SSS#2 : Solidaritas Masyarakat Emile Durkheim

Jan Ekklesia
Sosiolog dan Pendiri GEMA Politik Indonesia
Konten dari Pengguna
10 Agustus 2021 2:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jan Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
SSS#2 : Emile Durkheim, Sumber : Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
SSS#2 : Emile Durkheim, Sumber : Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Halo, teman-teman Kumparan! Tulisan ini merupakan konten dari Self, Social, Society (SSS). Tulisan ini secara garis besar akan membahas mengenai para tokoh sosial/hukum/politik/psikologi dan teorinya, dikemas dalam bentuk series, sederhana, dan mudah dimengerti.
ADVERTISEMENT
Emile Durkheim (1858-1917) dilahirkan di Kota Epinal, Prancis. Durkheim berasal dari keluarga pendeta. Mendapat gelar guru besar pada usia 29 tahun (1887). Durkheim-lah yang pertama kali memetakan metode sosiologi, yang tercantum dalam bukunya berjudul The Rules of Sociological Method. Durkheim dikenal pula sebagai peletak dasar teori sosiologi modern, bersamaan dengan Karl Marx dan Max Weber.
Konsep Durkheim mengenai masyarakat telah mengubah paradigma ilmuwan sosial modern mengenai kesadaran bersama (kolektif), pembagian kerja, hukum, dan kajian agama. Ternyata, ada faktor-faktor pengikat terbentuknya suatu masyarakat. Faktor pengikat tersebut karena dalam masyarakat, ada suatu kesadaran bersama. Kesadaran yang "sama" dalam dimensi interaksi, interelasi, dan interdependensi inilah yang membuat proses bermasyarakat terbagi menjadi dua tipe solidaritas, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjawab apa itu solidaritas mekanik dan solidaritas organik, perlu diperhatikan bahwa kesadaran kolektif adalah kesadaran bersifat exterior (luaran) dan constraint (memaksa). Sifat eksterior menyatakan kalau kesadaran kolektif itu berada di luar individu atau kelompok. Kalaupun terdapat perubahan dalam diri individu atau kelompok, kesadaran tersebut tidak berubah. Sifat eksterior seperti: baik-buruk, benar-salah, terpuji-terhina, dan lain sebagainya. sementara sifat konstrain menyatakan bahwa kesadaran kolektif mempunyai sifat memaksa terhadap suatu pelanggaran, terhadap aturan-aturan yang telah dibuat oleh masyarakat.
Kesadaran kolektif yang melahirkan solidaritas ini berhubungan erat dengan kondisi masyarakat setempat. Solidaritas mekanik yang menyatakan bahwa individu-individu terikat secara homogen (seragam) dalam satuan sosial yang erat. Sistem hukum yang dipakai adalah represif (pelanggaran dengan sanksi). Maka, solidaritas mekanik ini banyak ditemukan pada masyarakat perdesaan. Sementara, solidaritas organik menyatakan bahwa individu-individu semakin heterogen (beragam), terspesialisasi, dan saling bergantung. Sistem hukum yang dipakai adalah resitutif (ganti rugi). Maka, solidaritas organik banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan
ADVERTISEMENT
Baik solidaritas mekanik maupun organik adalah konsep yang ideal. Tidak selalu masyarakat yang memiliki solidaritas mekanik pasti berada di perdesaan, begitu juga sebaliknya. Contohnya dapat kita temukan di daerah kampung atau gang di perkotaan. Warga di sana masih mengedepankan unsur-unsur ikatan layaknya masyarakat perdesaan.
Durkheim juga berbicara mengenai peralihan solidaritas, bahwa masyarakat yang semakin modern adalah masyarakat yang mengalami perubahan dari solidaritas mekanik ke organik. Menurutnya, hal tersebut adalah suatu natural course (alamiah) karena pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi informasi. Durkheim juga melihat perkembangan masyarakat sangat mungkin terjadi penyimpangan (kasuistik), misalnya terjadi konflik dan ketegangan antar kelompok pemilik modal dan pekerja akibat spesialisasi kerja.
***
ADVERTISEMENT
(JME)