Konten dari Pengguna

Hukum Berpuasa untuk Pekerja yang Mengawasi Konten Negatif

Januar Shandi Wibowo
Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24 April 2022 21:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Januar Shandi Wibowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang yang sedang mengawasi situs-situs media sosial. Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang yang sedang mengawasi situs-situs media sosial. Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Berpuasa di bulan Ramadan bagi umat muslim adalah wajib hukumnya. Namun, ada beberapa kategori orang yang tidak
ADVERTISEMENT
diperbolehkan berpuasa, berdasarkan situasi dan kondisi orang tersebut. Seperti orang yang kehilangan akal (gila), perempuan hamil, orang lanjut usia (lansia), dan sebagainya.
Lalu bagaimana hukum berpuasa bagi orang yang bekerja pada lembaga-lembaga yang bertugas mengawasi media-media sosial yang berhubungan dengan hal-hal negatif, seperti situs dewasa, perjudian, pasar gelap, dan sebagainya?
Dalam salah satu ceramah di kanal Youtube PDI Perjuangan Jawa Timur Ustaz Aris Yoyok menyampaikan tentang Seseorang yang bekerja pada Lembaga Penanganan Kejahatan dunia maya. Allah SWT mengingatkan kita melalui Al-Qur'anul karim dalam surat Al-Isra' ayat 36:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
Artinya: "Dan janganlah kamu (manusia) mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya."
ADVERTISEMENT
Hubungan ayat di atas dengan pertanyaan adalah ayat tersebut memperingatkan kepada hambanya:
Jadi intinya, seseorang yang harus bekerja mengawasi konten-konten negatif selama ia tidak melihat dengan syahwat yang ada pada dirinya maka puasanya tidak batal, tetapi ia hanya mendapatkan pahala yang sedikit atau bahkan tidak mendapatkan sama sekali.
Namun, jika ia melihat berulang-ulang konten negatif tersebut disertai dengan syahwat meskipun dalam keadaan berkerja maka batalah puasanya.
ADVERTISEMENT
Hal ini sama dengan yang diterangkan dalam kitab, 'Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah (kitab fikih perbandingan 4 mazhab),(26/267), "Menurut Mazhab Hanafi keluarnya mani atau mazi hanya sekali karena melihat dan berpikir, tidak batal puasanya." Kebalikannya menurut Mazhab Syafi'i bahwa ketika seringkali keluar mani karena melihat atau menonton maka puasanya rusak (batal)."
Lalu, bagaimana jika sudah terlanjur berkerja dalam bidang ini pada saat bulan Ramadan?
Hendaklah sebaiknya orang tersebut meninggalkan pekerjaannya pada saat berpuasa di bulan ramadhan atau bisa memberikan pekerjaannya kepada orang yang non muslim atau orang muslim yang dalam keadaan dilarang berpuasa dahulu. Karena keuntungan yang diharapkan pada pekerjaan ini saat berpuasa tidak begitu besar. Namun dampak pekerjaan tersebut bagi kita sangat merugikan seperti kita tidak mendapatkan apa-apa pada puasa kita, serta dampak kerusakan bagi tubuh kita juga sangat besar.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, jika ingin berpuasa dengan benar dan optimal, maka harus meninggalkan pekerjaan semacam itu pada bulan Ramadan. Agar hati, pikiran, penglihatan, dan pendengaran selamat dari terjerumus kepada hal-hal yang haram.