Konten dari Pengguna

Teknologi dalam Bayang Society 5.0

Jan Mealino Ekklesia
Sosiolog dan Peneliti Utama WAMESA Policy & Politics
30 November 2024 19:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jan Mealino Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kota Masa Depan. Sumber; Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kota Masa Depan. Sumber; Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Teknologi saat ini telah berkembang ke arah yang tak terbayangkan. Beberapa akademisi bisnis menamakan perkembangan masa depan sebagai VUCA (volatile, uncertain, complex, ambiguous) dan BANI (brittle, anxious, non-linear, incomprehensible).
ADVERTISEMENT
Analisis big data, Artificial Intelligence, dan Internet of Things telah menjadi keseharian manusia, termasuk inisiasi super smart society yang disebut Society 5.0. Society 5.0 merupakan inovasi yang digagas oleh pemerintah Jepang pada tahun 2016 yang didukung oleh berbagai teknologi dan inovasi lain.
Pada prinsipnya, Society 5.0 menggabungkan ruang fisik (dunia nyata) dan dunia maya dengan pemanfaatan TIK secara maksimal. Masyarakat super cerdas ini, menurut penelitian, akan mendatangkan kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat.

Sejarah Perkembangan Teknologi dan Masyarakat

Fenomena Society 5.0 tidak terlepas dari konteks historis dan sosio-kultural. Setidaknya ada 5 tahapan masyarakat dunia: society 1.0, society 2.0, society 3.0, society 4.0, dan society 5.0 sebagai titik kulminasi perkembangan teknologi.
Pada society 1.0, masyarakat mengandalkan berburu dan meramu. Tujuan masyarakat tersebut sederhana, yakni bagaimana masing-masing keluarga dapat menciptakan sistem pertanian sederhana secara berkelompok atau pun nomaden. Material yang diolah pun masih sekitar batu dan tanah. Mereka menggunakan kaki sebagai alat transportasi. Mereka mengharapkan suatu pemukiman untuk bertahan hidup (viability).
ADVERTISEMENT
Pada perkembangannya, masyarakat mencapai tahap society 2.0 yang sebagian besar bercorak agraris (bertani). Tujuannya mulai berkembang ke arah manufaktur sehingga dalam beberapa masyarakat telah dapat menciptakan bahan-bahan dari metal (baja), terutama untuk berperang. Hewan seperti Kuda, Lembu, dan Ox telah difungsikan sebagai alat transportasi. Desain tata kota tempat mereka tinggal telah dilengkapi dengan benteng, sehingga pemukimannya tidak hanya untuk bertahan hidup, melainkan sebagai tempat perlindungan.
Ketika berbagai penemuan berbasis mesin dan bersifat massa (mass production), masyarakat mulai memasuki tahap society 3.0. Sebuah tahapan yang mengedepankan sistem industrial dan mekanisasi. Material yang dikembangkan salah satunya adalah plastik. Pada era ini masyarakat telah mengembangkan teknologi transportasi berbasis massa, seperti mobil. motor, pesawat, dan perahu modern. Pola pemukiman era ini bersifat linear sesuai dengan perkembangan industri dengan tujuan mencapai fungsionalitas.
ADVERTISEMENT
Masuknya internet dan digitalisasi telah mengubah society 3.0 menjadi society 4.0, yakni perubahan menuju masyarakat informasi. Produk yang dihasilkan oleh generasi ini adalah ICT (Information and Communication Technology). Material yang digunakan adalah semi-konduktor sebagai penghantar listrik, penguat arus, penguat tegangan, dan penguat daya. Transportasi yang digunakan sudah multi-mobility. Seseorang dapat saja berjalan kaki ke halte, kemudian naik TransJakarta dan diakhiri dengan transportasi online. Pola tata ruang kota sudah menerapkan kota jaringan dengan tujuan profitabilitas.
Ketika sistem dalam society 4.0 telah mencapai titik tertentu, maka adanya perubahan masyarakat menuju society 5.0. Masyarakat sangat pintar yang mengandalkan ruang maya (cyberspace) dan ruang fisik (physical space). Material yang dipakai adalah khas society 5.0 yang saat ini masih diteliti. Produk transportasi seperti Tesla dan Hyundai telah merambah ke kendaraan listrik dan nir-awak. Tata kota juga telah secara mandiri terdesentralisasi, dengan fokus kepada kemanusiaan dan pasca humanisme.
ADVERTISEMENT

Tantangan Baru

Indonesia mengalami dampak dari perkembangan teknologi yang luar biasa tersebut. Namun, ketika sistem tidak siap menampung perubahan cepat, maka masyarakat akan mengalami disrupsi. Disrupsi merupakan suatu fenomena perubahan besar yang terjadi akibat teknologi yang sangat mengubah prinsip-prinsip baku di masyarakat.
Menjamurnya E-commerce, otomatisasi, layanan fintech, sistem E-learning dan telemedicine adalah contoh nyata perkembangan teknologi dan hasil dari disrupsi. Karena disrupsi, masyarakat mulai mencari perspektif lain agar dapat cocok dengan perkembangan zaman.
Tantangan yang mesti segera diatasi di Indonesia adalah masalah literasi digital. Literasi digital tidak bisa hanya diselesaikan dengan memasukan mata ajar koding pada tingkat SD-SMP dan matematika sedari TK. Literasi digital harus diberikan di luar bangku sekolah, menyasar ke masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Tingkat literasi digital di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Peningkatan literasi digital sangat penting untuk memastikan masyarakat dapat memanfaatkan teknologi secara optimal.
Kemudian, infrastruktur digital yang harus merata dan optimalisasi produktivitas berbasis padat karya untuk mengurangi kesenjangan teknologi yang padat modal. Intinya, pemerintah bersama masyarakat harus mengembangkan kolaborasi dan saling bahu-membahu menghadapi tantangan digitalisasi yang semakin tak menentu.