tahun 2014-2020, untuk penambangan seluas 117.106 hektare, dan non-tambang 14.410 hektare.
Lalu, pemerintah terkesan mengabaikan penggunaan energi terbarukan. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) malah meningkatkan target produksi batu bara tahun ini, dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton. Sedangkan tahun sebelumnya hanya 286 juta ton.
"Deforestasi tinggi. Kami menyampaikan bahwa bumi ini semakin terbakar. Bahan bakar itu seperti pertambangan, deforestasi, perluasan perkebunan kelapa sawit," ujar M Aditya, WALHI Jambi sekaligus koordinator aksi tersebut, Jumat (5/11).
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, kata Aditya, pemerintah justru menghadirkan solusi yang memperburuk kondisi lingkungan. Hutan Tanaman Energi (HTE) yang menggunakan kelapa sawit, dapat mendorong terjadinya kerusakan hutan.
"Lalu tentang HTE hutan tanaman emisi, itu masih solusi semu. Kebijakan pemerintah saat ini tetap akan meningkatkan kerusakan hutan. Karena bahan bakunya masih kelapa sawit," tuturnya.
Dengan demikian, WALHI Jambi skeptis dengan pemerintah saat ini, sehingga menggelar aksi. Pemerintah tidak menunjukkan komitmen untuk mengatasi perubahan iklim.
"Kami menuntut komitmen pasti terhadap krisis iklim yang terjadi, dengan menutup segala bentuk produksi energi kotor," kata Aditya.
(M Sobar Alfahri)