Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
SSS#1: Membongkar Dunia Virtual Ala Jean Baudrillard
9 Agustus 2021 11:05 WIB
Diperbarui 21 Februari 2022 22:01 WIB
Tulisan dari Jan Mealino Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Halo, teman - teman Kumparan! Tulisan ini merupakan konten dari Self, Social, Society (SSS). Tulisan ini secara garis besar akan membahas mengenai para tokoh sosial/hukum/politik/psikologi dan teorinya, dikemas dalam bentuk series, sederhana dan mudah dimengerti.
ADVERTISEMENT
Nama Jean Baudrillard (1929 - 2007) sudah tak asing di kalangan ilmu sosial, filsafat, bahasa, dan hukum. Namanya melejit setelah berhasil menelurkan teori - teori konsumsi, simulasi, simulakra, dan lain sebagainya. Pernyataannya yang paling mencengangkan bahwa ilmu sosiologi telah mati. Baudrillard dimasukkan kedalam filsuf dan sosiolog berhaluan post-modern.
Salah satu kajian menarik dari teori Jean Baudrillard adalah teori mengenai dunia konsumsi yang menyerang masyarakat post - modern. Baudrillard menyatakan bahwa kita berada di zaman yang memusnahkan realitas. Memusnahkan disini berarti tidak ada yang tersisa, tidak ada jejak, lenyap bagaikan bangkai yang telah mati. Baudrillard menyamakan realitas yang demikian sebagai suatu yang dapat mati atau ditinggalkan.
Baudrillard menyatakan terjadi pergeseran logika masyarakat konsumsi, yaitu dari logika kebutuhan menuju logika hasrat. Dengan kata lain orang tidak lagi mengonsumsi nilai guna suatu produk, tetapi nilai tandanya. Televisi, media massa, media sosial, film, dan iklan dinilai sebagai sarana untuk membentuk kesadaran, selera, cita rasa, wacana, dan alam bawah sadar khalayak.
ADVERTISEMENT
Logika lain yang coba dibentuk era post - modern ini adalah logika simulasi. Apabila masyarakat modern berkutat di bidang - bidang produksi, maka masyarakat post - modern berkutat di seputar simulasi, permainan citra, dan tanda. Kita tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata dan virtual, mana yang keinginan dan kebutuhan, serta sulit membedakan antara alami, semu, dan melampaui batas (hiperealitas).
Baik media massa maupun iklan yang seharusnya menjadi cerminan realitas, justru menjadi realitas itu sendiri, bahkan melampauinya. Maka, tidak heran apabila iklan, misalnya, mendistorsi atau menggiring masyarakat kepada keloyalan, dengan penggambaran menarik dan ajakan persuasif.
Simulasi merupakan realitas kedua yang langsung berinteraksi dengan diri sendiri (simulacrum of simulacrum). Konstruksi yang dibentuk oleh media seakan - akan menciptakan suatu realitas baru yang lebih nyata daripada realitas pertama, suatu realitas imajiner yang dianggap real. Tak pelak bahwa teknologi juga mengambil peran penting dalam proses membentuk realitas semu masyarakat sekarang.
ADVERTISEMENT
***
(JME)